Jakarta, Lapan6online.com : Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Din Syamsuddin, berpendapat, pemimpin bisa dimakzulkan jika amanat kepemimpinan tidak ditunaikan sebagai amanat.
“Jika ada penyimpangan dari amanat, kelompok ini memberikan hak kepada rakyat, warga negara, yakni hak untuk mengkritik, hak untuk mengoreksi, bahkan nanti hak untuk menyoal kembali amanat yang telah diberikannya itu, untuk menarik kembali mandat yang telah diberikan. Itu yang disebut pemakzulan,” kata Din Syamsuddin dalam diskusi ‘Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19’, Senin (1/6/2020).
Din menjelaskan, kata pemakzulan berasal dari bahasa Arab, yakni azala artinya mencopot sesuatu, menyingkirkannya ke samping dan dia tersingkir. Secara etimologis, kata dia, arti pemakzulan sangat kuat jika dibandingkan dengan impeachment.
Dalam tradisi pemilihan pemimpin politik Islam ada beberapa gradasi dari pemakzulan itu, yakni sekedar azlul hakim, artinya penyingkiran atau pencopotan tadi itu. Tapi tingkatan tertinggi adalah Alkhuruj anil hakim.
“Alkhuruj anil hakim, kita keluar karena rakyat memberontak, karena rakyat melakukan aksi-aksi terutama amar makruf nahi munkar,” ucap Din.
Dia menegaskan Islam dan pemikiran politik Islam sangat tegas dan keras. Ini karena amanat kepemimpinan berasal dari Tuhan.
“Jadi Islam dan pemikiran politik Islam, sangat tegas dan keras. Kenapa? Karena amanat kepemimpinan itu suci, bukan amanat rakyat tapi amanat Tuhan. Maka itu, sesuatu yang harus diemban. Maka pemakzulan itu adalah sesuatu yang dimungkinkan,” ucap dia. (*Gelora.co)