“Alih-alih memberi motivasi dan menyadarkan untuk berubah, kau justru terus mendongengkan pada mereka LGBT adalah HAM, dan ini sudah menjadi takdirmu. Sungguh dzolim, kau biarkan mereka menari di atas murka Tuhan,”
Oleh : Aisyah Karim, S.H
Lapan6Online : Rasulullah SAW sangat mengkhawatirkan umatnya atas segala hal yang menjerumuskan pada kemungkaran, kesesatan dan kekufuran. Beliau mengingatkan :
“Sesungguhnya yang paling dikhawatirkan dari apa-apa yang aku khawatirkan atas umatku adalah perbuatan kaum Luth.” (HR. Ahmad, al-Tirmidzi, al-Hakim).
Baru-baru ini selebgram Awkarin tampak mengunjungi Aceh. Kedatangannya ke Serambi Mekah untuk mengerjakan proyek terbarunya yang diberi nama “Kelana Karin”. Proyek tersebut adalah pembuatan film dokumenter dengan judul “Aceh, Apa Kabar ?”. Film itu telah di publish di akun you tube miliknya beberapa hari lalu. Film ini memang bukan film dokumentasi perjalanan biasa. Bukan soal melihat kekayaan budaya Aceh, bukan soal tsunami, kopi apalagi sekadar jajanan kuliner Aceh yang di temui Karin. Akan tetapi ini adalah karya dukungan dan penguatan terhadap eksistensi golongan menyimpang di Aceh.
Lebih lanjut, film ini bermaksud menikam syariah Islam, bukan dengan belati yang menggores luka menganga dan terindera. Tikaman dibenamkan melalui suntikan yang sangat halus. Tak diragukan lagi, karya ini adalah bagian dari propaganda LGBT.
Awkarin menjadi fenomena simbol hedonisme remaja beberapa tahun terakhir.
Akun instagramnya diikuti oleh lebih dari 3,7 juta followers rata-rata berada dalam usia remaja. Di usia yang masih sangat muda, ia tak sungkan memamerkan tubuh dan gaya hidup bebasnya mulai dari aktivitas pacaran yang melampaui batas, alkohol, rokok dan kehidupan malam melalui sosial media. Kelakuannya pun kerap kali menuai kritik pedas netizen dan meresahkan orang tua. Awkarin bersama beberapa influencer dan youtuber lain yang seperjuangan dengannya dalam mengejar titel remaja kekinian dengan melempar segala norma dan mengkopi paste gaya hidup Barat adalah generasi yang menyegajakan dirinya untuk menjadi negatif, berbeda bahkan menyimpang. Jangankan malu mereka malah bangga dengan semua predikat itu.
Beberapa hari lalu misalnya, ramai pemberitaaan soal Awkarin menarik kembali kicauan ungkapan rasa sukanya kepada Ketua BEM UGM, Fathur, yang menjadi juru bicara penolakan RUKUHP. Hal ini karena Fathur mengunggah keterangan dengan nada keras dan menyatakan sikap anti LGBT. Fathur menulis “LSM atau lembaga apapun yang mengatasnamakan HAM untuk mendukung perilaku LGBT harus bertanggung jawab karena telah mengelus-elus kepala sembari menyanyikan nina bobo bagi mereka yang LGBT, membuat mereka lelap dalam kehinaan dan penyimpangan. Alih-alih memberi motivasi dan menyadarkan untuk berubah, kau justru terus mendongengkan pada mereka LGBT adalah HAM, dan ini sudah menjadi takdirmu. Sungguh dzolim, kau biarkan mereka menari di atas murka Tuhan.” Karin tersinggung.
Karin menyatakan bahwa lokasi syuting episode perdana “Kelana Karin” di mulai dari Aceh dan akan melanjutkan episode lainnya di tempat yang berbeda.
Menarik, kenapa harus Aceh ? Bukankah Aceh ini dikenal sebagai tempat yang paling ekstrem perlakuannya terhadap golongan menyimpang. The Jakarta Post pernah menulis “LGBT people flee Aceh After Witch Hunt”. Pemberlakuan qanun Uqubat menjadi sorotan Barat. Berulang kali mereka melayangkan komentar sinis menyudutkan dan berusaha mengintervensi hukum-hukum di Aceh. Kedubes Amerika pada tahun 2014 menyatakan keprihatinannya, atas ketentuan yang disebutnya ”anti LGBT” dalam hukum syariah di Aceh. Sungguh jika hukum syariah ini masih berlaku di Aceh meraka tidak akan pernah bisa tenang.
Namun melalui filmnya, Karin seolah menunjukkan kepada dunia bahwa syariah Islam di Aceh tidak lebih dari macan ompong. Ia menemui langsung orang-orang, termasuk mereka yang dianggap telah terdzalimi oleh pemberlakuan syariah Islam, mengekang kebebasannya untuk mengekspresikan diri dan menikmati hidup dengan menjadi diri sendiri. Ia mendokumentasikan semuanya dengan rapi dan halus. Nyaris saja konspirasi busuknya mempropagandakan LGBT tak tercium lewat tayangan humanis yang menyentuh.
Sebagai putra Aceh, sebagai muslimah saya menaruh kasihan pada Karin, team kreatif dan tokoh-tokoh intelektual dibelakangnya. Dari sini, saya bisa mencium aroma pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang kian mendesak. Mereka berlomba dengan waktu untuk membalikkan pandangan masyarakat tentang golongan berkelakuan menyimpang yang meraka bela. Mereka berlomba menjemput azab Allah. Naudzubillah !
Mereka begitu mendamba pada peradaban kufur Barat. Padahal jika kita mengindera Barat sebagai standar kehidupan, maka sesungguhnya realita peradaban mereka justru berada di jurang kehancuran. Sebuah dekadensi dan hancurnya tata nilai dan moral terus menggerogoti sendi-sendi dasar kehidupan masyarakat Barat, layaknya kanker. Mulai dari tingginya kriminalitas, penyakit menular seksual, kejahatan bermotif seksual, pornografi, lost generation termasuk karena dilegalkannya LGBT, aborsi, bunuh diri, alkohol, narkoba, rasisme dan lain-lain.
Sikap masyarakat Barat yang melegitimasi disorientasi seksual LGBT, sebenarnya menggambarkan masyarakat yang sakit, karena rusaknya standar nilai dan kerangka berpikir. Sistem sekuler dan liberal yang telah mendarah daging dalam sendi-sendi kehidupan mereka, menjadi racun mematikan yang merusak moral dan tingkah laku manusia lebih rendah daripada hewan.
Badan Program PBB atau UNDP (United Nation Development Programme) telah menyiapkan dana US180 juta atau setara 107,8 miliar untuk meloloskan program legalisasi LGBT di Tanah Air dan tiga negara lain di Asia. Dalam laman resminya, UNDP menyebut tujuan mereka agar LGBT memiliki akses hukum, memobilisasi masyarakat untuk menerima keberadaan LGBT dan mendorong perubahan kebijakan yang menjamin hak LGBT, termasuk mengesahkan pernikahan sejenis.
Sejak awal tahun 2000, virus LGBT menyerang dan menyebar secara sporadis di berbagai wilayah, tak terkecuali di Aceh. Serbuan dilakukan dengan berbagai wasilah baik akademik, politik maupun sosial. Di kampus-kampus mereka berlindung dibalik kajian akademik. Secara politik mereka bergerak rapi dan terencana melakukan gerakan politik dan mengggelar berbagai aksi, berusaha mempengaruhi kebijakan politik dengan berkerja lintas sektor dan instansi terutama dengan lembaga yang bergerak di bidang advokasi dan HAM. Dalam bidang agama mereka melakukan pemilintiran dan pentakwilan terhadap ayat-ayat.
Dalam bidang sosial, propagandanya diserukan lewat beragam sarana dan cara. Melalui lembaga peduli AIDS dilakukan advokasi dan konsultasi, film, aksi budaya, media massa termasuk sosial media dan sebagainya. Targetnya untuk mengubah pandangan masyarakat agar toleran dan menerima LGBT. Dalam bidang medis mereka mengarang kebohongan soal gen x, keturunan dan bawaan.
Eksistensi mereka di negeri ini sudah demikian mapan karena memang penguasa membuka kran seluas-luasnya. Eksistensi merekapun published, terang-terangan dan mudah di akses publik. Bahkan salah satu website resmi mereka yaitu aruspelangi.com, tak kunjung di blokir pemerintah padahal jelas-jelas mempropagandakan LGBT. Komunitas inipun bahkan telah menerbitkan majalah yang aktif mempromosikan LGBT, yaitu Out Zine.
Dampak-dampak yang ditimbulkan LGBT
Prof. DR. Abdul Hamid El-Qudah, spesialis penyakit kelamin menular dan AIDS di asosiasi kedokteran Islam dunia (FIMA) di dalam bukunya Kaum Luth Masa Kini (hal. 65-71) menjelaskan dampak-dampak yang ditimbulkan sebagai berikut :
Pertama, dampak kesehatan :
78% pelaku homo seksual terjangkit penyakit kelamin menular (Rueda, E. “The Homosexual Network.” Old Greenwich, Conn., The Devin Adair Company, 1982, p. 53).
Rata-rata usia kaum gay adalah 42 tahun dan menurun menjadi 39 tahun jika korban AIDS dari golongan gay dimasukkan ke dalamnya. Sedangkan rata-rata usia lelaki yang menikah dan normal adalah 75 tahun. Rata-rata usia Kaum lesbian adalah 45 tahun sedangkan rata-rata wanita yang bersuami dan normal 79 tahun (Fields, DR. E. “Is Homosexual Activity Normal?” Marietta, GA).
Kedua, dampak sosial :
Penelitian menyatakan “seorang gay mempunyai pasangan antara 20-106 orang per tahunnya. Sedangkan pasangan zina seseorang tidak lebih dari 8 orang seumur hidupnya.” (Corey, L. And Holmes, K. Sexual Transmissions of Hepatitis A in Homosexual Men.” New England J. Med., 1980, pp 435-438).
43% dari golongan kaum gay yang berhasil didata dan diteliti menyatakan bahwasanya selama hidupnya mereka melakukan homo seksual dengan lebih dari 500 org. 28% melakukannya dengan lebih dari 1000 orang. 79% dari mereka mengatakan bahwa pasangan homonya tersebut berasal dari orang yang tidak dikenalinya sama sekali. 70% dari mereka hanya merupakan pasangan kencan satu malam atau beberapa menit saja (Bell, A. and Weinberg, M.Homosexualities: a Study of Diversity Among Men and Women. New York: Simon & Schuster, 1978).
Ketiga, dampak Pendidikan :
Siswa ataupun siswi yang menganggap dirinya sebagai homo menghadapi permasalahan putus sekolah 5 kali lebih besar daripada siswa normal karena mereka merasakan ketidakamanan. Dan 28% dari mereka dipaksa meninggalkan sekolah (National Gay and Lesbian Task Force, “Anti-Gay/Lesbian Victimization,” New York, 1984)
Keempat, dampak keamanan :
Kaum homo seksual menyebabkan 33% pelecehan seksual pada anak-anak di Amerika Serikat; padahal populasi mereka hanyalah 2% dari keseluruhan penduduk Amerika. Hal ini berarti 1 dari 20 kasus homo seksual merupakan pelecehan seksual pada anak-anak, sedangkan dari 490 kasus perzinaan 1 di antaranya merupakan pelecehan seksual pada anak-anak (Psychological Report, 1986, 58 pp. 327-337).
Meskipun penelitian saat ini menyatakan bahwa persentase sebenarnya kaum homo seksual antara 1-2% dari populasi Amerika, namun mereka menyatakan bahwa populasi mereka 10% dengan tujuan agar masyarakat beranggapan bahwa jumlah mereka banyak dan berpengaruh pada perpolitikan dan perundang-undangan masyarakat (Science Magazine, 18 July 1993, p. 322).
Pandangan Islam Terhadap LGBT
Keharaman perilaku menyimpang LGBT telah jelas dalam Islam. Islam adalah din yang mulia dan memuliakan manusia. Al-Qur’an telah menunjukkan bahwa hikmah penciptaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah untuk melestarikan jenis manusia dengan segala martabat kemanusiaannya yang ditunaikan melalui pernikahan. Namun dalam peradaban Barat memandang bahwa penciptaan naluri seksual bukan semata-mata untuk melestarikan jenis manusia namun sebagai sarana mendapatkan kenikmatan jasadiyah. Oleh karena asas sekulerisme dan liberalisme yang mendasari peradaban kufur mereka, maka mereka berpendapat bahwa naluri seksual ini dapat dipenuhi kapan saja, dimana saja dan dengan siapa saja, termasuk dengan cara apa saja. Baik dengan sesama jenis, dengan anak-anak, dengan benda, dengan hewan bahkan dengan mayat sekalipun. semua bebas karena dijamin oleh hak azasi (HAM).
Islam memandang bahwa tidak ada manusia yang diciptakan Allah dengan penyimpangan orientasi seksual. Ketika ada penyimpangan dalam orientasi seksual, maka diantara yang harus dievaluasi adalah proses tumbuh kembangnya, apakah menguatkan fitrahnya atau malah menyimpangkannya.
Jika kini LGBT menjadi tantangan besar kaum muslimin maka perlu disadari bahwa ini tidak terjadi dengan sendirinya secara spontan. Kemunculan gerakan ini dan penyebarannya pada habitat yang tepat berada dalam pengasuhan peradaban kufur Barat. Jika dievaluasi lebih dalam permasalahan pelik ini kembali ke akar masalah tegaknya peradaban Barat ditengah kehidupan umat, dibawah sistem kufur Demokrasi. Peradaban Barat terbukti menimbulkan bencana besar bagi manusia karena merusak spiritual dan memperdaya bangsa-bangsa dalam kemajuan semu di balik slogan kebebasan dan kesetaraan.
Maka solusi tuntas untuk menyelesaikan masalah LGBT memang tidak dengan menerapkan Islam secara parsial sebagaimana pemberlakuan syariah Islam di Aceh. Justru umat Islam harus kembali ke akar peradabannya yang mulia, yaitu peradaban Islam dengan menerapkan hukum-hukum Islam secara menyeluruh dalam institusi negara. Dari sanalah persoalan ini akan di urai. Negara Islam akan mendorong setiap warga negaranya untuk memiliki ketakwaan individu seraya mewujudkan kontrol sosial dan penjagaan dari negara sebagai pendekatan kuratif.
Islam mencegah dan menjauhkan disorientasi seksual menjangkiti masyarakat dengan berbagai aturannya yang rinci. Salah satunya dengan larangan mendekati zina dan menyegerakan pernikahan.
Ketika seorang laki-laki menjadi suami maka akan terbentuk karakter maskulinitas. Karena ia dituntut untuk bertanggung jawab, menjadi pemimpin rumah tangga, menafkahi istrinya lahir batin dan menjadi pelindung bagi keluarganya. Di sisi lain, pernikahan mengkondisikan seorang laki-laki menggauli istrinya, memenuhi naluri seksual pada tempatnya menjadi benteng baginya dari perbuatan keji, maka itulah seseorang yang sudah menikah dalam istilah fikih disebut muhsan (orang yang terjaga). Demikian pula perempuan, didalam pernikahan akan terbentuk dengan matang feminitasnya. Ia akan menjadi ibu lalu hamil, melahirkan dan mengasuh keluarganya.
Sesungguhnya hal-hal yang hari ini dijalankan, diusung dan diperjuangkan dengan bangga oleh Awkarin dan orang-orang yang segolongan dengannya dengan menggilai pergaulan bebas dan hedonisme adalah hal-hal dari apa-apa yang di dunia Barat sendiri telah ditinggalkan oleh generasi mereka.
Tren terkini yang melanda anak muda Eropa adalah Islam. Fenomena ini di kenal dengan sebutan Islam Pop. Fenomena ini berkembang dari lingkungan menengah keatas dan kalangan terpelajar. Gambaran mereka berbeda jauh dengan imej para imigran. Muslim muda, sukses, terintegrasi, sangat religius, santun dan bersih. Jika mereka muncul di televisi, koran, majalah, atau media-media lainnya, mereka selalu dengan tegas mengatakan dengan tersenyum, “Saya seorang Muslim.” Mereka sangat aktif secara sosial. Penampilan mereka sangat keren untuk ukuran remaja, namun tidak terlihat hedonis ataupun liberal.
Tampak jelas sebuah generasi budaya yang muda sedang tumbuh di Eropa, dan tak ada kontradiksi antara menjadi anak muda yang taat pada agamanya dengan menjadi seorang warga negara yang baik. Anak-anak muda ini jelas telah membuat lingkungan Barat mereka jatuh hati. Bagaimana tidak, sementara anak-anak mereka melakukan seks bebas, mengonsumsi narkoba, tersendat dalam prestasi akademik, anak-anak muda Muslim ini timbul ke permukaan. Tidak heran jika banyak pengamat Barat mengatakan bahwa 40 tahun ke depan, Eropa akan menjadi benua Muslim terbesar di dunia. Duta besarnya sekarang adalah mereka generasi Pop Islam.
Kepada generasi muda Indonesia, wabilkhusus generasi muda Aceh, masihkah anda tersilaukan dengan boneka peradaban Barat yang memamerkan kemajuan semu ?Kepada para follower, bijaklah memilih siapa yang layak diteladani. Peradaban masa depan adalah milik Islam dan kaum muslimin, bersegeralah untuk move on sebelum tergulung badai kerusakan LGBT. Wallahu’alam. GF
*Penulis adalah ASN di Aceh