Hadang Corona, Penguasa Tersandera Pengusaha

0
28
Rini Ummu Ihya/Foto : Ist
“Dalam kondisi ini, alih-alih pemerintah berusaha maksimal menyuplai kebutuhan APD dalam negeri. Justru pemerintah begitu bernafsu untuk mencari laba di tengah wabah,”

Oleh : Rini Ummu Ihya, MP.d

Jakarta | Lapan6Online | Di tengah wabah yang membabi buta. Keuangan negara tak ayal kian terpuruk. Menteri keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati terus memutar otak, mencari sumber-sumber pendapatan negara.

Menkeu menyatakan bahwa Indonesia memiliki peluang untuk menyuplai alat pelindung diri (APD) dan hand sanitaizer bagi negara lain yang tengah dilanda pandemi virus corona. Alasannya, Indonesia memiliki pabrik dan infrastrukturnya.

Peluang ini ditangkap, setelah Menkeu mendampingi Presiden Joko Widodo dalam Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa (KTT LB) G-20 melalui telekonferensi di Istana Bogor (27/3/2020).

Menurutnya, dalam KTT itu para pemimpin negara G-20 berupaya memperlancar dan meningkatkan pasokan alat-alat kesehatan. Sri Mulyani mengatakan, untuk menjaga rantai pasok akan produk itu, Dana Moneter Internasional (IMF) dan World Bank akan memberikan dukungan agar perusahaan yang bisa menghasilkan APD bisa mendapatkan prioritas sokongan (jpnn.com, 27/3/2020).

Indonesia impor APD untuk menyuplai kebutuhan dalam negeri. Melalui skema bantuan maupun pembelian. Namun, ternyata ada tulisan ‘made in Indonesia’ di APD impor dari China.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo lewat Twitter menjelaskan, APD itu memang diproduksi di Indonesia, namun pemilik usahanya tetap pihak luar negeri (cnbc.com, 26/3/2020).

Tak berselang lama, pemerintah mengklaim, kebutuhan alat pelindung diri (APD) dalam rangka penanganan Covid–19 seperti pakaian khusus, masker, hingga kaca mata pelindung, dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri. Agus menyatakan, kapasitas produksi APD pada 2019 mencapai 17.370.552 unit per bulan, sedangkan kebutuhan 4 bulan ke depan antara 9 juta sampai 16,5 juta unit (estimasi tim Percepatan Penanganan Covid-19 dan Kemendagri) (bersatu.com, 29/3/2020).

Sementara, Ketua IDI, Daeng M Faqih enggan menjelaskan detail jumlah APD yang diperlukan, sebab kebutuhan terus bertambah seiring dengan bertambahnya pasien.

Sangat disayangkan, hingga Minggu, 5/4/2020 masih ditemukan rumah sakit yang kekurangan APD. Mirisnya, sepekan sebelumnya Indonesia ekspor masker besar-besaran.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2020, jumlah nilai ekspor masker Indonesia menyentuh angka US$78,9 juta (sekitar Rp1,2 T), beratnya 1,2 juta kg. Angka itu meningkat 6428,3% dari US$112 ribu dengan berat 19 ribu kilogram. Ekspor Indonesia pada Februari 2020 khususnya melonjak ke beberapa negara, yakni: Singapura, China, dan Hong Kong. (wartaekonomi.co.id, 17/3/2020).

Menghadapi pandemi covid-19, pemerintah terkesan lamban dalam pencegahan dan penanganan. Terbukti rakyat terpapar covid-19 kian meningkat. Akibatnya kebutuhan APD terus meroket. Dalam kondisi ini, alih-alih pemerintah berusaha maksimal menyuplai kebutuhan APD dalam negeri. Justru pemerintah begitu bernafsu untuk mencari laba di tengah wabah. Mengekspor APD ke luar negeri. Apa sebenarnya yang terjadi di negeri ini?

Akibat Ekonomi Kapitalisme dan Politik Demokrasi
Kehancuran Indonesia dan negeri kaum muslim lainnya saat ini, akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalis. Dalam sistem ini, setiap orang/badan usaha diberi kebebasan untuk memiliki dan mengembangkan hartanya.

Sementara negara memiliki peran yang lemah, dalam mengelola sumber-sumber ekonomi. Negara membebaskan segala jenis usaha, asalkan menghasilkan uang. Karenanya, roda ekonomi didominasi oleh para pemilik modal/pengusaha.

Dalam politik demokrasi. Penguasa dan pengusaha memiliki hubungan mutualisme. Saling menguntungkan satu sama lain. Penguasa membutuhkan dana, untuk dapat memenangkan kekuasaan dalam pemilu. Sementara pengusaha memiliki kepentingan, untuk mendapat legalitas atas usaha mereka.

Terjadilah politik transaksional. Melalui politik demokrasi, negara merancang berbagai regulasi. Guna melegalkan apa yang dikehendaki para pengusaha untuk menguras habis kekayaan negara dan membayar murah para pekerja.

Pendapatan terbesar negara diperoleh dari pajak, baik individu maupun badan usaha. Kontribusi terbesar pajak berasal dari badan usaha.

Oleh sebab itu, penguasa dalam sistem kapitalis sangat tersandera oleh kepentingan para pengusaha. Akibatnya kebijakan penguasa pun akan lebih tunduk pada pengusaha, dibanding rakyat.

Tak heran, dalam kondisi kelangkaan APD dalam negeri. Pemerintah justru mendorong dunia usaha untuk mengekspornya. Secara hitungan ekonomi, ekspor lebih menggiurkan bagi pengusaha. Karena harga lebih tinggi. Di lain sisi, pemerintah dapat menangguk rupiah dari pajak ekspor tersebut.

Begitulah, sistem ekonomi kapitalis dan demokrasi yang dijalankan dalam kehidupan kita. Penguasa tersandera secara politik dan ekonomi.

Sistem Politik dan Ekonomi Islam
Politik dan ekonomi Islam bertolak belakang dengan ekonomi kapitalis dan politik demokrasi. Politik dalam Islam adalah mengurus urusan umat dengan menerapkan hukum Islam baik dalam negeri maupun luar negeri.

Politik Islam menempatkan hukum Islam sebagai rujukan yang harus diadopsi untuk undang-undang. Penguasa dan rakyat merupakan pelaksana hukum-hukum Allah Swt. Sehingga penguasa bebas dari kepentingan manusia.

Sistem ekonomi Islam mengatur masalah kepemilikan harta, pengelolaan dan pemanfaatan hak milik serta distribusi kekayaan di tengah masyarakat.

Islam tidak membebaskan individu menguasai semua harta di dunia ini. Ada bagian-bagian harta yang boleh dimiliki individu. Ada harta milik bersama dan harta negara.

Hal ini menjadikan ekonomi negara Islam kuat, karena harta tidak dimiliki segelinti orang saja. Dan rakyat dapat sejahtera hidupnya, karena negara menjaga harta milik bersama.

Pelayanan kesehatan bagi rakyat dapat dibiayai dari kas negara. Karena negara memiliki sumber kekayaan yang memadai. Sumber kekayaan negara Islam antara lain anfal, ghanimah, khumus, kharaj, jizyah, bermacam-macam harta milik umum, harta milik negara (tanah, bangunan, sarana umum dan penapatannya), usyur, harta tidak syah dari penguasa dan pegawai negara, harta orang-orang murtad, harta kelebihan dari pembagian waris, pajak dan zakat. Kekayaan negara tersebut diatur peruntukan dan penggunaannya.

Dari kejadian wabah ini, umat Islam hendaknya menyadari bahwa segala bentuk kesengsaraan yang dihadapi, terjadi karena abainya umat Islam terhadap hukum-hukum Allah Swt. Karenanya, cara terbaik mendapat pertolongan Allah Swt adalah dengan bertobat dan kembali menerapkan Islam secara totalitas dalam semua lini kehidupan.Wallahu a’lam bi shawab. GF/RIN/Lapan6 Group

*Penulis adalah Peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa, Badan Litbang dan Inovasi, KLHK

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini