“Inalum ini BUMN kecil tiba-tiba disuntik entah pakai apa, tiba-tiba bisa menyaingi Freeport Mc-Moran. Seharusnya BPK bisa mengaudit Inalum, lalu coba KPK periksa kalau benar mereka lembaga penegak hukum anti korupsi,”
Lapan6Online : Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mempertanyakan kepemilikan saham PT Indonesia Aluminium Tbk (Inalum) sebesar 51 persen di PT Freeport Indonesia (PTFI) dari hasil divestasi saham yang dilakukan.
Fahri menilai ada banyak kejanggalan yang terjadi dalam akuisisi saham PTFI oleh Inalum.
Fahri Hamzah menyampaikan pandangannya tersebut dalam acara diskusi terbuka Divestasi Freeport: Indonesia Untung Atau Buntung? di Hotel Gren Alia, Cikini, Jakarta, pada Rabu (16/1/2019).
“Inalum ini BUMN kecil tiba-tiba disuntik entah pakai apa, tiba-tiba bisa menyaingi Freeport Mc-Moran. Seharusnya BPK bisa mengaudit Inalum, lalu coba KPK periksa kalau benar mereka lembaga penegak hukum anti korupsi,” kata Fahri.
Fahri menambahkan, transaksi pengalihan saham tidak pernah dijelaskan ke Dewan Perwalikan Rakyat Republik Indonesia. Fahri Hamzah khawatir hal ini nantinya berdampak pada kecurigaan masyarakat Indonesia dan khususnya penduduk lokal Papua.
“Kita menuntut agar ada audit. Harus ditelusuri siapa pemberi hutang? bagaimana struktur hutangnya? siapa yg menjamin hutang? bagakmana struktur kepemilkan Inalum apakah saham 51 persen menjadi jaminan hutang.”
Di tempat sama, Ketua Tim Studi NSEAS: Network for South East Asian Studies), Muchtar Effendi berpandangan saham Freeport akan hancur sembari menunggu sampai 2021 saat berakhirmya Kontrak Karya.
“Freeport bermasalah dengan kejahatan lingkungan ini, sehingga tidak wajar jika melanjutkan (divestasi). Pemerintah menunggu sampai 2021 saat berakhirmya Kontrak Karya. Pemerintah bisa menguasai tambang secara keseluruhan tanpa Freeport. Tahun 2021 mau habis. Kok kita mau beli barang sendiri,” ungkap Muchtar.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin saat menjawab pertanyaan dari anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Dengar Pendapat, Selasa (15/1/2019) lalu menyatakan, Inalum membeli saham PT Freeport Indonesia senilai US$3,85 miliar dari duit pinjaman.
Dana segar tersebut didapat dari hasil penerbitan surat utang (obligasi) korporasi. Pihaknya tidak memilih pinjaman dari sindikasi perbankan demi mencegah krisis arus kas perusahaan di periode 2019-2020.
Budi menjelaskan, menggunakan pinjaman sindikasi perbankan akan membuat perseroan mengalami krisis arus kas di periode tersebut. lantaran perseroan tak memperoleh pendapatan maksimal selama dua tahun ke depan. Ini karena tambang bawah tanah yang berada di tambang Grasberg yang baru akan mulai beroperasi 2021 mendatang. Red
*Sumber : Tribunnews.com