Jakarta, Lapan6online.com : Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Surabaya, Drs. Sapari, Apt., M.Kes keberatan dengan hasil putusan Majelis Hakim di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dalam perkara nomor 55/B/2020/PT.TUN.JKT yang diputus tanggal 4 Maret 2020.
Diketahui, Objek gugatan dalam perkara itu adalah pembatalan SK Pensiun TMT tanggal 1 Oktober 2018 dengan usulan dari Karo Umum dan SDM BPOM ke BKN tanggal 14 Maret 2019, Pertimbangan Teknis (Pertek) BKN tanggal 20 Maret 2019 namun dengan berkas yang ‘tidak lengkap’.
Kemudian SK pensiun itu ditetapkan tanggal 26 Maret 2019 oleh Kepala Badan POM, Penny K. Lukito, dan diterima Sapari pada tanggal 9 Mei 2019, atau sehari setelah Sapari memenangkan gugatan SK pemberhentiannya sebagai Kepala Balai Besar POM di Surabaya (Perkara nomor: 294/G/2018/PTUN.JKT tanggal 8 Mei 2019).
Dalam putusannya, Majelis Hakim Banding PT.TUN.JKT membatalkan putusan PTUN sebelumnya dalam perkara nomor: 146/G/2019/PTUN.JKT tanggal 14 November 2019 yang dimenangkan oleh Sapari.
“Ada kejanggalan dalam putusan tersebut, sebab berkas pensiun tidak lengkap, tapi kok keluar penetapan SK pensiun TMT 1 Oktober 2018 yang ditandatangani Kepala BPOM tanggal 26 Maret 2019,” terang Sapari kepada redaksi Lapan6online, Senin (11/5/2020).
Kejanggalan itu, kata Sapari, dapat dilihat pada kesaksian Kepala Biro Umum dan SDM BPOM Dra. Rita Mahyona Apt M.Si di depan persidangan di PTUN Jakarta, tanggal 27 Maret 2019, diperoleh keterangan, bahwa berkas kelengkapan pensiun pak Sapari belum lengkap, sehingga pensiun tidak bisa diproses.
“Ini kan aneh dilihat dari waktu kesaksian dan waktu penetapan SK Pensiun yang ditetapkan Kepala BPOM ?” ucapnya. Padahal sidang gugatan di PTUN masih berlangsung dengan sengketa SK pemberhentian sebagai Ka BBPOM di Surabaya tanggal per 19 September 2018.
“Masak Kepala BPOM melakukan proses pensiun? Bahkan dalam sidang tahap awal sekitar 26 Desember 2018 dengan agenda pemeriksaan bukti-bukti dan saksi ahli yang dihadiri kedua belah pihak, bahwa jelas ketika ditanya bukti SK pensiun Sapari oleh Majelis Hakim, pihak Kepala BPOM tidak bisa menunjukan SK pensiun tersebut. Jadi ini aneh dan janggal” lanjut Sapari.
Sapari menuturkan, jelas di UU nomor 5/2014 tentang ASN, jabatan Sapari sebagai Kepala BBPOM di Surabaya termasuk Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (eselon II-b) dengan batas usia Pensiun 60 tahun, tanpa mekanisme perpanjangan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
Itulah yang membuat Sapari keberatan dengan putusan itu. Sapari menilai kentara sekali jika Majelis Hakim PT.TUN.JKT mengkesampingkan dan mengabaikan alat bukti dan fakta-fakta di persidangan.
Sapari mengatakan, bukan cuma soal kesaksian Rita Mahyona yang dinilai diabaikan hakim. Pihak BKN sendiri juga menyampaikan kalau berkas pensiun itu tidak akan diterima bila tidak ada tanda tangan yang bersangkutan. Dalam hal ini Sapari menegaskan, dia tidak pernah menandatangani berkas pensiun itu.
“Sebab, ada sejumlah persyaratan pensiun yang tidak lengkap, seperti DCPP yang belum saya tandatangani, Daftar Susunan Keluarga yang wajib di tandatangani Camat Cilandak Jaksel belum Saya serahkan, karena proses persidangan gugatan SK pemberhentian masih berlangsung di PTUN Jakarta.” terangnya.
“Bahkan daftar anak yang masih kuliah di Unair Surabaya nama Gina Annisa Novitasari lahir 12 Nov 1998 yang masih menjadi tanggungan, tidak dimasukan dalam daftar penerima pensiun,” tambah Sapari.
Bukan cuma itu saja, kata Sapari, sudah 19 bulan, sejak 1 November 2018 hingga kini bulan Mei 2020, gaji yang menjadi “hak” nya tidak “dibayarkan” oleh Kepala BPOM.
“Saya berharap Majelis Hakim PT TUN cermat, teliti dan sesuai hati nurani dalam memutuskan perkara, tidak mudah terintervensi oleh pihak manapun.” tandas Pria yang sebelumnya telah menang dalam perkara ‘Kasasi’ atas perkara nomor: 294/G/2018/PTUN Jakarta dalam sengketa SK pemberhentian dirinya sebagai Kepala BBPOM di Surabaya.
“Sebagaimana informasi yang diakses di website
www.kepaniteraan.mahkamahagung.go.id perkara teregistrasi nomor 90 K/TUN/2020 tanggal 19 Maret 2020 telah diputus dalam perkara antara Drs. Sapari, Apt., M.Kes dan Kepala BPOM, dengan amar putusan, ‘TOLAK KASASI’ yang dimohonkan Kepala BPOM Penny K Lukito,” tandasnya.
Untuk diketahui, ada dua perkara yang digugat Sapari. Pertama Sapari menggugat Kepala BPOM Penny K Lukito dengan perkara no. 294/G/2018/PTUN.JKT, karena telah memberhentikan Sapari sebagai Kepala BBPOM di Surabaya tanggal 19 September 2018, Sapari menegaskan pemberhentian itu tanpa alasan yang jelas dan tanpa kesalahan apapun. Gugatan ini dikenal sebagai gugatan pertama.
Kedua, Sapari kembali menggugat Kepala BPOM dengan perkara nomor 146/G/2019/PTUN.JKT dengan objek sengketa, pembatalan SK pensiun TMT tanggal 1 Oktober 2018 yang ditetapkan pada tanggal 26 Maret 2019. Gugatan ini dikenal sebagai gugatan Kedua.
SK Pensiun itu diterima Sapari tanggal 9 Mei 2019, persis 1 hari setelah memenangkan gugatan di PTUN Jakarta dengan objek sengketa SK pemberhentian jabatan Sapari.
Tetapi dalam perkara gugatan kedua Sapari yakni perkara nomor 146/G/2019/PTUN.JKT yang telah dimenangkan di PTUN Jakarta pada tanggal 14 November 2019, telah dibatalkan oleh Majelis Hakim di tingkat banding dalam perkara nomor 55/B/2020/PT.TUN.JKT yang telah diputus tgl 4 Maret 2020.
Sapari kemudian mengajukan Kasasi ke MA melalui PTUN Jakarta tanggal 2 April 2020.
“Bahwa Saya paham tidak berharap jabatan sejak awal, namun Saya berharap dengan berdoa memohon pada Allah SWT semoga diberikan Keadilan dan Kebenaran demi Martabat Anak Isteri” tutup pria yang menang ‘Kasasi’ gugatan pertama. Meskipun salinan putusan belum diberikan oleh Pengadilan di tingkat Kasasi, tetapi dari situs Kepaniteraan.mahkamahagung.go.id diketahui, Kasasi Kepala BPOM telah ditolak.
Perkara yang telah menjadi perhatian para Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya di BPOM, juga mendapat perhatian besar dari Komnas HAM ini, masih menyisakan pertanyaan besar.
Pertama, apakah jabatan Sapari bisa dikembalikan sebagaimana perintah pengadilan, jika putusan kemudian berkekuatan hukum tetap?
Kedua, jika tidak bisa, maka apa kewajiban bagi Kepala BPOM untuk menunaikan perintah pengadilan tersebut?
(RedHuge/Lapan6online)