“Kebijakan yang diambil selalu berubah-ubah atau inkonsistensi. Hal ini wajar sebab sistem kapitalisme tidak bersandar pada sebuah aturan yang baku,”
Oleh : Siti Ningrum, M.Pd
Jakarta | Lapan6Online : Lembaga Survey Indonesia (LSI) Denny JA melakukan riset dengan mengolah data dari berbagai sumber terkait tren kasus COVID-19 di sejumlah negara, termasuk Indonesia. LSI Denny JA memprediksi Indonesia akan mengalami kondisi normal pada Juni 2020, asalkan tetap mematuhi protokol pencegahan COVID-19 (detiknews.com 22/4/2020).
Namun berbeda dengan ungkapan Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Hermawan Saputra sebagaimana dikutip CNN Indonesia (18/5/2020), memprediksi Indonesia akan sibuk untuk hidup berdampingan dengan virus corona sepanjang tahun 2020 bila pemerintah dan masyarakat tidak konsisten menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hermawan menilai para peneliti yang membuat riset model maupun pemerintah kerap kali gegabah saat mengambil kesimpulan terkait siklus hidup maupun puncak pandemi Covid-19.
Ratusan calon penumpang berdesakan di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis pagi 14 Mei 2020. Mereka berkerumun tanpa memperhatikan jarak aman di posko pemeriksaan dokumen perjalanan.
Bandara Soetta sendiri mulai dipadati warga setelah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi merestui kembali beroperasinya seluruh moda transportasi sejak 7 Mei 2027 melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 Hijriah dan berlakunya Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Surat Edaran seperti dikutip liputan6.com (16/5/2020i ini berisi tentang teknis Permenhub tersebut dan dalam operasionalnya diharuskan untuk melayani pengguna terkait urusan pekerjaan bukan mudik.
Hal ini berbeda dengan Walikota Bekasi, Rahmat Effendi yang meminta warganya untuk tidak mudik lokal ke kawasan Jabodetabek saat hari raya Idul Fitri 1441 H.
Untuk membatasi pergerakan masyarakat yang keluar masuk Kota Bekasi, kompas.com.com (18/5/2020/ mengutip bahwa pihak Pemkot dan jajaran aparat kepolisian akan memantau pergerakan masyarakat di sejumlah check point.
Namun Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa mengizinkan Masjid Nasional Al Akbar menggelar salat berjemaah, termasuk salat Idulfitri 1441 Hijriah. Dalam laman CNNIndonesia.com (17/5/2020) Gubernur Khofifah beralasan bahwa Masjid Al Akbar merupakan salah satu masjid terbesar di Kota Surabaya.
Padahal sebelumnya, Pemerintah seperti dikutip vivanews.com (19/5/2020), memutuskan dan melarang pelaksanaan Salat Idul Fitri 1441 H di masjid atau lapangan untuk menghindari kerumunan massa yang bisa mengakibatkan penyebaran kasus covid-19 lebih luas lagi.
Dari pernyataan-pernyataan pemerintah pusat dan pemerintah daerah ada ketidaksinkronan dalam menangani soal wabah ini. Tidak ada satu peraturan yang mengikat dan ini tentu saja menjadi masalah baru dan bukan fokus pada bagaimana menyelesaikan masalah pandemi.
Pemerintah pusat melarang mudik namun kemudian memperbolehkan dengan syarat tertentu. Melarang sholat di mesjid karena dikhawatirkan terjadinya keramaian massa berkumpul namun hal yang sama dan terjadi di mall dan bandara diperbolehkan dengan alasan melayani kebutuhan publik.
Keputusan yang diambil untuk menangani wabah ini selalu berubah-ubah dan inkonsisten. Kebijakan dan keputusan antar pusat dan daerah berbeda dan pada akhirnya masyarakat pun bingung.
Masyarakat yang tidak punya prinsip akhirnya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan melaui kebijakan yang telah ditetapkan. Mereka menyerbu mall dan pasar demi memenuhi kebutuham menjelang Hari Raya Idul Fitri 1441 H. Masyarakat pergi ke bandara untuk mudik dengan mengantongi surat ijin.
Dengan kebijakan pemerintah yang berubah ubah dan fakta masyarakat yang tidak disiplin ini, tim medis yang menjadi Garda terdepan dalam penanganan kasus pandemi ini sangat kecewa dengan kebijakan yang selalu berubah sehingga mengerucutlah kekecewaan mereka itu dalam dua kata tangan “Indonesia Terserah”.
Dengan melihat fenomena tersebut, mungkinkah bulan Juni sebagaimana yang diungkapakan peneliti Denny JA di atas bisa terwujud? Mungkinkah mata rantai virus terputus atau sebaliknya makin bertambah terus?”.
Indonesia belum memasuki puncak wabah, padahal para pakar kesehatan memprediksi puncak wabah pada bulan juni-juli. Namun pemerintah indonesia pada awal Juni akan memilih new normal (tatanan kehidupan baru) di tengah wabah dengan aturan protokol kesehatan. Apakah benar bahwa hal ini akan memutus rantai virus atau bahkan akan menjadi bencana wabah gelombang kedua?
Dalam sistem kapitalisme kebijakan yang diambil selalu menimbulkan masalah baru.Begitupun kebijakan yang diambil, selalu mempertimbangkan manfaat atau madharat terhadap sebuah kepentingan. Kebijakan yang diambil selalu berubah-ubah atau inkonsistensi. Hal ini wajar sebab sistem kapitalisme tidak bersandar pada sebuah aturan yang baku, tetapi hanya berpatokan pada kepentingan tertentu yang mengesampingkan keselamatan publik.
Namun berbeda dengan sistem islam. Aturan yang dipakai dalam Islam bersifat tetap dan konsisten dengan mendahulukan kemaslahat dan kepentingan publik bukan menghamba pada kepentingan pihak atau kelompok tertentu.
Sistem/aturan islam berasal dari yang Mahapengatur, Allah swt. Aturan yang dibuat tidak sarat dengan kepentingan apapun selain kemaslahatan untuk semua individu secara kolektif.
Dalam hal penangan wabah ini, Islam telah mencontohkan beberapa kebijakan di antaranya:
1. Jika terjadi wabah pada wilayah tertentu maka wajib mengunci rapat-rapat wilayah tersebut, tidak boleh ada yang masuk dan atau keluar dari wilyah tersebut. Sama dengan kebijakan lockdown atau karantina wilayah. Dan tentu kebutuhan pokok, wajib dipenuhi oleh negara. Hal ini sudah dicontohkan oleh Amr bin Ash saat menangani wabah di Syam di masa kekhalifahan Umar bin Khattab.
Kebijakan tersebut sesuai dengan hadits yang dikeluarkan oleh H.R Muslim:
“Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar rumah.
2. Isolasi yang sakit.
Jika seseorang terkena penyakit menular maka wajib melakukan isolasi, baik isolasi mandiri ataupun ditangani tim medis agar tidak membahayakan orang lain.
“Sekali kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR. Imam Bukhri Muslim)
Butuh kerjasama dari berbagai pihak. Pemerintah menyiapkan APD untuk para nakes agar mereka aman dan tenang dalam menjalankan tugas dan menangani para pasien. Masyarakat dituntut untuk sadar sepenuhnya bahwa dalam islam ada aturan yang mengikat tentang penanganan wabah, semisal diam di rumah. Jika pun ada keperluan melakukan sosial distancing dengan maksimal sebagai bentuk ikhtiar menghindari penularan. Tim tenaga kesehatan diberikan fasilitas yang memadai mulai dari APD hingga tempat singgah agar tidak banyak korban yang meninggal dari tim nakes. Pemberian insentif yang layak, sebab sebagai garda terdepan, mereka memikul tanggung jawab yang berat dalam kaitan memerangi covid19.
3.Pengobatan hingga tuntas.
Wabah ini sangat berbahaya dan banyak memakan korban. Dalam Islam satu nyawa saja lebih berharga daripada dunia dan seisinya. Maka Islam sangat memperhatikan hal tersebut dengan penanganan serius dan pengobatan yang maksimal.
Memfasilitasi rumah sakit dengan peralatan memadai, menyiapkan APD semaksimal mungkin, menyiapkan tenaga medis yang memadai, berkualitas dan juga suntikan dana yang besar, menggratiskan biaya rumah sakit terhadap para pasien. Segera menemukan vaksin untuk menangani wabah agar segera bisa dihentikan penularannya.
Bukan sebaliknya tenaga medis diabaikan, iuran kesehatan /BPJS malah naik di tengah wabah pandemi, serta adanya relaksasi PSBB bagi masyarakat dan bantuan yang juga tidak terdistribusi dengan baik. Ini bisa menjadi celah dan memicu wabah gelombang kedua.
Sudah saatnya kita meninggalkan sistem buatan manusia yaitu sistem kapitalisme yang telah usang dan tidak sanggup memelihara dan membangun tatanan kehidupan manusia di muka bumi ini.
Jika kita ingin mengakhiri pandemi ini segera dan tidak berlarut-larut,
maka saatnya kita kembali pada sebuah tatanan kehidupan baru yang mampu memelihara dan membangun kehidupan manusia secara utuh dan universal dengan penuh keberkahan dari langit dan bumi sebagai rahmatan lil alamin.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. “(QS Al-A’raf ayat 96).Wallohualam Bishowab. GF/RIN/Lapan6 Group
*Penulis adalah Praktisi Pendidikan