“Angka-angkanya dari mana? Kita lagi teliti juga bahwa lembaga ini juga tidak kredibel, tiba-tiba saja tahun ini bikin seperti itu tapi kita tidak mau terlalu judgement,”
Lapan6Online : Presiden Jokowi masuk daftar orang terkaya urutan ke-18 dari 40 tokoh Asia merujuk artikel yang ditulis Alice Hou berjudul “Real Life Crazy Rich Asians: The 10 Most Interesting (and Richest) Asians of 2019.” Namun tidak disebut jumlah harta kekayaan Jokowi dalam artikel yang dimuat situs www.investing.com tersebut. Link artikel menyebar sejak Senin (28/1).
Dikonfirmasi kepada politisi PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari memastikan ulasan tentang harta kekayaan Jokowi itu bohong alias hoax.
“Kami sudah diskusi dan sampai saat ini kami mempercayai bahwa itu hoax karena Pak Jokowi sudah melaporkan kekayaannya ke LHKPN KPK dan nilainya tidak seperti itu,” tegas Eva kepada Kantor Berita Politik RMOL, sesaat lalu (Selasa, 29/1).
Eva pun mempertanyakan sumber data dalam artikel Hou tersebut.
“Angka-angkanya dari mana? Kita lagi teliti juga bahwa lembaga ini juga tidak kredibel, tiba-tiba saja tahun ini bikin seperti itu tapi kita tidak mau terlalu judgement,” ucapnya.
Pihaknya tetap berpatokan pada Laporan Harta Kekayaan Penyelengara Negara (LHKPN) yang sudah dilaporkan Jokowi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlebih lagi, menurut Eva, artikel dimaksud tidak sepopuler Majalah Forbes yang memang setiap tahun merilis daftar orang terkaya di dunia. Meski juga disebutkan nama Hartono bersaudara.
“Hartono di Forbes, tapi Pak Jokowi ndak di Forbes karena di lembaga trekking kekayaan selama ini kan tidak diangkut kok tiba-tiba cuma muncul di tahun politik. Jadi kita hati-hati,” ujar Eva yang membidangi Komisi XI tentang anggaran di DPR.
Ia menengarai ini sebagai serangan hoax terhadap Jokowi yang Pilpres 2019 maju kembali berdampingan dengan Maruf Amin.
“Kita dikocok dengan hoax, masa ijazah SMA Pak Jokowi palsu, luar biasa serangannya. Saya harap nalar tetap dipakai, jangan terlalu kagetan menyikapi hal itu,” imbaunya.
Simpelnya menghadapi hoax, lanjut Eva, pakai rumus 2L dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni legal dan legitimate.
“Lembaga itu tidak legitimate dan tidak legal karena tidak berdasarkan dokumen yang bisa dipegang, kayak LHKPN kan terverifikasi,” jelasnya. [wid/rmol]