Jakarta | Lapan6online.com | Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi defisit anggaran bakal mencapai Rp 853 triliun atau 5,07 persen dari Produk Domestik Bruto atau PDB. Angka itu naik dari asumsi APBN yang hanya sebesar 1,76 persen atau sebesar Rp 307,2 triliun.
Namun angka skenario ini masih bisa berubah. “Kami tidak katakan ini sudah pasti, karena kondisi ekonomi dan sosial terus bergerak,” kata Sri Mulyani dalam rapat virtual bersama Komisi Keuangan DPR di Jakarta, Senin, 6 April 2020.
Kenaikan defisit lebih dari 3 persen PDB ini sudah diakomodir dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020 yang diteken Presiden Joko Widodo atau 31 Maret 2020. Namun, angka ini masih bisa berubah karena puncak penyeberan virus Corona di Indonesia diperkirakan baru terjadi Mei nanti.
“Lalu juga bagaimana kemampuan kita mengendalikan Covid,” kata Sri Mulyani.
Defisit Rp 853 triliun ini muncul karena outlook pendapatan negara hanya Rp 1.760,9 triliun, dari asumsi APBN sebesar Rp 2.233,2 triliun. Sementara outlook belanja negara sebesar Rp 2.613,8 triliun, dari asumsi APBN yang sebesar Rp 2.540,4 triliun.
Untuk menutupi defisit Rp 853 triliun ini, pemerintah membutuhkan pembiayaan utang Rp 654,5 triliun dan pembiayaan non-utang sebesar Rp 108,9 triliun. Untuk pembiayaan utang, pemerintah mengandalkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar domestik dan global.
Selain itu, Sri Mulyani juga membuka peluang untuk penarikan pinjaman dari lembaga multilateral dan bilateral. Namun ia memastikan pemerintah akan mencari sumber-sumber pembiayaan utang dengan biaya yang relatif murah dengan resiko yang terkendali.
Untuk menutup defisit, pemerintah mengandalkan pembiayaan non pembiayaan non utang dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), dana abadi pemerintah, dan dana lain yang bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU).
“Kami akan mempertimbangkan untuk menggunakan seluruh dana abadi pemerintah,” kata Sri Mulyani.
(TEMPO/Konfrontasi)