“Utang ini kesemuanya sudah saling bercampur seperti air kotor tempat cuci tangan rame-rame, dan sekarang utang pemerintah dan BUMN sudah mencapai Rp 10.600 triliun lebih,”
Oleh : Salamuddin Daeng
Lapan6Online : Mengapa utang pemerintah dan BUMN harus dihitung sebagai satu kesatuan? Karena memang demikian adanya, keduanya sudah berkumpul menjadi beban negara yang bercampur dalam satu tempat, seperti air dalam mangkuk tempat cuci tangan
Bagaimana bisa terjadi demikian? Pertama, karena pemerintah mengambil utang dari BUMN, baik BUMN bank maupun BUMN non bank dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN). Kedua, BUMN non bank mengambil utang dari bank bank BUMN dan BUMN keuangan non bank yakni BUMN asuransi. Ketiga, BUMN bank mengambil utang dari BUMN keuangan non bank yakni asuransi dan dana pensiun. Utang ini kesemuanya sudah saling bercampur seperti air kotor tempat cuci tangan rame-rame, dan sekarang utang pemerintah dan BUMN sudah mencapai Rp 10.600 triliun lebih.
Jika pemerintah gagal bayar utang, maka semuanya akan berantakan. Jika BUMN bank maupun non bank gagal bayar utang maka asuransi, pensiun, berantakan. Jika asuransi dan dana pensiun gagal bayar, tahu sendiri akibatnya apa.
Utang Luar Negeri Pemerintah dan Swasta
Mari kita lihat mengapa harus waspada dengan besarnya utang pemerintah dan BUMN sekarang ini? Berdasarkan data Bank Indonesia, utang luar negeri Indonesia atau utang luar negeri pemerintah dan swasta Indonesia sampai dengan kwartal III tahun 2019 mencapai 395,63 miliar dolar AS atau senilai Rp 5.538,88 triliun rupiah. Utang luar negeri tersebut meningkat sebesar 36,64 miliar dolar AS, atau meningkat senilai Rp 513.03 triliun dibandingkan kwartal III tahun 2018 lalu.
Pemerintah dan swasta, termasuk BUMN akan menghadapi masalah besar terkait dengan pelemahan ekonomi global, pertumbuhan ekonomi yang rendah sekarang ini. Utang pemerintah swasta termasuk BUMN menghadapi masalah melemahnya revenue, pendapatan, keuntungan, namun kewajiban makin menggunung. Bagaimana keadaannya?
Utang Pemerintah
Utang luar negeri pemerintahan Joko Widodo sampai dengan kawartal III tahun 2019 adalah senilai 197,14 miliar dolar AS atau senilai Rp 2.759,92 triliun, meningkat sebesar 17,97 miliar dolar AS atau senilai Rp 251,59 triliun dibandingkan kwartal III tahun 2018 lalu. Utang luar negeri akan menjadi prioritas utama pemerintah untuk dibayar dan dilunasi tepat waktu. Itulah mengapa mereka memasang banyak debt collector yang mengurusi keuangan pemerintah yang didampingi konsultan konsultan asing. Selanjutnya utang pemerintah yang bersumber dari Surat Utang Negara Government Debt Securities sampai dengan bulan Januari tahun 2020 mecapai Rp 2.316,25 triliun, atau meningkat senilai Rp 265,43 triliun selama setahun terakhir (Januari 2019 sampai dengan Januari 2020). Jika terjadi apa apa, utang ini akan dikorbankan.
Mungkin akan dibayar dengan janji janji, itu jika terjadi apa apa. Dengan demikian utang pemerintah sampai dengan januari 2020 sedkitnya Rp 5.076,17 triliun. Nilai tersebut diperoleh dari utang luar negeri pemerintah ditambah dengan surat utang negara atau utang dalam negeri pemerintah.
Utang BUMN
Selanjutnya utang luar negeri BUMN yang terdiri dari utang luar negeri BUMN perbankan sampai dengan kwartal III tahun 2019 meningkat senilai 50,76 miliar atau senilai Rp 710,67 triliun. Utang luar negeri BUMN perbankan meningkat dalam periode tersebut (kwartal III 2018 sampai dengan kwartal III 2019) di atas senilai 1,19 miliar dolar AS sehingga sampai kwartal III tahun 2019 utang BUMN bank senilai 7.0 miliar. Sedangkan utang BUMN non bank meningkat senilai 13,46 miliar dolar AS pada periode yang sama, sehingga sampai kwartal III tahun 2019 utang luar negeri BUMN non bank menjadi 43,75 miliar dolar AS atau senilai Rp 612,52 triliun. Selain utang luar negeri, BUMN juga memiliki utang kepada bank dalam negeri dalam jumlah yang lebih besar. Berdasarkan laporan Kementerian BUMN, total utang BUMN sampai dengan akhir tahun 2018 total utang BUMN mencapai Rp 5.604,39 triliun. Empat bank BUMN memiliki utang paling besar yakni PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk senilai Rp 698,19 triliun, Bank Mandiri (Persero) Tbk senilai Rp 1.017,29 triliun, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Rp 1.111,62 triliun, dan bank Tabungan Negara (persero) tbk Rp 282,59 triliun. Total utang BUMN perbankan mencapai Rp. 3.109,71 triliun. Selanjutnya utang BUMN non bank sampai dengan akhir tahun 2018 mencapai Rp 2.411,51 triliun. BUMN non bank dengan utang terbesar di antaranya berdasrakan urutan teratas adalah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yakni mencapai Rp 565,07 triliun, diikuti PT. Pertamina mencapai Rp 508,40 triliun, PT Taspen (Persero) Rp 222,15 triliun, PT Waskita Karya (Persero) Tbk Rp 95,50 triliun, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Rp 89,69 triliun, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk Rp 88,89 triliun, PT Pupuk Indonesia (Persero), Rp 72,88 triliun, PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Rp 68,09 triliun, PT Jasa Marga (Persero) Tbk Rp 62,22 triliun, PT Hutama Karya (Persero) Rp 53,92 triliun, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Rp 50,13 triliun. Dan seterusnya. Jika terjadi apa apa, utang BUMN akan menjadi alat untuk menutup BUMN. Aset aset BUMN dapat disita negara, dijual ke taipan swasta dan asing. Pada saat yang sama bisnis BUMN bisa diambil para taipan. Bukannya taipan dan asing sedang tidak punya uang juga? Nah mungkin skenario ini sedang dipikirkan mereka.
Nasib Pemerintah dan BUMN
Tahun tahun mendatang adalah tahun yang berat bagi pemerintah dan BUMN, dikarenakan dua factor eksternal dan factor internal. Dari eksternal Indonesia akan terdampak oleh kondisi internasional yang makin buruk, yang dumulai dengan perang mata uang (currency war), selanjutnya perang dagang (trade war) dan sekarang seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia akan mengalami pelemahan ekonomi akibat wabah corona virus. Sementara dari internal adalah kondisi daya beli masyarakat yang cenderung menurun selama lima tahun terakhir akan melipatkandakan eskalasi resesi dan krisis ekonomi. Akibat pelemahan ekonomi di semua lini, maka secara otomatis revenue BUMN akan semakin menurun, dengan demikian keuntungan juga akan cenderung menurun.
Demikian juga penerimaan Negara dari pajak dan non pajak yang menurun baik dari pajak ekspor, pajak impor, pajak dalam negeri, cukai, dan lain sebagainya akan menurun. Sementara kewajiban Negara dan kewajiban BUMN tidak mengenal kompromi, harus bayar! Atau asset asset Negara dan asset BUMN disita oleh pemberi utang. Oleh karena itu, Paduka harus hati hati, ada yang mau cuci tangan, jangan sampai diminum. ****
*Penulis adalah peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
*Sumber : rmol.id