“Dari sisi sosial, ini negara lagi membuat lobangnya sendiri. Membuat black hole dengan melarang-larang orang-orang yang tidak melakukan apa yang dituduhkan. Ini negara membuat lobang hitam yang suatu saat akan memadat lalu terjadi ledakan besar dan itu akan merugikan negara,”
Jakarta, Lapan6online.com : Advokat yang juga politikus PDI Perjuangan Kapitra Ampera, menyesalkan polemik di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun masyarakat soal hadirnya Ustadz Abdul Somad alias UAS untuk berceramah pada Selasa (19/11) lalu.
Ketua KPK Agus Raharjo bahkan menyatakan bakal memeriksa stafnya yang jadi pengurus di Badan Amal Islam KPK (BAIK), karena menghadirkan UAS tanpa seizin pimpinan. Dia juga keberatan dai kondang itu berceramah di lingkungan KPK, karena sosok ulama asal Riau itu pernah menjadi kontroversi. Namun, tidak dijelaskan apa masalahnya.
Nah, Kapitra menilai masih adanya perlakuan semacam itu terhadap sejumlah ulama, menandakan negara mengalami disorder atau situasi yang tidak normal bahkan kecemasan yang mengarah pada islam fobia.
“Dari sisi sosial, ini negara lagi membuat lobangnya sendiri. Membuat black hole dengan melarang-larang orang-orang yang tidak melakukan apa yang dituduhkan. Ini negara membuat lobang hitam yang suatu saat akan memadat lalu terjadi ledakan besar dan itu akan merugikan negara,” ucap Kapitra, Jumat (22/11).
“UAS itu masanya minimal 11 juta orang lo. Dan itu harus dipahami negara. Seharusnya negara ini merangkul semua pihak, Jokowi harus merangkul semua pihak. Jangan satu pihak dirangkul, satu pihak dimusuhi, lalu malah dibenturkan satu sama lain, ini kan bahaya,” tutur mantan Caleg PDIP untuk DPR, Dapil Riau 2 ini.
Kapitra juga mempertanyakan apa dasar pimpinan KPK memeriksa stafnya yang menghadirkan UAS ke acara pengajian di lembaga antirasuah itu. Sebab, katanya, acara ceramah agama itu bagian dari kebebasam beragama yang dijamin konstitusi.
Kalau UAS dilarang hadir dan memberi pengajian di lembaga seperti KPK dan kantor pemerintahan karena dicap punya paham radikalisme, kata Kapitra, hal itu merupakan fitnah untuk ulama yang beberapa waktu lalu juga ditolak memberi pengajian di UGM Yogyakarta.
“Bagaimana menentukan cap radikalisme itu, apakah UAS pemberontak? Apakah UAS pernah mengajurkan untuk memberontak? Kan tidak pernah. Jadi, mereka sudah terbawa-bawa oleh opini yang menyesatkan,” tegas Kapitra.
Sebemarnya, kata pria kelahiran Padang tersebut, kehadiran UAS menjadi spritit untuk pegawai KPK untuk lebih giat melakukan tugasnya memberantas korupsi. Sehingga kegiatan itu mestinya direspons positif oleh m pimpinan KPK maupun masyarakat.
Ke depan, Kapitra berharap bahwa negara memperbaiki kebijakan dan persepsinya terhadap radikalisme. Selain itu harus ada kriteria jelas tentang ulama atau apa pun yang dicap radikalisme itu sendiri.
“Apa itu kriteria ulama radikal, dan siapa saja umumkan. Jangan cuma mencap saja. Ini kan menyangkut hak asasi orang. Ini fitnah terhadap UAS, tidak boleh dibiarkan,” tandas Kapitra. (JPNN.com)