“Ke depan kalau ada masalah atau ditolak oleh pemerintah pusat, jangan salahkan DPR Papua karena tidak sesuai prosedur paripurna di DPR Papua. Para bupati harus memahami aturan ini,”
Jayapura, Lapan6online.com : Legislator Papua, Nioluen Kotouki, menilai permintaan pemekaran dari para bupati hanya pengalihan pertanggunjawaban pengunaan dana Otonomi Khusus (Otsus), yang dipolitisasi dalam agenda pemekaran Provinsi Papua Tabi dan Papua Selatan.
“Saya usulkan kepada Gubernur Papua dan bupati untuk melakukan evaluasi pelaksanaan Otsus secara total, mulai tahun 2001 sampai sekarang,” katanya, kepada Jubi, melalui sambungan selulernya, Minggu (3/11/2019).
Kotouki mengatakan dalam pelaksanaan Otsus tentunya harus menghadirkan pihak-pihak yang berkompeten, baik itu pemerintah pusat, KPK, LSM, dan masyarakat sebagai pelaku pembangunan.
“Evaluasi dilakukan agar bisa mengetahui sejauhmana dana otonomi khusus dipakai sesuai dengan instrumennya, yakni membangun aspek ekonomi, pendidikan, dan infrastruktur untuk kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Kotouki mengatakan dirinya sebagai perpanjangan tangan dari rakyat melihat permintaan pemekaran provinsi tidak ideal.
“Karena pemekaran itu hajatnya rakyat, bukan hajatnya politikus. Sebaiknya saat ini para bupati berbicara soal pelaksanaan Otsus, sudah seberapa jauh mereka mensejahterakan rakyat di daerah. Keberhasilan yang dihasilkan itu rakyat suda harus tahu tanpa membabi butakan rakyat,” katanya.
Kotouki mengatakan aspirasi pemekaran itu harus menghargai prosedur yang ada. Kadang para bupati menyepakati secara sepihak tanpa melakukan sidang paripura DPRD dan DPR Papua untuk diproses ke pemerintah pusat.
“Ke depan kalau ada masalah atau ditolak oleh pemerintah pusat, jangan salahkan DPR Papua karena tidak sesuai prosedur paripurna di DPR Papua. Para bupati harus memahami aturan ini,” katanya.
Lanjut Kotuki, para bupati jangan minta provinsi lagi tetapi urus masyarakat dengan meningkatkan kesejahteraan mereka melalui dana otonomi khusus yang ada.
“Tidak ada pemekaran tetapi evaluasi dana Otsus. Saya menilai para bupati bingung di akhir masa jabatannya di beberapa kabupaten, seperti di wilayah Tabi, Saireri, Meepago, bahkan beberapa kabupaten lain yang memanfaatkan hajat rakyat Papua dan meminta pemekaran provinsi baru di Tanah Papua,” katanya.
Mantan Ketua Lembaga Pusat Kajian Isu Strategis LPKIS Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia atau LPKIS PMKRI, Thomas CH Syufi, menilai ide pemekaran Provinsi Papua didasarkan analisis intelijen yang keliru.
Syufi menyebut pemekaran Provinsi Papua merupakan cara keliru untuk membangun Papua. “Saya pikir ini sebuah logika bernegara yang salah,” kata Syufi.
Syufi mengatakan boleh saja lembaga intelijen negara seperti Badan Intelijen Negara menyajikan informasi maupun analisis intelijen mereka. Akan tetapi, proses pemekaran harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan. (*)
(Jubi.co.id/Hengky Yeimo)