“Berdasarkan perjanjian antara Ninik Mamak Aia Gadang dengan pihak PT. AK tertanggal 19 November 1990 yang berisi tentang kewajiban PT. AK membangun Plasma sekurang-kurangnya 10 persen di luar lahan yang diserahkan”,
PasBar | SumBar | Lapan6Online : Jimson Tamba SH, se;aku Humas PT Anam Koto menjelaskan bahwa perusahaan melihat banyak kejanggalan dari isi gugatan si penggugat, Kejanggalan ini terlihat dari banyaknya eksepsi dari perusahaan sebagai tergugat terutama dari legal standing penggugat yang tidak jelas
Terkait permasalahan ini, pihak PT. Anam Koto (PT AK) yang ditemui di Pengadilan Negeri usai penyerahan kesimpulan mengatakan, perusahaan menilai ada upaya coba-coba dari sebagian Ninik Mamak Aia Gadang. Ada masyarakat yang mengaku Niniak Mamak Aia Gadang ini menggugat PT. AK sejak tahun 2018, dimana gugatan tersebut karena perusahaan dianggap telah lalai dalam memfasilitasi pembangunan plasma.
“Berdasarkan perjanjian antara Ninik Mamak Aia Gadang dengan pihak PT. AK tertanggal 19 November 1990 yang berisi tentang kewajiban PT. AK membangun Plasma sekurang-kurangnya 10 persen di luar lahan yang diserahkan”, Terang Humas PT. AK Jimson Tamba, SH.
“Tahun 1993 pernah akan dibangun Plasma untuk Masyarakat Aia Gadang sesuai dengan penyerahan Niniak Mamak Aia Gadang seluas 1000 Ha, namun ditarik kembali (dibatalkan) oleh mereka pada tahun 1995 dan mereka menegaskan akan mencari bapak angkat yang lain, bahkan Bupati Pasaman pada waktu itu pernah menyurati mereka agar mencari lahan yang lain untuk dijadikan Plasma Masyarakat Aia Gadang”, Jelasnya.
“Mengingat Masyarakat Aia Gadang belum bisa menyediakan lahan calon Plasma, maka Pihak PT. AK dan Ninik Mamak Aia Gadang membuat kesepakatan bahwa pihak PT AK akan memberikan Konpensasi sebesar 10 juta/bulan kepada Masyarakat Aia Gadang selama pihak Aia Gadang belum bisa menyerahkan lahan calon Plasma diluar kebun inti Perusahaan, perjanjian ini tertuang dalam perjanjian No. 11 tanggal 11 September 2008 dihadapan Notaris Jayat, SH. Notaris”, tambahnya.
“Perjanjian ini telah kami penuhi dan pembayaran Konpensasi telah kami lakukan terhitung tahun 2006, dan dana Konpensasi tersebut telah dimanfaatkan Masyarakat Aia Gadang untuk pembangunan, antara lain membangun Sekolah, Kantor Wali , Rumah Gadang dan lainnya”, jelasnya lagi.
Tamba menerangkan, sesuai dengan keterangan saksi Ahli yang mereka hadirkan, yaitu Busyro Azheri selaku ahli hukum perdata dan saksi Ahli Kurnia Warman selaku ahli Hukum agraria, menjelaskan bahwa menurut Pasal 61 ayat 1 Permentan RI Nomor 98 tahun 2013 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan menyebutkan sebagaimana disebut dalam Pasal 15 ayat 1 mengenai kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun Masyarakat sekitar tidak berlaku untuk perusahaan yang telah memperoleh hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada pasal 57, maka perjanjian Plasma tanggal 11 November 1990 jo. Akta perjanjian Plasma Nomor 11 September 2008 yang dibuat dihadapan Notaris Jayat SH., tetap mengikat kedua belah pihak, tidak dapat dibatalkan dan berlaku Azaz Non Retroaktif.
Jimson Tamba SH., juga menjelaskan bahwa perusahaan melihat banyak kejanggalan dari isi gugatan si penggugat, Perusahaan melihat ini merupakan upaya coba-coba dari sebagian Ninik Mamak Aia Gadang. Kejanggalan ini terlihat dari banyaknya eksepsi dari perusahaan sebagai tergugat terutama dari legal standing penggugat yang tidak jelas.
Kompensasi Bukanlah Pengganti Plasma
Lanjutan Sidang terkait tuntutan masyarakat agar PT. Anam Koto Nagari Aia Gadang Kecamatan Pasaman menyerahkan Plasma sesuai dengan yang telah disepakati oleh ke dua belah pihak pada tahun 1990, yakni berdasarkan Perda yang ada, yaitu 10% dari 4740 Ha dan ini diperkuat lagi dengan perjanjian tahun 2008 dihadapan akte notaris. Namun hingga kini pihak PT. Enam Koto ingkar janji. Persidangan lanjutan yang seyogyanya digelar pada hari Jumat (27/03/2020) ternyata gagal.
Sementara saat Sawalman Sutan Lauik Api salah seorang Datuk Kaum dari masyarakat yang menggugat dihubungi media ini mengatakan bahwa, pihak perusahaan hingga kini tetap ingkar janji bahkan telah puluhan tahun menjalimi masyarakat Aia Gadang.
Menurutnya adanya kompensansi, itu bukan terkait pengganti plasma, tapi apa yang diberikan oleh pihak PT itu hanya kejaliman. sebab masyarakat hanya menginginkan plasma, bukan konpensasi yang salah artikan sepihak oleh PT. Enam Koto.
Munculnya kompensasi tersebut adalah saat masyarakat pada tahun 2008 menggugat PT. makanya keluar konpensasi atau uang tunggu, melalui perjanjian tahun 2008 di akte notaris Dayat, yang mana pada pasal 1 juga berbunyi sekurang-kurangnya 10% dari 4740 ha untuk plasma, bukan konpensasi.
“Jadi intinya konpensasi bukanlah pengganti plasma ” terang Sawalman.
Seyogyanya, sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Simpang Empat tersebut merupakan lanjutan tuntutan agar PT. AK memberikan plasma sesuai dengan aturan Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit yang ada atau mengacu pada Permentan 26 tahun 2007.
Salwan mengakui memang ada pihaknya menerima konpensasi sampai tahun 2018, tapi bukan pengganti plasma seperti kata pihak perusahaan. Menurutnya perjanjian awal memang ada.
“Untuk lebih detailnya agar saya tak salah omong, silahkan bicarakan dengan pengacara kami. Silahkan juga tulis apa yang dikatakan oleh perusahaan itu. Seharusnya putusan sidang sudah harus kami terima pada tanggai 16 April 2020 mendatang, tambahnya. Zoelnasti/Mas Te