Simalakama Pendengung

0
47
Lulu Nugroho, Muslimah Penulis dari Cirebon/Foto2 : Ist
“Senjata makan tuan. Sudahlah para pendengung tidak beraktivitas atas dasar iman, mereka pun tidak berilmu. Segala berita miring untuk menjatuhkan oposan, akan mereka sebarkan. Alhasil umat yang semakin cerdas politik, mampu menganalisa sendiri, mana info yang sahih dan yang batil,”

Oleh : Lulu Nugroho

Lapan6Online : Buzzer atau para pendengung, adalah sebuah aktor baru yang muncul seiring kemajuan teknologi informasi. Keberadaannya tidak dapat dipandang sebelah mata, sebab mereka adalah salah satu pelaku yang mengacaukan informasi yang beredar di tengah umat. Dalam jumlah besar dan kecepatan yang tinggi, mereka menyiarkan info di tengah masyarakat.

Akan tetapi Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, aktivitas para pendengung pendukung Presiden Joko Widodo saat ini justru merugikan presiden terpilih periode 2019-2024 itu. Ia mengimbau para pendukung Jokowi tersebut menyebarkan informasi yang positif di media sosial. (Cnn.indonesia, 4/10/2019).

Secara perilaku, ditemukan 3 tipologi pesan yang disampaikan oleh para buzzer di Tanah Air. Pertama adalah pesan dukungan terhadap pemerintah dan partai, kedua pesan berupa kritik terhadap pernyataan oposisi pemerintah, dan ketiga adalah pesan yang menggiring opini terhadap suatu isu.

Para pendengung ini mampu menciptakan konten misinformasi dan manipulatif dengan menggunakan dukungan dari media online. Moeldoko pun berpendapat bahwa ‘buzzer’ tersebut harus ditinggalkan karena pesta demokrasi lima tahunan ini sudah selesai. Bahkan, ia mengaku terkadang bahasa yang dipakai ‘buzzer’ tak enak untuk didengar.

Semula mereka memang dibutuhkan untuk menggiring opini publik. Mengarahkan pemikiran umat agar pro terhadap isu tertentu. Ternyata kini keberadaan mereka, merepotkan. Moeldoko menyatakan kehadiran buzzer awalnya untuk memperjuangkan dan menjaga marwah pemimpinnya. Namun pasca Pemilu, mereka tak diperlukan lagi. Buzzer akhirnya menjadi simalakama.

Temuan menarik dari Samantha Bradshaw dan Philip N. Howard dengan judul “The Global Disinformation Order, 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation”. Lewat penelitian, mereka melihat penyebaran buzzer di 70 negara yang membentuk opini, menyebarkan ide gagasan dan agenda politik, termasuk Indonesia.

Media yang digunakan Twitter, Facebook, Instagram. Ada yang menggunakan akun boot, ada juga dikendalikan oleh manusia. Di Indonesia sendiri, mereka mendapatkan gaji mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 50 juta. (Telset.id, 4/10/2019). Bukti bahwa para pendengung bukan pemain tunggal. Ada sutradara yang membiayai bisnis mereka.

Senjata makan tuan. Sudahlah para pendengung tidak beraktivitas atas dasar iman, mereka pun tidak berilmu. Segala berita miring untuk menjatuhkan oposan, akan mereka sebarkan. Alhasil umat yang semakin cerdas politik, mampu menganalisa sendiri, mana info yang sahih dan yang batil.

Para pendengung kini benar-benar menjadi bumerang bagi penguasa. Umat akhirnya tahu karakter kepemimpinan yang ada sekarang. Umat juga mengerti bahwa sia-sia berharap pada sekularisme. Sebab bukan ideologi itu, solusi hakiki yang harus diambil untuk menuntaskan persoalan negeri.

Tidak hanya itu, keberadaan para pendengung pun hanya ada di alam sekularisme. Mereka digunakan untuk mencapai kepentingan tertentu. Tanpa peran Allah, manusia bak raja berkehendak sesuka hati. Menyebarkan opini buruk, dusta dan kerusakan, hanya demi pencitraan dan posisi tinggi. Bahkan tidak jarang melukai sesama muslim atau mengakibatkan hilang nyawa saudara sendiri.

Hal semacam itu tidak ada dalam Islam. Sebab hanya informasi sahih yang beredar di tengah umat. Penguasa Islam memberi perlindungan terbaik terhadap pemikiran umat. Hal itu dilakukan demi penjagaan akidah. Maka tidak akan dibiarkan ada info yang merusak meruap, menjauhkan umat dari agamanya.

Strategi informasi diarahkan untuk menyampaikan Islam melalui metode khusus dengan pemaparan yang kuat dan membekas. Mengarahkan umat agar bergerak atas dasar iman, bukan karena dorongan hajatul udhowiyah (kebutuhan jasmani) atau gharizah (naluri) saja. Sehingga tidak akan ada celah bagi informasi yang menjauhkan umat dari agamanya.

Buzzer naik daun di alam demokrasi. Mereka merusak informasi yang beredar di tengah umat. Tidak hanya menyebarkan berita bohong atau hoax, juga mengalihkan rakyat dari kemampuan mereka berpikir lurus ketika menganalisa fakta. Hasilnya, umat hanya mampu berpikir dangkal dan pragmatis.

Oleh sebab itu, kembalikan umat pada Islam. Akidahnya yang sahih yang memuat solusi bagi seluruh persoalan negeri. Umat yang bertakwa dan berilmu, tidak akan terbawa berita buruk yang disebarkan para pendengung. Sebab dalam sistem bernegara yang berlandaskan Islam, para pendengung tidak akan mendapat panggung. Bahkan aktivitas dakwah akan memukul balik, serta menghabisi lahan mereka. Wallahu ‘alam. GF

* Muslimah Penulis dari Cirebon

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini