“Keuntungan calon yang masih menjabat adalah memanfaatkan kedudukannya untuk mendulang elektabilitas. Apalagi di saat pandemi corona seperti ini, posisi sebagai sekda atau wakil walikota menjadi samar ketika pada saat yang sama juga menjadi bakal calon walikota. Bantuan sosial atau bansos yang didistribusikan pemkot menjadi samar ketika yang membagikannya adalah Benyamin ataupun Muhamad,”
Jakarta | Lapan6Online : Pilkada Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Provinsi Banten, bakal digelar akhir tahun ini. Eskalasi politik pun mulai memanas. Sejumlah nama mengerucut menjadi bakal calon (Balon) kuat. Putri Wapres Siti Nur Azizah, Wakil Walikota Benyamin Davnie, dan Sekda Muhamad dipastikan berlaga dalam kontestasi lima tahunan ini.
Sisa waktu yang ada rupanya dimaksimalkan dua bakal calon tersebut merebut ceruk pemilih. Sayang, pemanfaatan jabatan keduanya masih dilakukan. Dengan bekal jadi petinggi di Pemkot Tangsel, dua nama terakhir diatas kerap menggunakan jabatannya untuk bertemu pemilih.
Teranyar, Benyamin Davnie kedapatan berkumpul dengan warga tanpa menerapkan social distancing. Foto Benyamin Davnie saat berpose bersama warga tersebut dinilai melanggar pysical distancing saat Tangsel menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Informasi yang berhasil diperoleh menyampaikan, gambar Wakil Walikota Tangsel Benyamin Davnie bersama warga yang diindikasikan sebagai laskar anggrek tersebut terjadi di Rawa Lele, Jombang, Ciputat, pada Kamis (28/05/2020) pagi.
Akademisi UIN Ciputat Zaki Mubarak mengatakan, keuntungan calon yang masih menjabat adalah memanfaatkan kedudukannya untuk mendulang elektabilitas. Apalagi di saat pandemi corona seperti ini, posisi sebagai sekda atau wakil walikota menjadi samar ketika pada saat yang sama juga menjadi bakal calon walikota. Bantuan sosial atau bansos yang didistribusikan pemkot menjadi samar ketika yang membagikannya adalah Benyamin ataupun Muhamad. Nah, agar tidak terjadi kepentingan pribadi, baiknya dua calon tersebut mengundurkan diri.
“Saya rasa ini yang dimanfaatkan para bakal calon yang kebetulan masih menduduki jabatan publik. Mereka menggunakan posisinya untuk menarik popularitas. Nah, ini yang harus dicegah. Tugas kita bersama untuk mengontrol,” katanya, saat dihubungi, kemarin.
Zaki mengatakan, kontrol publik rasanya tidak cukup. Perlu ada perubahan dalam aturan soal pilkada. Menurutnya, ketika pejabat publik yang hendak melakukan lobi-lobi poliik untuk maju jadi kepala daerah, harusnya sudah mulai mengundurkan diri. Jadi tidak perlu menunggu keputusan resmi KPU. Soalnya jika aturan ini masih diterapkan, yang terjadi pemanfaatan jabatan untuk kepentingan politik.
“Ini yang terjadi. Ben dan Muhamad keliling Tangsel atas nama wakil ataupun sekda. Padahal mereka sedang sosialisasi. Hal tersebut yang sering kita temui,” ungkapnya.
Maka itu, perlu ada sikap tegas agar tidak terjadi konflik interest dalam pilkada Tangsel. Dirinya menilai pemanfaatan jabatan begitu massif dilakukan petahana. Jika tidak dilakukan kontrol, khawatir kualitas demokrasi di Tangsel akan menurun.
“Perlu aturan yang ketat terkait pilkada. Saya menyarankan pengunduran diri pejabat publik yang mencalonkan tidak perlu menunggu pendaftaran. Kalau harus menunggu yang ada pemanfaatan jabatan, seperti yang kita lihat di Tangsel,” ujarnya. Maste.
Pewarta : S.Tete Marthadilaga