“Artikel hukum ini dibuat sebagai legal opinion dan legal fight, kepada penyidik Polda Jabar, yang menerima laporan hukum dari sekelompok kecil masyarakat mahasiwa di Bandung yang menamai diri sebagai Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi Pancasila. Laporan dibuat terhadap Eksitensi Pembicara Dalam Rangka Memperingati 26 Tahun Gerakan Mega Bintang 1997,”
Oleh : Damai Hari Lubis
PERTEMUAN atau diskusi terkait kebangsaan di Solo yang diinisiasi oleh Tokoh Senioren Aktivis Muslim Mudrick Sangidu yang momentumnya ditepat – tepat- kan dengan peringatan peristiwa 26 Tahun Mega Bintang terkait perjuangan menjatuhkan rezim orde baru pada tahun 1997, sehingga diskusi diadakan pada tanggal 11 Juni 2023 di Solo.
A. Historis & Kedudukan Hukum diskusi ilmiah 26 Tahun Mega Bintang di Surakarta, Solo
Hubungan antara Peran Serta Masyarakat dan Kebebasan Berpendapat dengan Historis Gerakan Mega Bintang Tahun 1997, yang hingga saat ini sejarah hukum di tanah air, tidak pernah ada identifikasi atau sinyalemen terhadap gerakan Mega Bintang sebagai bentuk gerakan makar atau gerakan inkonsitusional. Selain menikmati hasil panen dari gerakan Mega Bintang.
Selanjutnya, melalui diskusi ilmiah yang diadakan para tokoh sambil memperingati 26 Tahun Gerakan Mega Bintang yang dikomandani oleh Mudrick Sangidu, dan sukses , tanpa sebutan dan istilah makar, serta berkelanjutan dengan jatuhnya kursi presiden Soeharto,.
Kemudian Prof Habibie yang legal secara hukum, kemudian diikuti sah-nya Presiden Gus Dur, Megawati, dan bahkan lembaga tertinggi legislatif MPR. dipimpin Oleh Amin Rais Sang Pimpinan Gerakan Reformasi, cikal atau terusan daripada gerakan Mega Bintang, kemudian dilanjutkan oleh kepemimpinan SBY selama dua periode, lalu dilanjutkan oleh Jokowi hingga kini masih berlangsung, yang justru banyak para pakar termasuk pejabat publik tinggi negara aktif Menkopolhukam Moh. Mahfud berstatemen, lalu yang dimaknai oleh penulis sebagai bentuk sarkastik atau majas tendensius, karena seolah Menkopolhukam, menyatakan ; “korupsi saat ini, saat masa presiden Jokowi lebih parah dari orde baru, kemanapun kepala menoleh ada tindak pelanggaran “.
Lalu apakah rezim dan generasi saat ini ingin ” mengadili para individu subjek hukum penggerak Mega Bintang TEMPO DOELOE dengan pola retroaktif “, siap untuk berlaku sungsang atau overlap ( tumpang tindih ) dengan segala konsekuensi hukum dengan menggunakan asas hukum yang berlaku surut atau retroaktif ?
Adakah, dalam benak kepala para penguasa dan aparatur Negara RI. Yang berpendapat, bahwa Gerakan Mega Bintang 1997 dan Gerakan Reformasi yang justru salah satunya melahirkan kepemimpinan Jokowi, adalah merupakan gerakan pelanggaran HAM. Jika ada tentu pola pikir ini, merupakan kontradiktif dengan keberlangsungan sejarah dan hukum tanah air sejak orde reformasi 1998 ? Apa rezim saat ini sanggup membalikkan arah jarum jam dengan gejala – gejala pola pikir abnormal ?
Peringatan 26 tahun Mega Bintang yang melegenda serta hasilkan realitas kepemimpinan presiden Jokowi, pada tanggal 11 Juni 2023 dihadiri oleh beberapa Tokoh Nasional dan Para Tokoh Bangsa, diantaranya, selain Sdr. Murdick Sangidu selaku tuan rumah dan penggagas peringatan 26 tahun gerakan Mega Bintang, juga dihadir dan turut memberikan narasi dan membuka ” dokumen sejarah ” Bapak Reformasi Amin Rais, Senioren aktivis Muslim Eggi Sudjana, Syah Nainggolan, dan Rizal Fadillah, serta pembicara dan penanggap materi lainnya, diantara penangkapan ada penulis sendiri dan aktivis Muslim Arbi, dan beberapa orang penanggap lainnya yang turut mendukung acara 26 Tahun Mega Bintang serta ruangan sekelas aula, dihadiri sesak para pengunjung acara.
Keabsahan pertemuan diskusi kebangsaan ini, selain bernilai value tinggi historis, kenyataan hasilnya yang memang sudah dinikmati oleh bangsa ini, serta acara 26 Tahun Mega Bintang ini dari sisi yuridis adalah absah legalitasnya, karena merupakan pemenuhan kewajiban atau amanah konstitusi kepada setiap anak bangsa yang memenuhi kriteria selain merupakan fiksi hukum atau presumptio iures de iur dari sudut tinjauan juridis yang terdapat didalam sumber hukum UUD. 1945. Dan terdapat dibanyak sistim hukum lainnya, yang isinya memerintahkan atau dibebankan kepada seluruh anak bangsa, atau identik dengan makna hukum terhadap bangsa ini Lintas SARA, agar berperan aktif, atau turut serta dalam penyelenggaraan negara, sebagai wujud mengaplikasikan hak bangsa dalam framing “peran serta masyarakat serta turut berperan melalui penyampaian pendapat baik oleh setiap individual atau kelompok secara terbuka dimuka umum,”.
Sedangkan arti hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh aturan salah satunya undang-undang.
Dan tak hanya itu, hak juga bisa diartikan sebagai wewenang seseorang menurut hukum. Maka keberadaan hak selalu berdampingan dengan kewajiban dalam penerapannya.
Hak dan Kewajiban WNI. Terkait peran serta dan kemerdekaan atau kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum, terdapat didalam UUD 1945, dan tercantum dari pasal 27 sampai pasal 34, termasuk pasal 28.
” Vide Pasal 28E. UUD. 1945 ;
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat “.
Jo. Pasal 28F UUD. 1945 ;
” Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia “.
Lalu, bunyi konstitusi dasar pasal 28E dan 28F ini, menjadi sumber hukum terkait hak kegiatan baik oleh individu maupun kolektif, terhadap kinerja atau aktifitas didalam penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh para aparatur negara sesuai tugas pokok dan fungsinya ( Tupoksi ), dimuat dan dijabarkan di dalam berbagai undang – undang.
B. Asas – Asas legalitas diskusi Ilmiah Solo
Undang – undang yang merujuk kepada sumber hukum pada pasal didalam UUD. 1945 tersebut, wajib dipatuhi serta dilaksanakan oleh setiap orang yang berstatus WNI. dan juga menjadi acuan atat sumber sistim hukum atau setiap undang – undang yang hirarkis ada dibawahnya.
Maka keberadaan hak WNI. Terkait tentang peran serta masyarakat dan atau menyampaikan pendapat ini diaplikasikan serta jelas tertulis disalah satu frase pada bagian pasal – pasal di banyak undang – undang, dan bersifat sebagai hukum positif atau ius konstitum atau hukum yang harus berlaku, dan equality, serta undang – undang tersebut lahir dan terbit melalui proses sistim hukum yang sudah ditentukan oleh dan bersumber dari pada UUD. 1945, termasuk terkait tupoksi DPR RI dan MPR RI. selaku lembaga legislatif dan Presiden selaku kepala negara atau eksekutif tertinggi pemerintahan atau penyelenggaraan negara ( Vide Pasal UUD. 1945 )
Diantara undang – undang tersebut selain lex generalis, juga terdapat lex specialis, yang kesemua sistim konstitusi ini, memuat peran serta dan kebebasan berpendapat masyarakat, diantaranya adalah :
1. UU. RI. No. 9 Tahun 1998. Tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.
2.UU. RI. No. 39 Tahun 1999. Tentang HAM.
3.UU. RI. No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Bebas Dari KKN;
4. UU. RI. No. 31 Tahun 1999 Jo. Perubahan.
5. UU. NO. Tentang KPK.
6. UU. RI. No. 14 Tahun 2008
Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
7. UU. RI No. 17 Tahun 2017 Tentang Ormas
8. KUHAP Jo. Putusan MK. Tentang Saksi.
9. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
10. UU. No. 2 Tahun 2002. Tentang Polri
11. UU. 12 Tahun 2021 No. Tentang Kejaksaan RI
Dan Banyak lagi undang – undang yang objek materi didalamnya terdapat, perintah terhadap ” peran serta masyarakat ” yang kemudian dipertegas, relevansinya, ditolerir dalam makna subtantif serta pelaksanaannya pada semua, “peran peran masyarakat, dan kebebasan dan kemerdekaan dalam pelaksanaan HAM,” dikemas serta diatur juklak, atau sebagai pola teknis pelaksanaannya oleh Peraturan Pemerintah/ PP dan atau regulasi dibawahnya ( sistim hirarkis ) sesuai hukum ketatanegaraan.
Kesemuanya merupakan konsekuensi dalam kerangka kewajiban moral ( penyelenggara ) negara, demi WNI ikut serta keterlibatannya dalam melindungi harta milik negara atau milik rakyat bangsa ini. Maka terbitlah, dan terbukti kekuatan sumber hukum dan hukum ini, banyak melahirkan dan atau menerbitkan berbagai bentuk PP. Kepres, Perpres dan Kepmen serta terbentuknya wadah atau badan atau komisi, serta lain – lain berbagai wadah media hukum, diantaranya ;
1. PP. No. 68 Jo. PP. NO. 43 Tahun 2018. Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
2. PP No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3.Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 93 Tahun 2022. Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
4. PP No. 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban Dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat;
5. PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak dan Jo. Permen PPPA No. 13 Tahun 2020 tentang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak Dari Kekerasan;
6. Komisi Ombudsman, Inisiasi Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tanggal 10 Maret 2000 melalui Keputusan Presiden (KEPPRES) No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman RI. Untuk melaksanakan tugas, pokok, dan fungsinya, baik dalam konteks pencegahan maladministrasi dan penyelesaian laporan masyarakat, tentu misi lainnya memiliki peran untuk menyukseskan Teori Pembangunan Hukum Nasional,
7. Peraturan Kepolisian Nomor 4 tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa ini ditetapkan Kapolri Idham Aziz dan diundangkan Dirjen PP Kemenkumham di Jakarta pada 5 Agustus 2020. Perpol 4 tahun 2020 tentang Pam Swakarsa ditempatkan pada Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 868.
Dan Banyak lagi PP. Dan Kepres , Perpres , dan Permen, yang membutuhkan dan atau mengajak Peran Serta Masyarakat, termasuk Peran Serta Masyarakat ini sudah dapat dibuktikan dengan adanya Komisi – Komisi, dimana Komisi – Komisi tersebut dibentuk oleh kekuatan legislatif dan eksekutif, lalu diangkat, dilantik pengurusnya menjadi pejabat publik ( non pejabat negara ) berdasarkan kekuatan undang – undang.
Sehingga, ” Peran Serta Masyarakat dan Kebebasan Berpendapat dan kemerdekaan berdasarkan HAM “, saat 26 Tahun Mega Bintang, bermakna secara hukum, melalui acara tersebut, masyarakat yang hadir menunjukkan, bahwa mereka antusias untuk patuh dan tunduk terhadap perintah undang – undang positif, atau norma hukum yang mesti berlaku.
Bukan sekedar cita – cita atau mudah – mudahan berlaku ( ius konstituendum) terkait ” pelaksanaan peran serta dan kemerdekaan menyampaikan berpendapat di muka umum, diantaranya, melalui teriakan atau kehendak people power, sebagai implementasi kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum, dan tentunya, sebagai wujud protes, kritisi dan para narsum menyuarakan, nanti pada saatnya, jika sudah diagendakan, ( karena saat itu yang pada 11 Juni 2023 di Surakarta), dimana penulis artikel pun hadir, sebagai individu yang turut berpartisipasi dalam peran serta masyarakat, saat Pertemuan Reuni 26 Tahun Mega Bintang, bahwa, “para nara sumber baru sekedar menyampaikan terkait tentang, hak – hak yang dimiliki oleh setiap bangsa ini, hak setiap warga negara lintas SARA, tentang berekspresi dalam bentuk menyampaikan pendapat, dan selebihnya uneg – uneg dari para tokoh, dan para pembicara, sebatas untuk dan sebagai peringatan keras dari rakyat yang berdaulat dan memiliki asas perintah konstitusi, yang muatan pesan moralnya adalah, ” people power akan disampaikan kepada wakil mereka ( wakil bangsa ini ) di Senayan, di DPR RI dan atau MPR RI.
Dan terkait momentum ketepatan waktu yang definitif, tidak ada diputuskan, kapan waktu people power di realisasikan, atau jelasnya belum ada agenda atau tidak diagendakan ( Mohon periksa daftar agenda acara ). Selebihnya kupasannya hanya penyampaian sebatas data empirik terkait sederet penyelewengan yang dilakukan para penyelenggara negara dari rezim saat ini, dan terkait isu adanya penyelewengan, memang faktual adanya serta jumlahnya bak isi GUDANG.
C. Beban Hukum Para Anggota DPR. RI. Lintas Partai Periode 202l19 – 2024
Meminjam istilah Moh. Mahfud MD. Pejabat Menkopolhukam yang lemah tak berdaya, yang menyatakan, ” bahwa saat ini disetiap sisi dimana kita menoleh selalu ada pelanggaran”.
Publik membacanya dengan; “banyak perilaku pejabat publik dan oligarki saat ini yang sering tranparansi melakukan tindak kejahatan,”.
Lalu pendapat Menkopolhukam ini, memang mendapat jastifikasi nyata oleh publik, termasuk jika dihubungkan dengan adanya peringatan 26 tahun Gerakan Mega Bintang , 11 Juni 2023 di Solo, namun akhirnya pendapat Moh. Mahfud MD.yang disepakati oleh ” masyarakat nalar sehat, diantaranya ” di Solo 11 Juni 2023 ini, namun dikotori melalui gerakan masyarakat kelompok kecil dan mini pengetahuan sejarah hukum, para mahasiswa yang melaporkan para pegiat atau para nara sumber pada momentum reuni Mega Bintang, pada 26 Juni 2023 di Solo, di Polda Jawa Barat.
“Apakah, nalar para pelapor kejepit, sehingga lupa akan pepatah “Jasmerah Soekarno ? “, oleh sebab laporan a quo in casu, terhadap peringatan 26 Tahun Gerakan Mega Bintang, yang materiele warheeid justru Mega Bintang merupakan peristiwa Heroik, serta produk-nya berkesinambungan serta menghasilkan realitas pemerintahan dan tak terpisahkan kepada tatanan hukum serta eksistensi para pejabat publik saat ini, diantaranya, tentu orang – orang atau kelompok yang menduduki Kursi RI. 1 dan pejabat tinggi pendampingnya di kabinet pasca 1997 – 1998.
Oleh sebab kadung publis dan ramai terhadap perihal atau tentang akan diagendakannya people power yang konstitusional, maka DPR RI dan MPR RI. Idealnya segera bersikap politik yang bijak, dan kelak memang nota bene DPR RI dan MPR RI. sebagai lembaga wakil rakyat, sesuai sounding pada acara Mega Bintang, 11 Juni 2023, di Solo, disinggung dan sempat dibicarakan, tempat atau lokasi upaya hukum yang akan dituju, adalah di Senayan, sebagai salah satu lembaga tempat persinggahan people power.
Untuk itu demi mencegah people power dalam bentuk nyata ;
1. DPR RI mencegah para aparatur negara agar acuhkan, laporan yang disampaikan oleh Kelompok manusia yang menotori alam kehidupan demokrasi atau kelompok kecil yang anti konstitusi serta anti eksistensi fakta empirik daripada Historis Hukum Mega Bintang serta kaitannya dengan orde reformasi, yang sudah dinikmati bangsa ini, terutama oleh para pejabat rezim saat ini ;
2. Ketua dan atau anggota DPR RI. dan MPR RI. Hendaknya berstatemen hukum yang santun, arif dan bijaksana, atau tidak propokatif. ;
3. DPR RI. secara tegas dan transparan dan diketahui publik dan publis, mendorong para aparatur negara bersikap edukatif serta persuasif kepada peserta dan panitia reuni 26 Tahun Mega Bintang ;
4. DPR.RI. juga segera menggunakan Hak Angket atau hak melakukan penyelidikan terhadap persepsi publik dan sepengetahuan DPR RI sendiri, yang sudah merupakan sebagai bukti sesuai asas notoire feiten / sepengetahuan umum, bukti krusial daripada perkembangan isu politik publik bangsa, diantaranya, sungguh amat memalukan, bagi Jokowi dan pejabat publik lainnya, jika urat malu lengkap atau tidak putus, karena hampir setiap hari nyinyiran masyarakat para pegiat dan peselancar di berbagai media sosial ( Twitter, fb, instagram dan lain lain berbagai medsos ) yang begitu kasar dan menohok kalimat – kalomat yang mereka lontar dan sampaikan, termasuk diantaranya pendapat negatif dari para akademisi dan para pakar hukum serta pakar ekonom, melalui media berita online atau dalam bentuk podcast, video youtube, tik tok dan lain lain, perihal penegakan hukum dan pembangunan ekonomi dengan gejala bukti utang negara yang bertumpuk, kebohongan – kebohongan publik dan atau terkait informasi publik terkait keabsahan ijasah – ijasah milik Jokowi, utamanya ijasah S.1 Jokowi dari Faklultas Kehutanan UGM. Ngajogjakarta, yang nyatanya isu publik tersebut sudah memakan korban 2 WNI. Yang oleh sebab temuan hukum, serta menggunakan fasilitas asas hukum ” Peran Serta Masyarakat dan kemerdekaan menyampaikan pendapat, namun terhadap para individu yang berperan serta, dan patuhi perintah hukum, justru berimbas vonis penjara diantaranya Gus Nur dan Bambang Tri Mulyono.
5. MPR. Wajib memonitoring gerak politik para anggota parlemen di lembaga DPR RI. yang ditengarai antara legislatif ( DPR.RI ) dan Pemerintah selaku penyelenggara negara eksekutif, banyak terjadi konspirasi, baik diskresi khusus yang dikeluarkan presiden, atau pejabat tinggi publik, yang mendapat dukungan moral politik melalui statemen politik individu ( anggota perlemen dan kadang suara koor partai tertentu dan koor lintas Partai ) terhadap sebuah kebijakan umum penguasa/ eksekutif, salah satunya ; model persetujuan RUU. HIP. Yang indikasi hukumnya sebagai ” perbuatan makar terhadap dasar negara Pancasila “, yang justru RUU. Yang bahan inisiasi RUU. nya berasal justru dari pihak eksekutif ( BPIP ), namun nyatanya diterima dan disetujui oleh mayoritas anggota DPR RI.
6. MPR. RI. Berdasarkan hasil yang didapat DPR.RI terhadap pemanggilan presiden, sesuai hak dan kewenangan dengan pola interpelasi atau hak untuk bertanya tentang berbagai kebijakan pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi yang overlapping atau tumpang tindih, antara kebijakan satu dengan yang lainnya, atau kebijakan yang melanggar konstitusi
Maka, terpenting, hendaknya MPR RI. melakukan tindakan politik luar biasa, jika keadaan bangsa ini, tambah bergejolak atau terdapat gejala – gejala menuju force mejeur politik, pasca laporan segelintir mahasiswa anti sejarah ( kontra Jasmerah ), sehingga menjadi kegentingan, maka keadaan darurat denga sinyal merah, memaksa MPR RI. Harus bertindak dengan kebijakan politik, walau mesti mengenyampingkan serta ambil alih dan fungsi MK. yang saat ini sistimnya mensyaratkan, pemakzulan presiden mesti melalui MK.( UUD. 1945 amandemen terakhir Jo. UU. Tentang MD. 3 atau Undang-undang RI. Nomor 13 Tahun 2019. Tentang Perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Penulis tidak mempropokasi agar MPR RI atau publik tidak indahkan makna sumber hukum positif UUD.1945 dan UU. MD.3, namun selain bicara “jika” kegentingan yang memaksa atau oleh sebab force mejeur politik dan keberadaan bangsa ini, maka secara perpektif dan logika hukum, sepatutnya memang harus dipertanyakan tentang makna dan kewenangan legislatif ? Yang menjadi wakil rakyat DPR. RI. Sebenarnya apakah badan legislatif atau badan lembaga yudikatif/ Mahkamah Konstitusi ?
Perubahan terkait MK. Yang seolah berperan ganda, yakni peran yudikatif dan ekspansi kekuasaan legislatif, peran ganda ini pun bisa ditengarai adanya konspirasi politik atau pelemahan terhadap wakil rakyat atau subtansialnya, melahirkan tatanan teoritis hukum yang melemahkan rakyat, karena diciptakan metode yang justru obstruksi terhadap kewenangan badan legislatif dan hak hukum para anggotanya, karena kekuasaan yudikatif menciptakan sabotase hak legislatif ( MPR RI ). Sehingga menjadi jalan sulit untuk ditempuh dan berliku – liku, kontradiktif dengan sistim asas hukum yang dianut oleh konstitusi ( UU. Kekuasaan Kehakiman ) tentang constante Justitie atau speedy trial. Sehingga patut disimpulkan produk UU. MD. 3 dan perubahan konstitusi dasar UUD. 1945, memang sengaja di konstruski sebagai barrier atau penyumbat atau sebagai bagian bad politics para eksekutif dan para politisi, namun oleh karena kekuatan sistim hukum, sehingga ” dipaksa legitimed “.
Dan, kausalitas hukumnya, andai rakyat yang banyak menemukan Presiden melakukan pelanggaran adab dan moral atau ditemukan peristiwa delik yang dilakukan aparatur negara, namun ternyata Presiden melakukan pembiaran atau bertindak obstruksi. Atau presiden secara individu, ditemukan telah melakukan delik, maka sistim konstitusi yang ada, UU. MD.3 ini justru menjadi wujud barrier, atau sebagai faktor penyumbat hukum, karena prakteknya proses pemakzulan presiden oleh DPR RI & MPR RI akan dipaksa melalui waktu dan proses yang amat panjang, sulit penuh liku, akibat adanya hak legislatif ( DPR. RI dan MPR RI ) yang dihibahkan kepada yudikatif ( MK ).
Maka MPR RI. Sejatinya wakil rakyat bangsa ini, segera langsung saja melakukan Sidang Umum Luar Biasa MPR. Dengan satu agenda, ” berhentikan Presiden Jokowi, dengan catatan jika “, DPR RI. Tidak melaksanakan rekomendasi atau saran poin 1 sampai dengan poin 4 di atas.
Jika mereka DPR. RI. melaksankan poin 1 dan 4 tersebut diatas, maka agenda tunggal ” pemakzulan ” oleh MPR RI. Tetap dapat berlangsung dengan tenang, aman dan tertib serta damai oleh sebab adanya faktor pelanggaran yang SEGUDANG. Diantaranya kebohongan kontrak sosial atau kontrak politik yang sering dan banyak Jokowi lakukan.
Sebaliknya, serta hal terpenting, jika ternyata faktor laporan oleh kelompok mahasiswa ditindak lanjuti secara apriori, tanpa mempertimbangkan adanya kekuatan konstitusi, ” peran serta masyarakat dan kebebasan serta kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, baik lisan tertulis, secara individu maupun kelompok dan hasil memuaskan daripada Gerakan Mega Bintang 1997, ” dan mengingat serta menimbang bahwa sejatinya ” peran serta dan kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut merupakan produk legislatif dan disahkan sendiri oleh Presiden selaku eksekutif tertinggi di negara ini “. Namun di barrier, di obstruksi oleh ” mereka para mahasiswa sempit pikir, dan didorong oleh aparatur dengan cara memproses hukum para nara sumber ulang tahun Mega Bintang ke – 26 ” . Serta dari sisi pandang fakta dan sejarah hukum, bahwa justru hari yang diperingati oleh 5 sampai dengan 6 orang tokoh bangsa , dan 3 orang para pembicara, serta para pengunjung lainnya, yang mana oleh karena Gerakan Mega Bintang 1997, menciptakan dan atau melahirkan kemaslahatan bagi ummat dan tatanan atau sistim hukum pada bangsa dan negara ini, dari sistim militeristik ( orotitarian ) ke sistim reformasi serta Indonesia yang lebih demokratis ? dampak positif lainnya sehingga Jokowi kini berkuasa di top eksekutif.
Maka jika DPR RI dan MPR. RI mengabaikan hak dan kewenangan absolut yang dimiliki anak bangsa ini terkait dalam hubungannya dengan kewenangan dan tanggung jawab politik DPR RI dan MPR RI. selaku wakil rakyat pada bangsa ini, dan ternyata ketika atau jika timbul gejala keadaan darurat oleh sebab perkembangan dinamika politik yang memprihatinkan, namun DPR RI dan MPR RI sebagai lembaga politik mewakili rakyat dan seluruh bangsa ini, tetap asik sekedar menonton dan menikmati fenomena dan gejala sosial yang ada, seperti fenomena keadaan bangsa serta layaknya suara mayoritas anak bangsa kontemporer, dan DPR RI dan MPR. RI. Tidak melaksanakan peran positifnya menurut undang – undang, tidak aktif menampung aspirasi dan tidak hendak mengantisipasi kekhawatiran publik bangsa ini, sehingga timbulkan, lalu seiring dengan ketidak pedulian lembaga legislatif dan justru praktik pressure moral terjadi kepada masyarakat luas oleh sebab laporan in casu dari segelintir mahasiswa Bandung, di follup-i, lalu terjadi implicated dan comflicated yang mengandung bib red sebagai mengandung highrisk dan ekstra chaotic tingkat nasional. Maka prinsipnya DPR.RI dan MPR. RI. sengaja lempar handuk, atau identik dengan uangkapan ” whatever “, atau apapun terserah.
Maka penulis yakini agenda people power jilid ke – 2 akan menjadi kenyataan Jokowi akan longsor dengan tidak terhormat, lalu entah bagaimana nasib para pejabat publik yang ditengarai koruptor atau para pejabat atau para sosok origarki serta para kroninya yang bakal tunggang langgang dan lintang pukang dikejar oleh gelombang kebangkitan kekuatan hukum yang dimulai dengan People Power cikal bakal Mega Bintang Tahun 1997.
Artikel hukum ini, bisa jadi akan bersambung, oleh sebab faktor reminder, atas hak hukum serta ” keberlangsungan peran serta masyarakat dan kebebasan berpendapat “, sehingga harus terus disampaikan, bahkan harus lebih jelas merujuk dan menunjuk isi pada pasal dan kelak mesti rinci, untuk digunakan di meja penyidik berikut ilustrasi fakta hukum, dan atau sebagai bahan eksepsi.
Kesimpulan dan harapan, mudah – mudahan konsep penerapan upaya hukum yang arief dan bijaksana akan dilakukan utamanya oleh para aparatur penegak hukum penyidik Polri, yang sudah semestinya berlaku teliti dan selalu berpedoman kepada undang – undang, transparansi, tidak diskriminatif, mandiri, objektif serta akuntabel, profesional dan proporsional ( kredibel ) bukan bekerja dan berkarya berdasarkan order dan stakeholder.
Sehingga dalam menyikapi pelaksanaan materi objek pelaporan perihal agenda pertemuan forum terbuka didepan umum, oleh para narasuber yang memperingati 26 tahun Mega Bintang, di Solo 11 Juni 2023, serta terkait penyidikan terhadap materi narasi para pembicaranya, yang hanya berniat pada pokok intinya, akan mendatangi para anggota dewan terhormat, yakni para wakil rakyat di Senayan, yang memang seyogyanya anggota di gedung legislatif merupakan tempat rakyat mengadu. (*)
*Penulis Adalah Sekretaris Dewan Kehormatan DPP. Kongres Advokat Indonesia ( DK. DPP. KAI)