Jakarta | Lapan6online.com | Sebagai negara muslim terbesar di dunia, Indonesia menjadi salah satu sasaran agen intelijen asing “bermain” dengan kepentingan mereka, tidak saja untuk menghancurkan aqidah atau pemikian generasi muda atas nama demokrasi, namun juga menguasai sumber daya alam Indonesia yang melimpah.
Dan dengan berubahnya zaman yang serba terbuka dengan alat komunikasi yang memudahkan dari person to person, dunia intelijen juga mengalami perkembangan, termasuk juga cara mereka memperoleh informasi. Buat mencapai tujuannya, badan intelijen asing tetap merekrut pengkhianat bangsa Indonesia atau mata-mata dari Indonesia.
Melansir hasil wawancara Jurnalis Tirto.id, Arbi Sumandoyo dengan As’ad Said Ali-Wakil Kepala Badan Intelijen Negara era Presiden Megawati Soekarnoputri, terungkaplah cara-cara agen intelijen asing merekrut “Para Pengkhianat di Indonesia” untuk menjadi kaki tangan mereka di Indonesia. Wartawan dan NGO merupakan salah satu bidang kerja mereka tempat dimana mereka menyusup dan menjadi mata-mata.
Selengkapnya hasil wawancara Arbi Sumandoyo dengan As’ad Said Ali yang dipublish di Tirto.id dengan judul “Banyak Agen Intelijen Asing Beroperasi di Indonesia” dirilis pada tanggal pada 31 Oktober 2016.
Berikut wawancaranya:
As’ad Said Ali menelepon tirto.id pada Senin (24/10/2016), membuat janji berbincang mengenai operasi intelijen asing termasuk juga pola perekrutannya. Wakil Kepala Badan Intelijen Negara era Presiden Megawati Soekarnoputri ini memaparkan banyak hal mengenai intelijen asing di Indonesia. Menurutnya, sampai saat ini banyak agen telik sandi negara asing menyebar mata-mata mereka, termasuk juga melalukan perekrutan. Tujuannya memperoleh banyak informasi termasuk juga data.
Di sela-sela kesibukan menjadi pembicara seminar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, As’ad Said Ali meluangkan waktu untuk berbincang tentang spionase dan perekrutan badan intelijen asing di Indonesia. Berikut petikan wawancara As’ad Said Ali kepada Arbi Sumandoyo dari tirto.id:
Bagaimana cara intelijen asing merekrut orang-orang di Indonesia?
Pada waktu perang dingin, AS bermusuhan dengan Rusia. Rusia pun menginteli kita. Pada saat itu, AS anggap kita sebagai teman. Jadi yang diawasi terutama pihak lawan, yakni komunis. Jadi yang diawasi adalah Rusia atau Uni Soviet.
Nah, bukti Rusia menginteli kita, terkait skandal peta laut yang penting untuk kapal selam. Uni Soviet merekrut orang yang bisa mengakses peta tersebut. Siapa yang bisa mengakses? Tentu saja seorang perwira angkatan laut. Namanya kalau tidak salah Letkol Susdaryanto. Dia yang membuat pemetaan.
Bagaimana pola perekrutan menjadi agen asing?
Merekrutnya biasalah. Cara-cara klasik. Ditanya hobinya apa? Itu dipenuhi keinginannya. Dalam pola pikirnya juga diyakinkan (pekerjaan) tidak bahaya. Padahal peta laut tadi itu bahaya.
Kalau sekarang menjadi repot ya. Dunia intelijen saat ini menjadi repot. Sesungguhnya dengan dunia seperti ini, banyak hal menjadi terbuka walau masih ada yang dirahasiakan. Sekarang polanya sudah terbuka. Misalnya, pihak barat ingin menguasai jalan pikiran kita. Kemudian mereka bekerjasama dengan para NGO di sini. Mereka menyebarkan pemikiran-pemikiran. Apalagi sekarang jaman demokrasi.
Saat ini relatif lebih susah untuk mengambil tindakan. Namun yang spesifik, masih ada yang dirahasiakan seperti misalnya undang-undang militer yang saya tidak bisa katakan. Kemudian juga kebijakan-kebijakan negara. Sekarang rekrutmen bagi barat relatif lebih gampang, karena memang yang dirahasiakan lebih sedikit.
Misalnya, kebijakan-kebijakan atau perintah-perintah khusus di kawasan tertentu, atau proteksi kepada presiden dan penjaganya. Misalnya, dulu telekomunkasi belum bagus seperti saat ini. Tapi kalau saat ini bisa disadap. Sekarang ini intelijen bertugas untuk menjaga kekayaan nasional. Daerah-daerah mana yang harus diawasi, Counter-nya, kira-kira dia mau cari apa, begitu lho. Kalau asing mau ke sini, dia mau apa?
Negara mana yang memiliki kepentingan untuk merekrut agen di Indonesia?
CIA memiliki perwakilan di sini. KGB punya di sini. Semua memiliki agen di sini. Keberadaan mereka resmi. Jadi untuk hal-hal umum, kita tidak ragu dan bisa langsung bertemu. Kadang-kadang kita bekerja sama dan bertukar informasi. Misal memerangi ideologi ISIS, yang harus dilindungi spesifik, bagaimana mental kita tidak berubah. Bahkan kita banyak melakukan kerja sama bagaimana mengatasi ISIS.
Saat ini berarti lebih kepada melawan gerakan radikalisme?
Iya karena saat ini radikalisme adalah lawan global. Banyak yang bisa kita lakukan dalam kerja sama. Apalagi saat ini kita sudah masuk dalam MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). Misalnya soal penyelundupan yang mengganggu komoditas kita. Contohnya penyelundupan produk garmen yang menggangu komoditas kita. Hal lain, misalnya pemalsuan obat-obatan. Dalam intelijen ekonomi tidak ada yang perlu direkrut. Kita dulu menggunakan ideologi lebih ketat. Saat ini dengan mengawasi bidang tertentu saja yang menjadi prioritas.
Jadi memang sebelumnya sudah ada kerja sama dengan intelijen asing seperti MI6 Inggris?
Iya yang satu ideologi. Misal sama-sama antikomunis. Jadi kita mengawasi dan kita tahu apa yang harus dilakukan. Saat ini penanganannya sudah berubah, sebab penanganannya yang dicari bukan hal-hal yang menjadi rahasia. Paling hanya kondisi kabinet seperti apa dan itu merupakan data intelijen terbuka.
Apa benar kantor kedutaan memang menjadi markas intelijen suatu negara?
Iya memang di situ perwakilan. Resmi kok. Dia punya di sini dan kita punya di luar negeri. Dan itu dilaporkan ke Badan Intelijen Negara. Kadang-kadang mereka kirim delegasi. Kita juga kirim delegasi dan semua terdaftar. Jadi kerjasama itu formal untuk mencari informasi formal. Mungkin kadang mereka juga merekrut orang.
Bagaimana Anda melihat konflik di Papua atau Aceh, apakah ada peranan intelijen asing?
Ya, secara langsung dan tidak langsung ada. Yang berkaitan dengan ekonomi pasti ada. Dan melakukannya lebih smart. Apalagi yang dicari juga bukan merupakan ancaman negara. Terpenting kita tahu, selama tidak mengancam keamanan negara.
Ketika Anda menjabat Wakil Kepala BIN, ada banyak agen asing yang tertangkap?
Tidak ada. Pada saat itu penanganan kita memang lebih kepada terorisme. Kalau Amerika dan Rusia memang ada hubungan resmi. Sebab dengan hubungan resmi itu, sebetulnya mengurangi spionase terhadap dua negara.
Waktu penangkapan agen Rusia terkait peta laut itu tahun berapa?
Tahun 1980 kalau tidak salah. Itu memang kita awasi.
Apa kepentingan Rusia pada saat itu?
Mereka mencari peta-peta. Kita sedang memetakan laut dan itu diambil. Mereka bayarlah. Itu hanya salah satu contoh. Tidak bagus kalau semuanya. Salah satu contoh itu ada dan itu kita berhasil (menggagalkan).
Apakah ada Badan Intelijen Asing yang tidak memiliki hubungan diplomatik, tetapi mereka beroperasi di Indonesia seperti Taiwan?
Kita dengan Taiwan ada kerja sama intelijen?
Bagaimana dengan Israel?
Kerja sama tidak ada, tetapi kita mengontak saja. Jadi intelijen itu punya moto, dalam keadaan perang pun harus ada jalur. Jadi kita mau berdamai atau terus, kita menggunakan jalur. Jadi kalau kita bukan dalam bentuk kerjasama, tetapi berhubungan melalui kontak. Jadi terbatas sekali. Kalau kerja sama ada levelnya. Misal, visit atau berkunjung berapa tahun sekali, atau kunjungan tim kerja. Kerja sama lain misalnya, exit informasi. Jadi kita bertukar informasi. Mereka kirim informasi dan kita kirim informasi.
Ada juga yang namanya regional meeting. Misal kita dengan Saudi, itu kita ganti-gantian setiap tahun. Ada juga multilateral dengan negara-negara Islam, itu kita bergantian juga. Kalau tidak salah ada sepuluh negara. Termasuk juga dengan negara ASEAN. Dengan kerja sama seperti itu sebetulnya mengurangi perang intelijen.
Sepanjang Anda menjabat di BIN, berapa orang agen asing terdeteksi di Indonesia?
Banyak, terutama wartawan dan NGO.
Sampai ribuan?
Tidak ada. Tidak sampai sebanyak itu. Tidak logis. Kalau dia hanya mendekati orang dan tidak ada rahasia yang diambil, kita tidak bisa berbicara direkrut. Misalnya sekedar dibayar. Direkrut itu misalnya, ada orang BIN didekati, itu baru namanya mau direkrut. Zaman KGB dulu ada dan itu langsung kita halangi.
Apakah masih ada operasi Intelijen asing di Indonesia?
Masih tetap ada, hanya bentuknya lain. Kadang-kadang sifatnya tidak rahasia. Tetap kontak-kontak biasa dan yang dicari itu untuk kepentingan politik praktis.
Demikian hasil wawancara Arbi Sumandoyo dengan As’ad Said Ali mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara di era Presiden Megawati Soekarnoputri.
(*/RedHuge/Lapan6online)