“Terserah kepada Presiden Jokowi, mana yang mau dibarkan. Beliau lebih tahu mana yang lebh penting dan mana yang hanya ada kepentingan tertentu,”
Jakarta, Lapan6Online : Di Gedung Merah Putih KPK yang sekarang ini,. bagaikan ada Matahari kembar. Ada Pimpinan KPK tetapi ada pula Wadah KPK. Kondisi demikian tidak boleh dibiarkan berlarut karena akan mengganggu kinerja KPK secara keseluruhan. Jadinya aneh, lucu bin ajaib, manakah yang benar.?
Demikian kata-kata yang hanya bisa dilontarkan Jansen Leo Siagian, Korwil Sumatera DPP Sedulur Jokowi. Kondisi dualisme itu sangaat kentara. Seperti ada jurang pemisah antara pimpinan, dewan pengawas KPK dengan wadah pegawai KPK. Ketidak harmonisan itu masih sangat kentara tatkala KPK sedang menangani kasus suap terhadap Wahyu Setiawan, anggota KPU pusat.
Melihat kondisi yang sedemikian rupa, Leo Siagian berharap Presiden Jokowi bersikap tegas untuk membubarkan salah satu dari 2 Matahari kembar itu. Wadah KPK Independen itu selalu saja menjual-nama sebagai KPK Independen. Makanya, mereka tidak perlu menghormati Pimpinan KPK yang resmi terpilih untuk periode 2019 – 2023 yang nota bene telah dilantik oleh Presiden Jokowi pada tanggal 20 Desember 2019 yang lalu.
Kalau begini jadinya, maka tidak perlu ada Pimpinan KPK. Keberadaan Wadah KPK Independen itu ibarat mendirikan negara dalam negara yang mana yang benar, rakyat pun bisa jadi bingung dibuatnya.
Menurut Leo, mantan Aktivis Exponen 66, masyarakat pada umumnya juga mencurigai adanya kepentingan Wadah KPK Independen dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Maka satu-satunyanya jalan, harus ada ketegasan dari Presiden Jokowi supaya sesegera mungkin membubarkan salah satu dari antara ke duanya itu. Apakah Pimpinan KPK atau Wadah KPK Independen itu yang harus dibubarkan..?!
“Terserah kepada Presiden Jokowi, mana yang mau dibarkan. Beliau lebih tahu mana yang lebh penting dan mana yang hanya ada kepentingan tertentu,” tandas Leo.
Sementara itu, Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo, mengakui banyak pegawai KPK merasa keberatan ketika undang-undang hasil revisi disahkan DPR dan pemerintah. Setidaknya ada belasan orang menyatakan mengundurkan diri. Mereka dari berbagai posisi strategis, sedangkan sisanya masih bertahan.
Setidaknya ada 1.500 karyawan bekerja di KPK. Tentu ini menjadi pergolakan batin di antara mereka. Yudi sudah meminta rekan sekantornya harus bertahan. KPK tetap bisa kuat bila para pegawai tetap bersatu.
“Saya minta sama temen-temen yang lain untuk stay. Kita tetap bersama-sama,” kata Yudi Rabu pekan lalu.
Kebijakan ini tentu berdampak pada kekuatan KPK yang belakangan terlihat melembek. Apalagi dengan kejadian kasus suap terhadap Wahyu Setiawan, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPK sulit melakukan pengembangan dan penangkapan kepada para pihak diduga terlibat dalam suap dilakukan Harun Masiku, caleg PDIP dapil Sumatera Selatan I.
Akibat kasus itu, Yudi melihat justru banyak orang merundung KPK. Menjadi sasaran risak, seolah KPK tidak lagi punya marwah. “Kami sedih, ya tetapi kami tetap menjalankan pekerjaan,” ucap dia.
Menanggapi hal itu, Ketua KPK, Komjen (Pol) Firli Bahuri mengatakan, sesuai dengan UU No 19 thn 2019 tentang perubahan kedua atas UU No 30 tahun 2002 bahwa KPK terdiri dari Pimpinan KPK, Dewan Pengawas dan Pegawai KPK. Tidak ada penyebutan istilah Wadah Pegawai KPK atau Wadah KPK Independen.
Nomenklatur Wadah Pegawai KPK ada disebutkan dalam PP 63 thn 2005 tentang SDM KPK dan PP tersebut sampai sekarang belum ada dinyatakan tidak berlaku walaupun UU No 19 thn 2019 menyatakan bahwa pegawai KPK itu adalah pegawai negeri atau ASN dan membentuk unit KORPRI.
Dijelaskan Firli Bahuri, dibutuhkan masa transisi selama 2 tahun dalam perubahan status pegawai KPK menjadi PNS. Dalam masa transisi tersebut, seluruh hak keuangan pegawai KPK tetap dibayarkan utuh tanpa ada pengurangan apapun. Untuk urusan ini, dirinya hingga sempat melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
“Seluruh hak keuangan pegawai KPK tetap dibayarkan utuh tanpa ada pengurangan apapun. sambil menunggu ketentuan dan peraturan yang mengatur selanjutnya,” tegas dia.
Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 pada Pasal 1 Ayat (3), menegaskan bahwa KPK merupakan lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan Undang-Undang ini. Kemudian ketentuan pada Ayat (6) menyebut bahwa pegawai KPK adalah aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara.
Dengan menyandang status ASN, UU KPK hasil revisi tetap menegaskan pegawai bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Meski begitu, mereka harus tetap tunduk dengan segala aturan sebagai abdi negara.
“Tapi, kan pegawai KPK sampai sekarang belum alih status menjadi ASN walaupun UU No 19 tahun 2019 menyatakan bahwa pegawai KPK adalah pegawai ASN dan tunduk pada UU ASN. Jadi tidak ada tuh Wadah KPK Independen,” kata Firli melalui WA nya. Mas Te