“Pada waktu itu tidak ada ruang lagi untuk [PA 21 & FPI] merangkul kekuatan besar kecuali Prabowo. Tapi Prabowo memanfaatkan lagi PA 212 untuk kepentingan elektoral. Seolah-olah dalam bahasa politik, masing-masing saling dukung,”
Jakarta, Lapan6online.com : Prabowo Subianto dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 mesra selama menyongsong Pilpres 2019. Kini, hubungan ini renggang. Berbalik 180 derajat. Terutama setelah Ketum Gerindra ini memangku jabatan Menteri Pertahanan di Kabinet Jokowi-Ma’ruf.
Awal mula hubungan akrab PA 212 dengan Prabowo terjalin lewat Ijtima Ulama Jilid I-IV mulai 27 Juli 2018-5 Agustus 2019. Dalam Ijtima Ulama Jilid II, Prabowo menyanggupi permintaan PA 212 memulangkan Imam Besar FPI, Rizieq Shihab.
Hal ini ditagih lagi ke Prabowo lewat Ijtima Ulama Jilid IV. Namun, kini PA 212 berpaling.
Ketua Presidium PA 212, Slamet Ma’arif menyatakan, tidak akan mengemis kepada rezim kali ini. Bergabungnya Prabowo ke dalam rezim Jokowi telah membuat PA 212 bertekad memulangkan Rizieq Shihab.
“Itu amanat Habib Rizieq, Insyaallah beliau akan segera pulang dengan usaha dan cara kami sendiri,” kata dia, Jumat (25/10/2019).
Rizeq meninggalkan Indonesia bersama dengan keluarganya sejak April 2017. Pada tahun itu, ia dibidik karena kasus yang disebut sebagai ‘chat mesum’ oleh polisi. Sejak saat itu, ia berada di pengasingan.
Rizieq saat ini juga terkena sanksi denda dari Arab Saudi karena tinggal di sana melebihi batas waktu (overstay). Upaya memulangkan Rizieq juga sempat mencuat sebelum pertemuan pertama antara Prabowo dengan Jokowi pada Juli 2019. Mencuat syarat rekonsiliasi, di antaranya, memulangkan Rizieq.
Namun, Koalisi Jokowi-Ma’ruf menolak proposal dari pendukung Prabowo ini. Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan Menhan ini tidak pernah memutus silaturahmi. Bisa saja pertemuan Prabowo dan jajaran PA 212 terjadi lagi di lain hari.
“Pak Prabowo tidak pernah memutus silaturahmi dengan siapa pun. Beliau terbuka, wong dengan rival politik saja beliau bisa bersilaturahmi, apalagi dengan yang lain” ucap dia ketika dihubungi Tirto, Jumat (25/10/2019).
Namun, Dahnil enggan menjawab perihal desakan pemulangan Rizieq Shihab yang masih diharapkan PA 212 meski bosnya sudah jadi bagian rezim Jokowi-Ma’ruf.
Babak Baru
Soal rencana merajut hubungan pascapilpres, Slamet Ma’arif, setuju dengan Dahnil. Tapi soal Rizieq, ia akan bergerak dengan caranya sendiri. “Silaturahmi dalam Islam dianjurkan. Kenapa tidak?” ujar Ma’arif.
Ia menyatakan pihaknya berkomunikasi dan mendukung Prabowo-Sandiaga dalam Pemilu 2019 karena dua hal, yaitu: (1) Ingin perubahan yang lebih baik untuk Indonesia; (2) Hasil Ijtima ulama merekomendasikan dan mendukung Prabowo-Sandiaga.
“Karenanya kami jalan bersama, setelah pilpres usai ditandai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi, selesai sudah perjuangan kami dukung Prabowo-Sandiaga,” kata Ma’arif. Bahkan, lanjut dia, sejak MK memutuskan pemenang pemilu, PA 212 sudah tidak ada komunikasi dengan paslon nomor urut 02 itu. Namun, bukan berarti berakhir, karena ada peluang bertemu kembali dalam balutan ‘silaturrahim’.
“Silakan Prabowo ambil kebijakan dan langkah politik dengan partainya. Bukan kapasitas kami lagi mencampuri urusan partai apapun. Termasuk partai pendukung Prabowo,” ucap Ma’arif.
Dia menegaskan pihak PA 212 tetap melanjutkan perjuangan sesuai dengan hasil Ijtima Ulama IV. Di dalamnya termuat keputusan untuk membuat gerakan moral guna menegakkan keadilan, melawan kezaliman, memulangkan Rizieq Shihab, melawan penista agama dan mengkritisi kebijakan pemerintah.
“Kami tak pernah akan membiarkan ada kebijakan apapun yang bertentangan dengan nilai keadilan dan bertentangan nilai Islam,” jelas Ma’arif.
Politik Saling Kunci
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Komputer Indonesia, Adiyana Slamet, menyatakan dalam konteks perpolitikan ada ranah memanfaatkan satu sama lain, kepentingan permasalahan.
“Pada waktu itu tidak ada ruang lagi untuk [PA 21 & FPI] merangkul kekuatan besar kecuali Prabowo. Tapi Prabowo memanfaatkan lagi PA 212 untuk kepentingan elektoral. Seolah-olah dalam bahasa politik, masing-masing saling dukung,” ujar Adiyana, ketika dihubungi Tirto, Jumat (25/10/2019).
Prabowo dan PA 212, kata dia, saling ‘mengunci’. PA 212 mengunci Prabowo dengan kepentingan elektoral, sedangkan Prabowo membutuhkan untuk kepentingan agar kelompok itu tidak lagi ditekan negara. Ia melihat ada indikasi kuat PA 212 hanya sebagai ‘kendaraan politik’ Prabowo.
“Karena pertemuan ini bukan ideologis. Kalau ideologis, aspek pesan politik dan lainnya tidak berimplikasi seperti ini. Tapi ada konsensus. Maka ini memunculkan dampak saling downgrade,” lanjut Adiyana.
Menurutnya, strategi saling kunci wajar, karena berdasar kepentingan pragmatis, sehingga dalam konteks politik Pemilu 2019 tidak ada ‘makan siang gratis’.
“Semua punya kepentingan masing-masing. Kalau pertemuan ideologis, [saling sandera] tidak wajar,” sambung Adiyana. Baginya, seolah-olah dengan Prabowo jadi Menteri Pertahanan saat ini, pihak 212 tidak diperlukan lagi.
Hal ini menimbulkan hubungan baru. Pertemuan dua pihak itu bisa saja terjadi ketika ada perubahan situasi dan kondisi pemerintahan ke depan. Contohnya, lanjut Adiyana, ada kelompok yang mendesak Prabowo agar memulangkan Rizieq. Pemulangan itu belum tentu terjadi saat ini, karena mungkin saja ada konsensus Joko Widodo dan Prabowo agar ia tak pulang dahulu.
“Hari ini resistensi [penolakan] tinggi, minim sekali indikasi pemulangan [Rizieq] itu,” tutur dia.
(Adi Briantika/Zakki Amali/Tirto.id)