Literasi Demam Berdarah Dengue

0
116
Ilustrasi : Net
“Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penderita DBD yang cenderung mengalami kenaikan pada awal tahun karena tingginya curah hujan.Data ini memperlihatkan betapa DBD masih menjadi ancaman dan momok yang serius bagi bangsa Indonesia,”

Oleh : Rina Devina

Jakarta | Lapan6Online : Siapa yang tidak kenal dengan Demam Berdarah Dengue atau biasa kita menyebutnya sebagai DBD?. Ya, semua orang pasti tahu, bahkan anak kecil sekalipun.

Tapi tak banyak yang tahu kalau sekarang, tepat hari ini tanggal 15 Juni adalah Hari Demam Berdarah Dengue ASEAN atau ASEAN Dengue Day yang digagas dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-19 di Hanoi, Vietnam pada tanggal 30 Oktober 2010.

Rina Devina/Foto : Ist.

Indonesia menjadi pelopor peringatan Hari Dengue ASEAN pada 15 Juni 2011. “Deklarasi Jakarta melawan DBD” disepakati oleh 11 negara ASEAN yang hadir saat itu. Inti dari kesepakatan itu adalah bahwa DBD termasuk salah satu penyakit menular prioritas.

Peringatan Hari Dengue ASEAN ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya dari penyakit demam berdarah dengue secara berkelanjutan dan memperkuat kerjasama dan komitmen regional dalam upaya pengenalian DBD di antara Negara-negara ASEAN.

Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penderita DBD yang cenderung mengalami kenaikan pada awal tahun karena tingginya curah hujan.Data ini memperlihatkan betapa DBD masih menjadi ancaman dan momok yang serius bagi bangsa Indonesia. Walaupun setiap tanggal 22 April Indonesia juga memperingati Hari Demam Berdarah Nasional, namun masih diperlukan berbagai langkah sosialisasi dan aksi lainnya agar masyarakat dapat sadar tentang bahaya DBD.

Salah satu langkah yang dapat diambil dalam rangka menghambat dan mencegah penularan DBD adalah dengan edukasi berbasis literasi. Semua elemen masyarakat dapat mengambil peran ini.

Mulai dari penyuluh kesehatan, para petugas medis, guru disekolah bahkan pustakawan dan profesi Ppun kita dapat berbuat dan mengambil langkah dengan cara memberi informasi dan pencerahan tentang bahaya DBD dan cara pencegahan dan penanggulangannya.

Salah satu upaya dalam edukasi literasi adalah dengan memanfaatkan media sosial, bagi perpustakaan yang memiliki fasilitas akses digital, mungkin bisa dengan mengadakan virtual conference tentang isu DBD, namun bagi perpustakaan yang belum berbasisis digital dapat menyuarakan literasi dengan media massa atau media lainnya yang dapat menjadi penyambung lidah dalam usaha menyampaikan literasi kesehatan utamanya tentang DBD, khususnya di momen istimewa hari ini.

Literasi Seputar DBD
DBD adalah infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue. Virus ini masuk ke dalam tubuh seseorang melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Gejala yang muncul saat seseorang positif terinfeksi DBD adalah : demam mendadak tinggi, mual, muntah, nyeri sendi, nyeri kepala, hingga penurunan nafsu makan.

Selain itu, penderita DBD juga bisa mengalami tanda lain seperti munculnya bintik-bintik merah pada kulit serta pendarahan pada gusi dan hidung.

Ada beberapa orang yang memiliki resiko tinggi terinfeksi DBD, diantaranya adalah : umur, imunitas, genetik, geografis, iklim, faktor lingkungan, pernah mengalami infeksi virus dengue sebelumnya, tinggal atau pernah bepergian ke daerah tropis dan bayi/anak-anak atau lanjut usia dan orang yang memiliki kekebalan tubuh yang lemah.

Gejala umum DBD dapat timbul 4-7 hari sejak gigitan pertama nyamuk dan dapat berlangsung selama 10 hari. Diagnosa demam berdarah dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik dan wawancara medis, selain itu diperlukan pemeriksaan penunjuang lain seperti pemeriksaan darah di laboratorium tentunya. Ketika DBD tidak segera ditangani, akan menimbulkan komplikasi yang akan mengakibatkan gangguan fungsi organ tubuh lainnya sehingga dapat berujung kepada kematian.

Ada beberapa tips yang dapat kita terapkan untuk mencegah penularan DBD, diantaranya :
a. Anak usia 9-16 tahun seharusnyasudah divaksiansi dengue sebanyak 3 kali dengan jarak 6 bulan
b. Memberantas sarang nyamuk dengan Fogging
c. Menguras bak mandi minimal setiap minggu
d. Menutup rapat tempat penampungan air
e. Mendaur ulang barang yang berpotensi menjadi tempat kembang biak nyamuk
f. Mengatur tingkat cahaya yang cukup di dalam rumah/ruangan
g. Memasang kawat anti nyamuk di ventilasi rumah/ruangan
h. Menaburkan bubuk abate pada penampungan air yang sulit untuk dilakukan pengurasan
i. Menggunakan kelambu saat tidur
j. Mengurangi/menghentikan kebiasaan menggantung pakaian
k. Menghindari wilayah daerah yang rentan terjadi infeksi DBD.
l. Mengenakan pakaian yang longgar
m. Menggunakan krim atau lotion yang akan menjauhkan gangguan nyamuk.

Sebenarnya, selain DBD ada penyakit lain yang dapat disebabkan oleh gigitan nyamuk, beberapa diantara yang sudah terdeteksi yaitu :
1. Zika, Virus ini termasuk penyakit berbahaya lain yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Virus ini pertama kali tereteksi di hutan Zika di daerah Uganda. Kasus pertama penyakit ini ditemukan di wilayah Afrika dan Asia, tetapi dalam beberapa dekade terakhir telah menyebar ke wilayah Amerika, terutama di periode tahun 2015-2016.

2. Chikungunya, adalah virus yang ditularkan oleh spesies nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit ini pertama kali ditemukan di wilayah Tanzania pada tahun 1952.
Nama Chikungunya sendiri diadaptasi dari nama etnis Mokonde yang berarti ‘membungkuk’ yang sesuai dengan postur tubuh penderita yang selalu membungkuk akibat menahan nyeri sendi seperti terkena penyakit reumatik.

3. Malaria, adalah salah satu penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan kematian yang ditularkan oleh nyamuk. Malaria di sebabkan oleh sejenis parasit bernama plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk malaria yang dikenal dengan spesies nyamuk Anopheles. Parasit jenis ini berkembang biak di hati orang yang terinfeksi sebelum menginfeksi dan menghancurkan sel darah merah.

Beberapa upaya sudah dilakukan Pemerintah untuk menangani masalah DBD adalah dengan terus melakukan penyuluhan, penyelidikan epidemiologi, pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk karantina.

Namun sebagai seorang pustakawan atau apapaun profesi kita, kita dapat melakukan upaya edukasi dengan apapun kapasitas yang kita miliki, salah satunya adalah dengan literasi kesehatan seperti ini. Salam Literasi. GF/RIN/Lapan6 Group

*Penulis adalah Pustakawan pada Kanwil Kemenkumham Sumut

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini