“Guru merdeka memiliki makna unit pendidikan atau sekolah. Guru dan muridnya mempunyai kebebasan untuk berinovasi, belajar dengan mandiri dan kreatif. Bisa dikatakan, ini adalah otonomi pendidikan,”
Oleh : Luthfiah Jufri, S. Si,M. Pd
Lapan6Online : Cukup menjadi bukit bahwa pendidikan masa kini yang dibangun atas dasar kapitalis sekuleristik telah nelahirkan berbagai krisis multidimensi di tengah masyarakat.
Betapa dekadensi moral sudah sedemikian parah memapar generasi. Pergaulan bebas, narkoba, LGBT, inses, praktik aborsi, pornografi-pornoaksi maupu budaya kekerasan, nampak kian lekat dalam kehidupan masyarakat hari ini. Ironisnya, rata-rata pelakunya adalah generasi terdidik. Bahkan, dunia pendidikan kini justru semakin akrab dengan budaya kekerasan.
Selain itu, perilaku korupsi kian parah menjangkiti para pejabat negeri. Bahkan di antara mereka tak sadar tindak tanduk kebijakannya yang berpihak kepada asing. Padahal mereka, lagi-lagi merupakan kaum terdidik.
Walhasil, semua ini cukup memberi gambaran betapa pendidikan sekularistik yang telah lama diterapkan nyaris gagal membawa nilai-nilai kebaikan bai outputnya.
Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim dalam pidatonya yang viral menyampaikan gebrakan dalam upaya pembelajaran. Nadiem menegaskan bahwa keberhasilan pendidikan Indonesia ke depan bergantung kepada kemerdekaan dalam belajar.
Nadiem mengatakan, bahwa tantangan yang akan dihadapi ke depan begitu kompleks, sehingga membutuhkan segudang kompetensi. (Merdeka.com, 14/12/2019).
Kompetensi yang dimaksud adalah kreativitas, kolaborasi, kemampuan bekerja sama, kemampuan memproses informasi secara kritis, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berempati. Enam kompetensi ini yang dinilai amat penting.
“Ini adalah kompetensi-kompetensi yang sangat dibutuhkan di masa depan kita. Tidak ada kompetensi menghafal, Ungkap Nadiem di Jakarta, 13/12/2019.
Nadiem menggalakkan konsep merdeka belajar untuk mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang andal. Merdeka belajar memiliki maksud bahwa guru merdeka memiliki makna unit pendidikan atau sekolah. Guru dan muridnya mempunyai kebebasan untuk berinovasi, belajar dengan mandiri dan kreatif. Bisa dikatakan, ini adalah otonomi pendidikan. Ya, mungkin kebijakan otonomi pendidikan dapat dihidupkan kembali di era ini. Sehingga, seluruh anak didik Indonesia memilik ragam cara belajarnya masing-masing. (Kompasiana.com, 26/11/2019).
Nampak dalam Konsep merdeka belajar, merdeka berfikir ada upaya massif meliberalkan para pendidik dan peserta didik. Guru dan Murid diberikan kebebasan (liberal) dalam memaknai materi pelajaran dan berujung pada perilaku dan karakter liberal tanpa dikungkung batasan kebenaran.
Memang, dunia pendidikan tidak boleh hanya menghasilkan SDM yang hanya pandai menghafal tanpa memahami makna dan menginternalisasi pemahamannya. Namun real saat ini dunia pendidikan hanya menghasilkan generasi yang materialistik dan egois bila pemahamannya di isi oleh insan berliterasi dan berkarakter universal lepas dari tuntunan wahyu.
Terkait hal ini, rezim penguasa bahkan terus mengembangkan narasi literasi yang dipandang urgen untuk melawan apa yang mereka sebut sebagai Radikalisme . Di antaranya literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital dan literasi kebudayaan dan kewargaan.
Nampak di sana aspek agama tak menjadi target literasi. Malah literasi yang dikembangkan sangat kental dengan agenda sekularisasi. Setiap anak didik hanya didorong untuk memiliki watak yang mandiri, kritis, berdaya saing, memiliki visi bisnis, dan tak gagap teknologi. Sementara kedudukan agama tak lagi dipandang penting.
Oleh karenanya, masyarakat semestinya waspada bahwa agenda sekularisasi pendidikan hakikatnya adalah untuk memuluskan penjajahan. Masyarakat pun harus waspada bahwa dengan gencarnya arus sekularisasi ini generasi masa depan akan semakin bebas. Mereka akan kian kehilangan pegangan, karena makin dijauhkan dari Islam yang justru menjadi kunci kebangkitan.
Negeri ini masyarakatnya mayotitas muslim. Mereka merupakan umat Islam yang potensial. Umat harus kembali diingatkan bahwa kebangkitan yang hakiki justru hanya bisa diwujudkan dengan Islam. Yakni dengan menegakkannya dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Termasuk dalam bidang Pendidikan.
Umat pun harus diingatkan bahwa sejarah peradaban dunia benar-benar telah mencatat kesuksesan sistem Islam dalam mencetak profil generasi terbaik. Generasi pencetak peradaban yang tinggi, dimana eksistensi mereka mencapai dua pertiga dunia. Generasi terbaik selama tiga belas abad, sebelum keruntuhannya. Mereka adalah generasi emas penakluk dunia guna menebar rahmat bagi seluruh alam. Itulah generasi yang lahir dari institusi Daulah Khilafah Islamiyah. GF