Refly Harun: Pemakzulan Presiden Diatur UUD, Ini Poinnya

0
77
Refly Harun,Pakar hukum Tata Negara/Foto : Net

“Bisa jadi fakta ini muncul, kemudian presiden bisa dijatuhkan dengan mekanisme di DPR, kemudian ke MK, kemudian dikembalikan lagi ke MPR terakhir,”

Jakarta, Lapan6online.com : Isu pemberhentian atau pemakzulan Presiden terus mengemuka dalam sepekan ini. Sebelumnya teror dan tuduhan makar diterima Panitia diskusi Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (FH UGM) Yogyakarta dan narasumber diskusi, Prof Ni’matul Huda saat akan menggelar diskusi yang bertemakan antara lain soal “Pemecatan Presiden”.

Merespon soal pemberhentian, pemecatan atau pemakzulan, Mantan Komisaris Utama Pelindo I, Refly Harun angkat bicara. Menurut Refly, Undang-Undang Dasar 1945 hasil perubahan ketiga tahun 2001 telah mengatur syarat pemberhentian presiden atau pemakzulan.

Refly Harun yang merupakan pakar hukum tata negara ini mengungkapkan, ada tiga poin syarat pemberhentian presiden. Yakni:

Pertama, pelanggaran hukum seperti penghianatan terhadap negara, penyuapan, korupsi, dan tindak pidana berat lainnya yang ancaman hukumanya di atas lima tahun lebih.

Kedua, adalah melakukan perbuatan tercela yang melanggar norma adat, norma kesusilaan, dan norma agama seperti mabuk, judi, dan zina.

Dan ketiga, memenuhi syarat sebagai presiden dan wapres.

Namun, menurut Refly, terkait syarat pertama, yakni sisi pelanggaran hukum sulit diproses oleh aparat terhadap seorang presiden.

“Makanya kalau alasan untuk menjatuhkan presiden dari sisi hukum itu agak berat, tapi ada dimensi politiknya,” kata Refly dalam wawancara program Sarinya Berita di channel YouTube Realita TV yang dikutip Lapan6online dari situs Wartaekonomi, Selasa (2/6/2020).

Refly mencontohkan soal penanganan pandemik Covid-19, di mana presiden telah menerbitkan Perppu No 1/2020 yang sudah menjadi UU No 2/2020 dengan menggelontorkan anggaran Rp 405 triliun. Menurutnya, bila dalam proses ini muncul indikasi penyuapan atau korupsi oleh kepala negara, hal itu bisa ditindaklanjuti.

“Bisa jadi fakta ini muncul, kemudian presiden bisa dijatuhkan dengan mekanisme di DPR, kemudian ke MK, kemudian dikembalikan lagi ke MPR terakhir,” urainya.

Namun, dalam hal ini ia menjelaskan publik agar tidak keliru, menjatuhkan presiden bukan dari Perppu atau UU-nya melainkan tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh presiden.

“Jadi kalau kita mengatakan apakah dengan kebijakan presiden menangani Covid-19 ini bisa dijatuhkan? Ya tergantung, kalau kebijakannya koruptif ya bisa dijatuhkan, bukan karena kebijakannya tapi karena korupsinya,” paparnya.

Karna itu, bila muncul indikasi pelanggaran hukum oleh presiden, kunci utamanya ada pada DPR RI. “Kuncinya di DPR, awalnya di DPR karena presiden itu dia tidak bisa diproses tindak pidana biasa. Jadi kalau dia melakukan tindak pidana berat, yang bisa memprosesnya adalah DPR,” tukas dia.

(*/RedHuge/Lapan6online)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini