Eng Ing Eng… Mendagri & Sekda “Nyangkut” Suap Meikarta? Kini KPK Bidik DPRD Kab.Bekasi

0
176
“Waktu itu, saya dengar anggota dewan ke Thailand. Saya tanya ke Neneng, apakah memfasilitasi dewan, dia bilang ‘Iya karena mereka (para anggota DPRD Kabupaten Bekasi) yang minta’. Saya, pertama Rp400 juta, berikutnya Rp1 miliar dalam bentuk dolar Singapura. Bilangnya, ‘Ini ada dari Lippo buat Ibu’,”

Kab.Bekasi/Lapan6Online : Kasus Suap Meikarta mulai menyasar liar nama-nama pejabat, mulai menteri, Sekda Provinsi Jawa Barat, anggota DPRD Jawa Barat, dan kini mulai merambah para anggota DPRD Kabupaten Bekasi. Bakal terjadi parade masuk hotel prodeo.

Hal itu mulai terkuak dalam persidangan, bupati Bekasi non aktif Neneng Hasanah Yasin mengaku tahu adanya uang bagi anggota dewan yang dipakai untuk plesiran ke luar negeri. Nama-nama mereka sudah dikantongi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Awalnya, jaksa KPK menanyakan tentang peran DPRD Kabupaten Bekasi terkait perizinan proyek Meikarta. Menurut Neneng, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) proyek itu memang dibahas pula oleh anggota dewan. Namun, dia mengaku tidak tahu apakah uang plesiran anggota dewan itu terkait perizinan proyek Meikarta atau bukan.

“Terkait RDTR sendiri pengurusannya?” tanya jaksa pada Neneng yang duduk sebagai saksi dalam persidangan perkara suap terkait izin proyek Meikarta di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (14/01/2019).

Neneng mengaku, saat pengurusan RDTR itu sempat cuti selama tiga bulan karena mengikuti pilkada. Setelahnya, Neneng mengaku tahu soal perkembangan RDTR di DPR itu dari Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili.

“Dia (Neneng Rahmi) bilang mau paripurna RDTR. (Saya tanya), ‘Kok sudah paripurna saja?’. (Neneng Rahmi bilang), ‘Iya, dewan sudah siap’. Di situ disampaikan Lippo sudah masuk,” jawab Neneng.

“Ada pemberian uang?” tanya jaksa yang diamini Neneng. “Saya diberi Neneng Rahmi. Saya, pertama Rp400 juta, berikutnya Rp1 miliar dalam bentuk dolar Singapura. Bilangnya, ‘Ini ada dari Lippo buat Ibu’,” jawab Neneng.

Dalam sidang itu, empat orang duduk sebagai terdakwa yaitu Billy Sindoro, Henry Jasmen P Sitohang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi. Neneng pun terjerat kasus itu tetapi perkaranya belum disidang.

“(RDTR) berproses di DPRD (Kabupaten) Bekasi? Ada pemberian Bu Neneng Rahmi ke dewan?” tanya jaksa lagi. “Betul (berproses di DPRD Kabupaten Bekasi). Saya dengar begitu (ada pemberian uang ke dewan), bilangnya dewan dikasih dia (Neneng Rahmi),” ucap Neneng.

“Waktu itu, saya dengar anggota dewan ke Thailand. Saya tanya ke Neneng, apakah memfasilitasi dewan, dia bilang ‘Iya karena mereka (para anggota DPRD Kabupaten Bekasi) yang minta’,” imbuh Neneng.

Namun Neneng mengaku tidak tahu apakah uang yang diberikan Neneng Rahmi ke para wakil rakyat itu berasal dari Lippo atau bukan. Pun soal berapa jumlah anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang menerima uang serta jumlahnya, Neneng mengaku tidak tahu menahu.

Berkaitan dengan itu, penyidik KPK sudah mengetahui indikasi pemberian uang dari Pemkab Bekasi ke para anggota DPRD Kabupaten Bekasi untuk pelesiran ke luar negeri. Penyidik masih menduga keterkaitan pemberian uang itu dengan perizinan proyek Meikarta. Selain itu, ada pula pengembalian uang sekitar Rp100 juta dari sejumlah anggota DPRD Kabupaten Bekasi itu yang sudah diterima KPK.

Sebelumnya, KPK menerima pengembalian uang sekitar Rp2 miliar dan 90 ribu dolar Singapura dari Neneng HasanahYasin terkait kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta. Total uang suap proyek Meikarta yang dikembalikan mencapai Rp11 miliar.

“Terakhir dilakukan pengembalian sejumlah Rp2,25 miliar dan SGD 90.000 pada KPK,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/1).

Febri mengingatkan, agar siapa pun termasuk sejumlah anggota DPRD Kabupaten Bekasi atau lainnya yang pernah menerima uang atau fasilitas jalan-jalan ke Thailand agar turut koperatif. “Dan mengembalikan uang yang pernah diterima terkait perkara ini,” jelas dia.

Febri menyatakan, KPK telah memegang daftar nama setiap pihak yang menerima dan mendapatkan fasilitas pembiayaan perjalanan ke Thailand tersebut.

Pada kasus ini, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Selain Bupati Neneng, KPK juga menjerat delapan orang lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi,
Jamaludi; Kepala Dinas Damkar Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahar; Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati; dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.

Kemudian, pihak swasta bernama Billy Sindoro yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djajaja Purnama selaku konsultan Lippo Group, serta Henry Jasmen pegawai Lippo Group.

Bupati Neneng dan kawan-kawan diduga menerima hadiah atau janji Rp 13 miliar terkait proyek tersebut. Diduga, realiasasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa Kepala Dinas.

Keterkaitan sejumlah dinas lantaran proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana membangun apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. Sehingga dibutuhkan banyak perizinan.

Selain sudah menyeret sejumlah anggota dewan, kasus ini pun mulai menyerang Mendagri Tjahyo Kumolo dan Sekda Jabar. Neneng Hasanah Yasin menuding Thayo terlibat dalam proses perizinan proyek Meikarta. Hal itu terungkap dalam persidangan kasus dugaan suap perizinan Meikarta yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Senin (14/1).

Selain menuding Mendagri, Neneng juga menyebutkan bahwa Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat Iwa Kurniwa meminta Rp1 miliar dalam proses perizinan tersebut. Hal itu dikatakan Neneng saat memberikan kesaksian dalam perkara terdakwa Billy Sindoro, Henry Jasmen P, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi.
“Waktu itu rapat lengkap dipimpin Dirjen Otonomi Daerah (Sumarusono) dan ditanya masalah izin ini. Kemudian membahas masalah Perda 12, lalu beberapa waktu kemudian Mendagri bilang tolong bantu masalah Meikarta,” kata Neneng bersaksi.

Menurutnya, Tjahjo Kumolo minta tolong kepadanya untuk membantu masalah proyek Meikarta. Permintaan itu disampaikan Sumarsono setelah disampaikan kepada Dedi Mizwar, lalu kepada Mendagri.

Neneng mengaku pertama kali bertemu dengan terdakwa kasus Meikarta, Billy Sindoro yang ditemani Bos Lippo James Riyadi setelah dia hamil.

“Bertemu setelah hamil, sudah keluar RPC. Kemudian bicara masalah keluarga dan sempat berikan gambar Meikarta. Berikutnya di rumah Jamintel Kejagung, hanya makan malam saja. Terus ketemu Billy Sindoro di restoran Asia,” ungkapnya.

Dalam persidangan, jaksa KPK menanyakan tentang rapat yang diikuti Neneng di Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Otda Kemendagri). Menurut Neneng, saat itu Dirjen Otda Sumarsono menanyakan mengenai perizinan proyek Meikarta.

Pertemuan di Ditjen Otda itu disebut Neneng terjadi setelah Wakil Gubernur Jawa Barat saat itu Deddy Mizwar meminta Pemkab Bekasi menghentikan seluruh proses perizinan proyek Meikarta sebelum ada rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat (Ahmad Heryawan alias Aher). Menurut Neneng, saat itu Sumarsono menanyakan tentang IPPT yang telah dikeluarkannya untuk proyek Meikarta.
“Saya dipanggil terus ditanya sama Dirjen Otda soal IPPT 84,6 hektare,” ucap Neneng.

IPPT atau izin peruntukan penggunaan tanah merupakan syarat pertama yang harus dikantongi PT Lippo Cikarang untuk membangun Meikarta. Menurut Neneng, saat pertemuan berlangsung, Sumarsono tiba-tiba menerima panggilan telepon. Kemudian, telepon itu diberikan kepada Neneng.

“Telepon itu dikasih ke saya, yang ngomong Pak Mendagri, minta tolong dibantu soal Meikarta,” ucap Neneng.

Namun, Neneng tidak menjelaskan lebih lanjut bantuan apa yang dimaksud. Tapi setelah itu, kata Neneng, Sumarsono berencana memfasilitasi pertemuan antara Pemkab Bekasi dan Pemprov Jawa Barat.

Terkait uang yang diminta Sekda Jawa Barat Iwa Karniwa, kata Neneng berkaitan dengan pengurusan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Meikarta kepada Pemprov Jabar. Menurut dia, Iwa Karniwa meminta Rp1 miliar. Permintaan itu diketahui berdasarkan laporan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi. kop/posbekasi/Lpn6

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini