“Pemerintah Daerah tidak mengajak langsung partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah TPA yang berada tepat di Desa Kami. Seharusnya itu melibatkan masyarakat Desa Burangkeng baik dari sisi pengelolaan, monitoring dan evaluasinya,”
Bekasi, Lapan6Online : Desa Burangkeng berada di ujung Barat Kabupaten Bekasi. Daerah yang awalnya hijau, rindang dan kental dengan kearifan lokalnya kini penuh sampah dan lalat. Berawal sebagian desanya digunakan untuk usaha peternakan ayam, yang akhirnya di jadikan TPAS (Tempat Pembuangan Akhir Sampah,red). Keberadaan TPAS menyebabkan kondisi geografis dan demografis Desa Burangkeng berangsur-angsur berubah dalam kurun waktu 23 tahun.
Dari yang tadinya rindang, satu persatu pohon mengering dan mati. Dari sebagian masyarakat yang tadinya petani, pedagang berubah menjadi pemulung. Perubahan itu diakibatkan adanya tumpukan sampah menggunung hingga sekarang. Sumber : Moch Hatta ( 67 tahun)
Akan terlihat jelas ketimpangan dengan Daerah Cikarang. Cikarang merupakan wilayah industri terbesar se Asia Tenggara.(Detikfinance) 29/08/2017.
Kawasan Industri, kawasan perumahan, apartemen, pasar dll dibangun besar-besaran yang bagian aktivitasnya menghasilkan “sampah” , dan akhirnya bermuara satu titik di Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat.
Desa yang menjadi tempat satu-satunya tumpuan sampah Kabupaten Bekasi. Dari mulai polusi udara, air dan tanah dihadapi oleh warga Burangkeng setiap hari. Belum lagi berjuta-juta lalat, virus dan bakteri berkembang biak.
Memang, sebagian kecil bagi yang ahli mengelola sampah (pelapak, pemulung) menjadi rejeki tersendiri. Namun tak sebanding dengan jumlah warganya yang lebih dari 14 ribu Kepala Keluarga. Terbukti semakin menggunung dan bertambah tinggi keberadaan sampahnya.
Desa Burangkeng kini dihantui oleh dampak besar dari jutaan ton tumpukan sampah. Hak untuk hidup masyarakat Desa Burangkeng sama seperti manusia yang lain. Hak hidup layak, hak hidup sehat dan Hak-hak yang lain sesuai dengan Hak Asasi Manusia. Kini mereka hanya bisa meratap, menerima dampak dari gunungan sampah, yang tidak tau lagi seperti apa masa depan Desa Burangkeng.
Saat di temui pada Selasa malam 19 Nov 2019, Tokoh Pergerakan Pemuda Burangkeng Carsa Hamdani menyampaikan bahwa, Selama ini masyarakat Burangkeng hidup di sekitar tumpukan sampah dan langsung menerima dampak dari TPA milik PemKab Bekasi. Pengelolaan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan seperti UU No 32 tahun 2009 dan UU No 18 Tahun 2008 akan semakin memperburuk kualitas lingkungan. “Sampai para pemuda yang tergabung dalam Persatuan Remaja Burangkeng Peduli Lingkungan berinisiatif memasang banner “Wisata Lalat ” yang pada intinya menyampaikan dan membuktikan bahwa jutaan lalat, berkembang biak di Desa Burangkeng dengan adanya TPA,” jelasnya.
Menurut Carsa Hamdani, Lalat merupakan binatang yang bisa membawa virus dan bakteri dan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Sangat di sayangkan Pemerintah Daerah tidak mengajak secara langsung partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah TPA yang berada tepat di Desa Burangkeng. “Seharusnya itu melibatkan masyarakat Desa Burangkeng baik dari sisi pengelolaan, monitoring dan evaluasinya, karena masyarakat Burangkeng yang langsung terdampak, “ tambahnya.
Ketidakikutsertaan tersebut berakibat masyarakat sulit untuk menyampaikan permasalahan dan dampak negatif yang mereka hadapi setiap hari.
“Sudah saatnya masyarakat Desa Burangkeng aktif dan partisipatif bersama dengan Pemerintah Daerah, khususnya di TPA Burangkeng karena menjadi tumpuan sampah Kabupaten Bekasi. Agar dampak yang ditimbulkan dari timbunan sampah mendapatkan solusi nyata, maka peran aktif masyarakat akan memberikan hasil yang optimal dalam pengelolaan sampah di TPA Burangkeng,” tutup Carsa Hamdani yang didaulat sebagai Ketua Prabu (Persatuan Remaja Burangkeng Peduli Lingkungan).
(Rido/Red-Lapan6online.com)