Jakarta | Lapan6online : Kelompok aktivis pro-rakyat menolak holding BRI dan Pegadaian yang digagas Kementerian BUMN. Alasannya, holding ini tidak berpihak kepada wong cilik. Kalangan aktivis menilai, holding itu akan mengabaikan nasib rakyat kecil yang selama ini terbantu dengan kehadiran Pegadaian.
Kelompok Aliansi Rakyat Peduli BUMN (AR BUMN), bahkan memasang 1.000 spanduk di Jabodetabek sebagai bentuk aksi penolakannya. Koordinator ARP BUMN, Jati Pramestianto akan mengajak kaum buruh, aktivis dan mahasiswa untuk bergabung bersama sama.
Aliansi Rakyat Peduli BUMN, kata Jati, menyesalkan rencana holding BRI dan Pegadaian. Keduanya adalah entitas bisnis yang berbeda. Pastinya juga aksi holding ini, sama saja dengan privatisasi saham kedua BUMN yang selama ini bersentuhan dengan usaha mikro dan melayani kebutuhan dana rakyat kecil tersebut.
“Ini sama saja dengan privatisasi terselubung terhadap Pegadaian, meskipun kepemilikan saham oleh negara di BRI dominan. Saya khawatir hal itu akan mengubah fokus bidang usaha BUMN pembiayaan usaha mikro tersebut,” tegas Jati yang semasa mahasiswa pernah memimpin aksi mogok makan ini.
Menurut Jati, selama ini, Pegadaian memiliki peranan penting dalam mendukung ekonomi kerakyatan, lantaran turut melayani masyarakat yang tidak bisa dilayani bank. Pegadaian juga berperan penting dalam membantu mencegah masyarakat terhindar dari jeratan rentenir.
“Kami rakyat yang selama ini terbantu dengan Pegadaian khawatir nantinya akan ada frame bisnis yang berubah,” tegas Ketua Yayasan Jurnalis Blogger dan Penulis Indonesia ini.
Selama ini, lanjut Jati, performa Pegadaian sangat baik. Tidak ada alasan harusnya rencana holding itu. Semestinya holding BUMN ultra mikro itu fokus pada upaya memperbesar kredit atau bantuan modal bagi usaha mikronya. Bagaimana UMKM yang selama ini kesulitan mengakses permodalan dibantu dan dibimbing, termasuk usaha pertanian dan nelayan yang selama ini BRI saja kesulitan menyentuh mereka.
“Ini kok malah mendahulukan privatisasi sahamnya, ketimbang fokus pada upaya permodalan UMKM, ” papar aktivis Front Pemuda Marhaen ini.
Jati mengungkapkan, Pegadaian sejak didirikan, membawa misi khusus, yaitu memerangi praktik ijon, rentenir dan lintah darat, serta fokus pada masyarakat menengah ke bawah, tidak hanya ultra mikro saja. Sehingga, kurang layak jika Pegadaian digabungkan ke dalam Holding Ultra Mikro, karena nasabah yang mereka pegang tidak terbatas hanya pada ultra mikro saja, dan persentase nasabah ultra mikro kecil di sana.
Selain itu, pola kredit gadai di perbankan menurutnya juga berbeda dengan kredit mikro yang diberikan oleh perbankan. Kredit gadai, hanya sebagai jembatan dari kebutuhan mendesak masyarakat. “Karakter kredit gadai, sangat berbeda jauh dengan kredit mikro atau perbankan. Karena sifatnya bridging, untuk keperluan mendesak,” ucapnya. (Inilah.com)