“Pertunjukan teater dipilih sebagai media yang diharapkan dapat memberikan nuansa yang berbeda dalam sosialisasi cagar budaya secara massal.”
Jakarta, Lapan6online.com : Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman bekerja sama dengan komunitas seni, Institut Teater Cinangka menyuguhkan sebuah kampanye cagar budaya yang dikemas melalui pementasan teater di Taman Ismail Marzuki (TIM) berjudul “Tutut Ingin Kaya” sebagai refleksi dari kegelisahan sebuah kondisi negatif serta dorongan untuk memperbaiki hubungan tingkah laku manusia dengan lingkungannya termasuk lingkungan budaya dan cagar budaya.
Desse Yussubrasta, Kepala Sub Direktorat Program, Evaluasi dan Dokumentasi – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan, melalui pementasan teater, diharapkan mampu mengenalkan dan meningkatkan pemahaman mengenai cagar budaya kepada masyarakat luas serta menumbuhkan rasa kepedulian terhadap pelestarian cagar budaya. Memahami dan menghormati peraturan perundang-undangan. Tidak melakukan tindakan perusakan atau pelanggaran nilai-nilai cagar budaya yang berimbas pada rusak, hancur, dan musnahnya cagar budaya.
“Pertunjukan teater dipilih sebagai media yang diharapkan dapat memberikan nuansa yang berbeda dalam sosialisasi cagar budaya secara massal.” terang Desse Yussubrasta di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Desse mengakui, bahwa konsep cagar budaya yang dipadu dengan konsep teater adalah program yang baru digagas oleh Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. “Sebetulnya konsep teater ini baru kita gagas pada tahun ini, karena memang nggak mudah kita sosialisasi Undang undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya,” terang Desse.
Menurutnya, aturan sosialisasi itu sudah sering dilakukan, baik secara resmi, secara langsung melalui pemerintah daerah, masyarakat, maupun komunitas-komunitas budaya, namun Desse juga mengakui, yang sedang dipikirkan adalah bagaimana caranya pemerintah berhasil meningkatkan pemahaman masyarakat dengan cara yang lain.
“Ini yang sering kali kita berpikir keras dan banyak melibatkan siapa pun (seperti komunitas-komunitas) dan kebetulan kita bertemu dengan teman teman dari Intitute Teater Cinangka, kemudian kita berkolaborasi dan bertemu dalam bentuk atau wujud teater. Jadi kolaborasi dengan teater itu sendiri, musikal, dan lainnya, sebagai bentuk sosialisasi cagar budaya secara massal,” ucapnya.
Sebab, menurut Desse, berbicara Cagar Budaya, tentunya orang ada yang paham dan ada yang tidak. padahal Cagar budaya berfungsi sebagai penggugah jiwa untuk tetap mengenang, menghargai, dan belajar dari masa lalu sebagai pemantik semangat membangun negeri di masa kini, di era keterbukaan di mana identitas dan jati diri sebuh bangsa tidak boleh tergerus dengan globalisasi.
Diketahui, Kepingan-kepingan masa lalu yang melekat, keberadaannya memberikan pengaruh di masa kini, membuktikan bahwa peran penting masa lalu mampu menjadi pelajaran yang berharga demi kemakmuran di masa mendatang.
“Semua kembali kepada kita selaku generasi penerus untuk tetap mempertahankannya dengan melindungi dan memanfaatkan cagar budaya dengan kegiatan positif yang mampu membangun dan memperkuat kepribadian bangsa.” tandasnya.
Sementara itu, Sutradara “Tutut Ingin Kaya”, Amelia Rosydah mengatakan, pada intinya pementasan ini dilatarbelakangi kegelisahan-kegelisahan karena generasi muda pada saat ini nyaris tidak mengetahui bagaimana caranya memperlakukan atau merawat cagar budaya itu sendiri.
“Apa saja sih yang disebut cagar budaya? Nah dari kegelisahan-kegelisahan tersebutlah akhirnya kami berusaha memberi sebuah edukasi kecil yang semoga bermanfaatnya nantinya.” Ucap Amelia.
Pementasan “Tutut Ingin Kaya” dilatarbelakangi di tengah arus peradaban yang penuh dengan rasa ketergantungan akan hal-hal yang bersifat materi, membuat siapa saja akan mudah takluk dan tunduk, ketika pancangan kuda-kuda tidak segera dipasang untuk bisa menyeimbangkan nafsu yang ada di dalam diri.
Inilah tema yang diangkat ke dalam panggung teater oleh Intitute Teater Cinangka, bahwa dalam nafsu dipengaruhi oleh keinginan berkuasa, harta dan rupa. Ketika manusia telah terlingkupi nafsu semu, segala budi pekerti musnah, abai pada sang pencipta apalagi sejarah perjalanan bangsanya. Rela melakukan apapun untuk mewujudkan keinginan termasuk mencederai peraturan undang-undang.
Tutut Suhartini, salah-seorang gadis asal Desa Sukasari, telah berjanji untuk mengubah nasibnya sendiri menuju ke suasana hidup yang lebih baik, setelah ditinggal Ibu dan Bapaknya mangkat ke langit. Hanya dengan cara meminta saran kepada seorang Dukun, yang kesaktiannya tidak perlu dikhawatirkan dan dicemaskan lagi.
Melalui lakon ini, akan dikisahkan perjalanan seorang Tutut, yang ingin menggapai kesenangannya dengan tidak menghadirkan sebuah jalan yang panjang. Nilai sebuah benda tinggalan masa lalu yang dihargai hanya dengan beberapa lembar. Benda yang dilindungi oleh undang-undang dan menjadi aset negara, sebuah arca emas sebagai representasi cagar budaya ikut bermain peran dalam pementasan teater ini.
Benda berharga ini dijual oleh Tutut demi menjadi kaya raya. Tanpa ia sadari, hal itu telah menjerumuskannya ke sebuah lubang yang amat dalam. Sekaligus telah mencederai suatu nilai yang tidak bisa diukur hanya dengan sejumput materi.
Oleh karena itulah, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama segenap keluarga Institusi Teater Cinangka (ITC), mengajak masyarakat untuk menyaksikan pertunjukan sarat makna dan pesan-pesan pelestarian cagar budaya yang telah dipentaskan pada tanggal, 26 November 2019 malam di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Pertunjukan ini terbuka untuk umum dan tanpa dipungut biaya. (*)