Demokrasi Mati Dimasa Kegelapan

0
138
Edysa Girsang, (foto Istimewa)

Oleh: Edysa Girsang, (*)

Lapan6online.com : Jika dialog mati, buat apa ada Pancasila dan Demokrasi?

Jika pandemi covid 19 ini adalah kegelapan, maka waspadalah kekuasaan akan memanfaatkan untuk membunuh suara-suara kritis masyarakat.

Dibeberapa negara bahkan telah membunuh demokrasi (suara rakyat) untuk melangengkan kekuasaannya.

Di Indonesia sebuah seminar di teror dan diintimidasi, tak berbeda dengan masa kegelapan demokrasi di era orde baru.

Suara-suara sumbang bagi sebuah regim dianggap ancaman. Bahkan dipenjara. Disisi lain jutaan rakyat kehilangan pekerjaan dan kesulitan ekonomi, sementara para kapitalisme memanfaatkan negara untuk segera melakukan kegiatan produksi bisnis kapitalnya, seperti membuka mall2.

Mari kita renungkan situasi hari ini dan Indonesia ke depan akan bagaimana?

Saat ini bangsa ini butuh pikiran pikiran jernih dan orsinil guna menghadapai situasi hari ini dan tantangan kedepan.

Nasionalisme kebangsaan saat ini sangat dibutuhkan, tapi bukan nasionalisme sempit bahkan rasis tapi nasionalisme yang membebaskan dan mencerdaskan rakyat dan bangsa.

Politik rakyat adalah gotong royong harus ditumbuh kembangkan, forum forum warga (Dewan Warga) harus dihidupkan sebagai sarana komunikasi (demokrasi itu komunikatif itu musyawarah) guna saling menjaga dan melindungi juga membantu saudara saudara kita yg kesulitan serta mendorong kehidupan yang lebih baik maju dan bermartabat.

Dan kita, anda, kamu juga saya adalah bagian dari bangsa ini yang berkewajiban melindungi segenap tumpah darah dan bangsa. Kewajiban membela tanah air pertiwi ini adalah bagian dari amah para leluhur bangsa ini yg mempertaruhkan jiwa dan raga mereka bagi kehidupan berbangsa yang adil dan beradab serta mewujudkan rasa keadilan sosial untuk mencapai kesejahteran bagi seluruh rakyat bangsa Indonesia.

Ayo saatnya kita sadar, bangkit, perduli merawat bangsa ini.

Rakyat bantu rakyat,
Rakyat Merdeka,
Negara sehat rakyat sejahtera.

Jakarta 02 mei 2020. (*)

*Penulis adalah Dewan Warga Jakarta dan aktivis 98.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini