Meski Banyak Penolakan, Pengamat Politik UKI Sebut Omnibus Law Ciptaker Dorong Pertumbuhan Ekonomi

0
179
Sidratahta saat talkshow di Kampus Ubhara, Jakarta, Kamis (14/5/2020). (Foto: James/Dok. Lapan6online)

Jakarta, Lapan6online.com : Semenjak munculnya rancangan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) yang kemudian diganti menjadi Cipta Kerja, gelombang penolakan terjadi dimana mana, terutama kalangan buruh yang menilai omnibus law Ciptaker hanya menguntungkan kalangan pengusaha dan penguasa..

Meski banyak pihak yang menolak, namun pernyataan berbeda dilontarkan oleh Pengamat Politik UKI, Dr. Sidratahta Mukhtar M.Si. Dia menilai terdapat kesimpangsiuran pemahaman masyarakat yang tidak sepenuhnya memahami keinginan pemerintah dalam pembuatan RUU Omnibus Law. Hak Asasi Manusia tentang hak ketenagakerjaan menjadi isu menarik dan menuai kritik.

“Pemerintah melakukan singkronisasi, harmonisasi undang-udang di berbagai aspek untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus mengefektifkan regulasi,” klaim Sidratahta saat talkshow di Kampus Ubhara, Jakarta, Kamis (14/5/2020).

Pengefektifan ini lanjut Sidratahta untuk mengatasi banyaknya hambatan regulasi yang tumpang tindih antara kebijakan pusat dan daerah yang berpotensi bertentangan dengan kebijakan nasional yang dicanangkan pemerintah.

“Pemerintah akan bekerja maksimal, salah satunya melalui visi pemerintah terkait dengan efektifitas regulasi dan pemangkasan birokrasi,” lanjutnya.

Pengamat politik yang juga Dosen UKI tersebut meyakinkan bahwa tahap singkronisasi akan mendorong pemerintah pusat dan daerah bekerja lebih maksimal untuk mempercepat pembangunan.

Namun lanjutnya, di sisi lain ada masyarakat yang menilai Omnibus Law hanya untuk melindungi investor dan kepentingan pihak tertentu. HAM dan kesejahteraan buruh cenderung diabaikan. Kondisi tersebut diperkuat dengan adanya provokasi dan temuan adanya pasal yang membahas upah minimum, pemutusan kerja, izin untuk tenaga kerja asing.

Menurut Sidratahta, kebijakan Omnibus Law bukan kebijakan sektoral yang hanya mementingkan pihak tertentu. “Hal ini harus dilihat secara integral dari pembangunan nasional, termasuk adanya jaminan terhadap buruh, HAM, lembaga swadaya yang mengarah pada dukungan terhadap jaminan sosial, health security, dan berbagai kebutuhan pekerja yang dikhawatirkan dapat melemahkan posisi mereka akibat adanya Omnibus Law,” imbuhnya.

“Internalisasi UU HAM perlu diselaraskan dengan aparat keamanan untuk mengawasi adanya praktek pelanggar HAM oleh perusahaan,” tandasnya pada talkshow dengan moderator Wakil Rektor IV Ubhara, Dr. Diah Ayu Permatasari ST, S.IP, M.IR itu.

(James A. Dotulong/RedH/Lapan6online)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini