Pajak Demi Kesehatan Rakyat, Apa Tak Salah?

0
48
Ratna Munjiah
“Negeri ini negeri kaya, negeri yang seharusnya penduduknya terpenuhi setiap kebutuhan nya dan dijamin oleh negara, namun apa yang terjadi, negeri ini menerapkan cukai atau pajak di setiap lini kehidupan,”

Oleh : Ratna Munjiah

Lapan6Online : Rencana pemberlakuan cukai pada minuman berpemanis kini tengah dalam upaya realisasi. Pada Rabu (19/9), dilansir dari Liputan6.com menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajukan usulan pengenaan cukai minuman berpemanis kepada Komisi XI DPR RI.

Terkait, minuman berpemanis yang dikenakan cukai, Dia menyasar produk yang mengandung pemanis dari gula maupun buatan (sintetik).

“Yang sudah siap konsumsi, jadi kaya kopi sachet, yang isi banyak sekali gulanya,” imbuhnya.

Terkait tarif cukai yang dikenakan minuman berpemanis, produk teh kemasan dikenakan cukai Rp.1.500 per liter. Sedangkan, produk minuman berpemanis lainnya, seperti energi drink, kopi, konsentrat, dan lain-lain dikenakan tarif Rp 2.500 per liter.

Pada cukai ini, tidak semua minuman berpemanis dikenakan. Terdapat pengecualian tarif cukai untuk produk yang dibuat dan di kemas non pabrikasi, madu dan jus sayur tanpa gula, dan barang di ekspor yang mudah rusak dan musnah.

Selain untuk meningkatkan pendapatan negara, rencana ini juga bisa berdampak pada kesehatan. Setidaknya dengan meningkatnya harga, masyarakat bakal pikir-pikir untuk mengonsumsi minuman berpemanis. Namun, apakah cara ini benar-benar efektif?
(https;//www.merdeka.com/sehat/cukai-minuman-manis-bakal-diterapkan-di-indonesia-efektifkah-untuk-tekan-konsumsi-gula.html)

Sistem Kapitalis Menetapkan Pajak
Sungguh miris, negeri ini negeri kaya, negeri yang seharusnya penduduknya terpenuhi setiap kebutuhan nya dan dijamin oleh negara, namun apa yang terjadi, negeri ini menerapkan cukai atau pajak di setiap lini kehidupan. Pajak ditetapkan dengan banyak dalih, salah satunya ingin meningkatkan kesehatan. Apa korelasi antara meningkatkan kesehatan dengan ingin menerapkan cukai terhadap minuman berpemanis.

Dengan diberlakukannya cukai untuk minuman berpemanis maka kembali semakin menunjukkan bagaimana tidak mampunya para pemilik kebijakan dalam mengurus negara. Akhirnya rakyat bisa menilai bahwa pemerintah hanya kejar target untuk mendapatkan pemasukan dari pajak yang pada akhirnya memperbesar pendapatan negara. Dan yang paling menggelikan memberi dalih demi kesehatan maka akan menarik cukai dari produk yang banyak dikonsumsi dan menjadi sumber pendapatan masyarakat kecil (minuman sachet).

Masyarakat Indonesia, sejatinya bukan masyarakat bodoh yang bisa diakal-akalin dengan dalih ini dalih itu, jujur lah saja kalau memang ingin memalak rakyat dengan sederet pajak tersebut.

Kebijakan rezim kapitalis ini tentu semakin menunjukkan bagaimana peran penguasa dan pemilik kebijakan yang ingin mencekik rakyat kecil.

Bukan membuat sehat, justru semakin membuat rakyat melarat, karena menarik cukai dari minuman manis artinya menaikkan harga jual. Sehingga selain menurunkan daya beli masyarakat, mengurangi konsumsi juga akan mengurangi bahkan menghilangkan pendapatan masyarakat pedagang asongan.

Sistem kapitalis yang diterapkan negara saat ini, sejatinya merupakan awal kerusakan dan permasalahan terjadi dalam sebuah negara. Sistem kapitalis mengelola negara hanya berdasarkan manfaat. Dalam sistem ini pemilik kebijakan, penguasa dan pengusaha menjalankan kehidupan berdasarkan manfaat semata.

Tidak akan pernah berpikir akan kondisi rakyat yang lemah yang hidup dalam kesusahan ekonomi. Sistem ini menciptakan kesenjangan antara kaya dan miskin, antara buruh dan bos, antara pengusaha dan pedagang kaki lima. Sistem ini hanya akan melahirkan penderitaan, sampai kapan sistem ini dipertahankan, tidak kah ingin membuang sistem ini dan menggantinya dengan sistem yang shohih yakni sistem Islam yang berasal dari Allah SWT.

Pajak Dalam Pandangan Islam.
Selain sebagai agama, Islam sejatinya memiliki segenap aturan yang mampu mengatasi setiap permasalahan kehidupan.

Sistem Islam mampu membangun negara tanpa pajak. Islam pun memberikan ancaman tegas terhadap negara atau bangsa yang mengandalkan pendapatan dari cukai/pajak dan Islam memiliki aturan bagaimana seharusnya negara meningkatkan pemasukan.

Dalam Islam pajak disebut dharibah, dan hanya dipungut dalam kondisi kas negara kosong dan dipungut hanya dari orang-orang kaya saja.

Penarikan dharibah ini juga dilakukan secara temporar hingg kas negara terpenuhi. Selebihnya, pemasukan negara dalam Islam didapatkan dari berbagai macam pos-pos pemasukan yang diijinkan oleh Asy-Syari’e berupa harta-harta fai dan kharaj, pemasukan dari pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dan pos khusus pemasukan zakat. (khusus pos pemasukan yang terakhir, ia tidak boleh bercampur dengan pemasukan-pemasukan lainnya dan tidak boleh dialokasikan selain kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat).

Allah SWT tidak pernah membiarkan manusia saling menzhalimi satu dengan yang lainnya. Allah SWT dengan tegas mengharamkan perbuatan zhalim atas diri-Nya, juga atas segenap makhluk-Nya. Di antara bentuk kezhaliman yang hampir merata di tanah air kita adalah diterapkannya sistem perpajakan yang dibebankan kepada masyarakat secara umum, terutama kaum muslimin, dengan alasan harta tersebut dikembalikan untuk kemaslahatan dan kebutuhan bersama.

Allah SWT berfirman: ” Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil…”(An-Nisa: 29). Dalam ayat tersebut Allah SWT melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan. Dan pajak adalah salah satu jalan yang bathil untuk memakan harta sesamanya.

Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah SAW bersabda: “Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya” Adapun dalil secara khusus, ada beberapa hadist yang menjelaskan keharaman pajak dan ancaman bagi penariknya, di antaranya bahwa Rasulullah SAW bersabda:” Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka”(HR Ahmad 4/109, Abu Dawud Kitan Al-Imarah:7).

Imam Nawami Rahimahumullah menjelaskan bahwa dalam hadist ini terdapat beberapa ibrah/hikmah yang agung di antaranya ialah:”Bahwasannya pajak termaksud sejahat-jahatnya kemaksiatan dan termaksud dosa yang membinasakan (pelakunya), hal ini lantaran dia akan dituntut oleh manusia dengan tuntutan yang banyak sekali di akhirat nanti”( Lihat:Syarah Shahih Muslim 11/202 oleh Imam Nawawi).

Sejatinya Islam tegak di atas paradigma lurus dengan mengoptimalkan anugerah kekayaan alam yang diberikan Allah SWT dengan pengaturan yang benar dan membawa manfaat bagi seluruh alam.

Islam memiliki aturan yang jelas tentang bagaimana mendapatkan sumber pemasukan keuangan negara sehingga tidak akan menindas rakyatnya dengan sederet pajak untuk mendapatkan pemasukan. Untuk itu sudah seharusnya mengacu kepada sistem Islam untuk mengatur urusan ummat agar keberkahan, kesejahteraan akan dirasakan. Wallahua’lam. GF/RIN/Lapan6 Group

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini