“Bagi pejabat pengkhianat yang berperan dalam “menjual” atau “menggadaikan” negara Indonesia sepatutnya juga untuk dihukum mati. Siapapun mereka. Bila hukum tembak dianggap terlalu menyenangkan perlu dipertimbangkan pengaturan baru untuk hukum gantung. Agar ada efek jera.”
Oleh: M. Rizal Fadillah, (*)
Lapan6online.com : SERUAN MUI se-Indonesia untuk mewaspadai tenaga kerja asing, khususnya TKA China perlu mendapat apresiasi. Ini menjadi aspirasi masyarakat pada umumnya yang khawatir atas mengalirnya dengan deras dan bebas TKA China ke Indonesia.
Wabah virus corona belum reda dan negara China adalah sumber dari malapetaka.
Memang kebijakan pemerintahan negara pimpinan Presiden Jokowi ini payah dan membingungkan. Seakan semua tanpa perencanaan dan kendali. Bisa-bisanya membuka pintu masuk selebar-lebarnya bagi TKA China ke negeri kita. Atau memang ada oknum pejabat di pemerintahan yang menjadi pembuka gerbang bagi masuknya WNA China?
Menarik seruan MUI se-Indonesia tentang perlunya pemimpin negara baik pusat maupun daerah untuk mengedepankan rasa nasionalisme dan patriotisme.
“Mendesak kepada presiden, para Menteri, para Gubernur, para Bupati dan para Walikota se-Indonesia untuk senantiasa mengedepankan sikap serta semangat nasionalisme dan patriotisme dalam memimpin negeri tercinta Indonesia, sehingga NKRI tetap utuh, maju dan bersatu selama-lamanya”.
Tadzikrah ulama tentang rasa nasionalisme dan patriotisme patut diperhatikan khususnya oleh para pejabat negara. Jika kemerosotan rasa nasionalisme ini terjadi pada masyarakat atau rakyat, maka pemerintah dapat dengan mudah mengadakan kegiatan pembinaan baik melalui penataran, sosialisasi, penyuluhan atau apapun nama dan bentuknya. Masyarakat mudah untuk diarahkan dengan program nyata dan berdaya guna.
Persoalan berat adalah jika ternyata justru pengelola negara itu yang merosot rasa nasionalisme dan patriotismenya. Negara bisa “dijual” atau “digadaikan” kepada negara asing. Ini berbahaya dan tak bisa ditoleransi. Pengaruh kekuasaan itu luar biasa besar terhadap dampaknya. Rakyat dan bangsa Indonesia bisa terjajah kembali.
Asing dapat menguasai bersama dengan penguasa yang menjadi kolaboratornya. Meskipun terkadang dibingkai dengan dalih “mulia” seperti investasi, hubungan baik, atau bantuan luar negeri. Sama saja.
Masalahnya bukan sekadar TKA China tapi ekonomi pribumi yang sudah lama dikuasai oleh etnis China. Bahkan kini sudah bergeser ke ranah politik berupa kerja sama erat dengan Pemerintah Komunis China. Presiden dan jajaran Pemerintahannya terkesan sudah tergantung pada Negara China.
Jika nasionalisme dan patriotisme para pengelola negara ini merosot bahkan hilang, maka berbahaya sekali bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Tak cukup dengan penataran atau berbagai bentuk penyadaran lagi.
Hal seperti ini sudah harus dengan sikap yang jelas dan tegas, baik dengan interpelasi parlemen ataupun langsung pelengseran atau penggantian.
Bagi pejabat pengkhianat yang berperan dalam “menjual” atau “menggadaikan” negara Indonesia sepatutnya juga untuk dihukum mati. Siapapun mereka. Bila hukum tembak dianggap terlalu menyenangkan perlu dipertimbangkan pengaturan baru untuk hukum gantung. Agar ada efek jera.
Nasionalisme dan patriotisme harus dimiliki oleh seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, khususnya bagi mereka yang diberi amanat untuk menjadi penyelenggara negara.
Majelis UIama Indonesia (MUI) telah memberi landasan spiritual dan memberi peringatan istimewa.
Ahsantum Yaa Kyai. Barokallahu Fiikum. (*)
*) Penulis adalah pemerhati politik dan kebangsaan.