“Kalau sistem pembagian BLT tanya saja di Kemensos dan Kemendes, itu program kedua kementerian itu. Kalau program saya menelangi kesulitan rakyat yang sangat mendesak, mereka butuh makan hari ini, bukan disuruh menunggu besok, atau sampai administrasi tentang BLT selesai. Kebutuhan untuk isi perut rakyat tidak bisa menunggu onggokan kertas yang diminta oleh para menteri,”
Oleh : Rini Ummu Janissa
Jakarta | Lapan6Online : Pemerintahan joko Widodo Kembali menuai kritik dari banyak pihak terkait bantuan sosial untuk masyarakat terdampak Corona COVID-19. Kali ini ungkapan kekecewaan atas penyaluran bantuan sosial mendorong sejumlah kepala daerah menyuarakan keberatannya kepada pemerintah pusat. Empat paket program Jaminan Pengaman Sosial (JPS) yang diluncurkan presiden 31 maret 2020 ternyata mendapat respon negatif dari masyarakat.
Pasalnya, penyaluran bansos (bantuan sosial) tersebut dinilai tidak terarah dan tumpang tindih.
Salah satunya, sebuah video dari Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar viral di media sosial. Sehan Landjar geram karena mekanisme pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah pusat dianggap sulit. Begini penjelasan Sehan Landjar.
Sehan membenarkan video tersebut. Dikatakannya mekanisme pemberian BLT tersebut terbilang menyulitkan warga. Warga, menurutnya, tak bisa harus menunggu lama untuk mendapatkan bantuan itu.
“Kalau sistem pembagian BLT tanya saja di Kemensos dan Kemendes, itu program kedua kementerian itu. Kalau program saya menelangi kesulitan rakyat yang sangat mendesak, mereka butuh makan hari ini, bukan disuruh menunggu besok, atau sampai administrasi tentang BLT selesai. Kebutuhan untuk isi perut rakyat tidak bisa menunggu onggokan kertas yang diminta oleh para menteri, sebagai syarat untuk mendapatkan uang Rp 600 ribu, rakyat saya bahkan memohon biar tidak dapat duit BLT,” Jelas Sehan saat dikonfirmasi, Minggu. (news.detik.com, 26/4/2020).
Selain itu, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan, melalui pemantauan media sosial Twitter awalnya terlihat publik menyambut baik kebijakan pemerintah menetapkan sejumlah bansos, mulai dari bansos sembako hingga bansos tunasi.
“Di awal awal orang dapat pengumuman ini berkomentar di sosial media cukup positif, tapi kemudian keluhan di tingkat daerah cukup banyak terkait pelaksanaannya, sehingga persepsi publik pun turun,” kata Eko dalam video conference, (katadata.co.id, Minggu, 26/4/2020).
Seperti dikutip dari laman tirto.id 8/4/20, setelah delapan kali Presiden Joko Widodo menggelar pidato terkait COVID-19, akhirnya pada 31 Maret 2020 di Istana Kepresidenan Bogor, Jokowi mengumumkan akan menggelontorkan dana sebesar Rp405,1 triliun untuk penanganan wabah COVID-19. Dari total itu, Presiden mengalokasikan jaring pengaman sosial sebesar Rp110 triliun untuk masyarakat lapisan bawah.
Masih dari laman yang sama, ada empat poin terkait jaring pengaman sosial. Pertama, Program Keluarga Harapan (PKH) yang menerima manfaat meningkat dari 9,2 juta menjadi 10 juta keluarga. Sedangkan besarannya dinaikan 25 persen, misalnya komponen ibu hamil dan anak usia dini dari Rp2,4 juta menjadi Rp3 juta per tahun. Sedangkan komponen disabilitas Rp2,4 juta per tahun.
Kedua, Program Kartu Sembako. Penerima manfaat program ini dinaikkan dari 15,2 juta menjadi 20 juta orang dengan nilai Rp200 ribu per bulan. Jumlah ini meningkat 30 persen dari Rp150 ribu dan akan diberikan selama sembilan bulan atau Desember 2020.
Ketiga, program kartu prakerja. Anggaran yang awalnya Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun untuk penerima manfaat 5,6 juta orang, terutama pekerja informal serta pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak Covid-19. Presiden mengatakan nilai manfaat kartu prakerja Rp650 ribu sampai Rp1 juta per bulan selama 4 bulan ke depan.
Program keempat, tarif listrik. Pelanggan listrik 450VA akan digratiskan selama tiga bulan dan 900 VA subsidi hanya membayar separuh (50 persen) dari tagihan selama tiga bulan, yakin April, Mei dan Juni.
Kapitalisme mempersulit hak rakyat
Sudah menjadi tabiatnya, sistem kapitalisme dipastikan akan selalu mempersulit rakyat. Mental rezim hari ini menunjukan wajah asli para kapitalis dibelakangnya. Pelit dan berbelit.
Program PKH (Program Keluarga Harapan) misalnya, bukankah dalam RPJMN 2019-2024 Kemensos dan Perpres No. 61 tahun 2019 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2020, memang sudah disebutkan soal rencana peningkatan jumlah sasaran dan besaran penerima PKH.
Sekalipun pemerintah menyebutkan akan meningkatkan alokasi dana dan jumlah sasaran terdampak corona, sesungguhnya ini merupakan proyek yang sudah ada, jauh sebelum kemunculan corona.
Selain itu, program PKH ini dipandang banyak cacat karena berbasis data yang berantakan. Program ini juga merupakan program jangka panjang yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, maka kurang tepat untuk dijalankan disaat pandemi ini, karena tentu saja jumlah masyarakat miskin akan meningkat. Tidak sebanding dengan jumlah sasaran PKH yang hanya 10 juta keluarga. Jelas program ini tidak akan memberi solusi tuntas atas permasalahan kemiskinan dan kelaparan atas ratusan juta rakyat yang terdampak corona COVID-19.
Sama hal nya dengan Program Kartu Sembako, ini bukan program baru. Walaupun pemerintah mengupayakan peningkatan dari sisi jumlah dan waktu pemberiannya dari pertiga bulan menjadi tiap bulan.
Ini masih belum cukup dan sebanding dengan jumlah ratusan rakyat yang terdampak corona. Kehidupan mereka hari ini semakin bertambah sulit, hal ini tidak hanya dirasakan yang miskin, bahkan oleh yang hidup dengan berkecukupan sebelumnya.
Belum lagi polemik kartu prakerja. Apa yang diharapkan dari kartu prakerja setelah mereka mendapatkan pelatihan online, Ketika justru banyak perusahaan saat ini gulung tikar, Ketika banyak pekerja saat ini dirumahkan atau bahkan terkena pemutusan hubungan kerja. Mereka bukan karena minim skill, lantas membutuhkan pelatihan keterampilan melalui pelatihan online.
Skill, saat ini tak cukup menuntaskan persoalan kelaparan, disaat semua pihak harus mematuhi kebijakan PSBB ditengah pandemi. Program ini seperti jaka sembung bawa kapak, tidak nyambung pak!
Lebih menohok lagi, ternyata program ini hanya akan menguntungkan pihak vendor bisnis dan pelatihan provider tertentu. Ini semakin memperjelas sikap pemerintah, lebih memikirkan kepentingan kapitalis dibanding kepentingan rakyatnya.
Begitu juga dengan program subsidi listrik, faktanya tidak semua pelanggan 450 V dan 900 V bisa menikmati apa yang telah diwacanakan pemerintah. Masyarakat semakin dibuat geram ketika menyadari bahwa pelanggan listrik 1300 V keatas membayar lebih mahal dari biasanya. Tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Bukan nya mempermudah rakyat untuk bisa keluar dari ancaman kemiskinan dan kelaparan, agar mendapatkan haknya, rakyat malah semakin dipersulit dengan segala kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Sayangnya, baik pemerintah atau para pejabat penguasa enggan mengakui telah salah kelola negara. Mereka malah sibuk pencitraan, sibuk tambal sulam kebijakan. Mengesampingkan kepentingan rakyat demi mengurusi kepentingan asing, kepentingan pribadi dan kepentingan konco-konconya.
Kapitalisme membentuk pribadi-pribadi yang membuang jauh hati nurani. Tak heran, menjadi sangat mudah bagi mereka untuk mempersembahkan hasil kekayaan milik rakyat kepada asing. Tanpa berat hati mereka mempersulit rakyat untuk mendapat haknya.
Mengabaikan jeritan-jeritan warga yang tengah kelaparan. Sibuk menimbang untung rugi dari pada menyelamatkan nyawa rakyatnya. Menutup telinga dan mata atas maraknya kejahatan yang mengancam keamanan rakyatnya.
Kepemimpinan dalam Islam
Rasulullah SAW contoh teladan manusia sepanjang zaman. Beliau mampu melahirkan sosok-sosok pemimpin panutan. Sejarah membuktikan, penerapan hukum islam secara kaffah (sempurna) mampu melahirkan sosok pemimpin dambaan rakyat. Tak terkecuali dengan kesejahteraan yang merata, baik dalam kondisi wabah atau tidak.
Islam dengan penerapannya yang sempurna mampu menghadirkan pemimpin dengan kesungguhannya memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya, tidak akan terjadi kekacauan karena keamanan rakyatnya terjamin.
Tidak akan terjadi kecemburuan social akibat tata kelola negara yang salah. Apalagi soal pendistribusian kebutuhan pokok rakyatnya. Sehingga kesejahteraan merata.
Maka, semua itu hanya akan terwujud manakala Syariah Islam dengan sempurna tegak dalam sebuah negara. Karena ia datang dari padaNya. Aturan yang lahir dari sang pencipta manusia, yang tahu betul akan kelemahan dan kekurangan makhluknya.
Masih berharap kepada sistem yang telah nyata kerusakan dan keborokannya hanya akan membuat kita semakin sengsara. Masihkah kita nyaman dengan kondisi hari ini? GF/RIN/Lapan6 Group