Jakarta, Lapan6online.com : Majelis Ulama Indonesia (MUI) siap melakukan aksi besar-besaran bahkan menyatakan akan menunjuk seorang panglima untuk melakukan masirah kubra (aksi besar-besaran).
Merespon hal itu, Tokoh nasional, Eggi Sudjana, meminta MUI agar dapat bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membahas pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
“Kalau sudah dilakukan pertemuan tapi tetap saja dilakukan pembahasan di DPR, maka umat bersama MUI harus melakukan people power di Istana dan DPR. Sekarang harus sudah bergerak seperti ini,” kata Eggi dalam sebuah diskusi virtual, lansir Gelora.co, Sabtu (20/6/2020).
Dia berpandangan, secara filosofis, Indonesia dulu tidak dikenal negara luar termasuk Pancasila. Indonesia dikenal karena banyak paham atau keyakinan, seperti animisme dan dinamisme hingga monoteisme.
“Kemudian melalui perjuangan dakwah para pejuang, ulama dan pahlawan nasional dapat mengembalikan Indonesia kepada negara yang dicita-citakan, sampai kepada lahirnya Partai Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) yang terdiri dari berbagai Ormas besar. Jadi, saat itu belum ada pembicaraan Pancasila, yang ada adalah dakwah tentang tauhid,” ujarnya.
Eggi menguraikan, gerakan tauhid ini bertransformasi menjadi gerakan hukum dan politik, hingga perjuangan umat Islam pada Piagam Jakarta di sila pertama yaitu ‘Berketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’. Menurut dia, dalam perspektif sosio-historis, Pancasila menjiwai Piagam Jakarta yang lahir sebelumnya.
“Jadi kalau Piagam Jakarta saja, maka agama lain tidak boleh ada di Indonesia karena bertentangan dengan sila pertama dari Piagam Jakarta. Tetapi kita mengalah hingga tujuh kata itu dihilangkan dan diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, di mana menurut tokoh Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusumo ini memaknai tauhid,” jelasnya.
Sebuah Kejahatan
Pada kesempatan sama, inisiator gerakan Masyumi Reborn, Masri Sitanggang menilai, RUU HIP adalah pengingkaran terhadap negara. Sebab, apa yang sudah disepakati pada 18 Agustus 1945 dan diperkuat dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sudah menjadi keputusan final.
“(RUU HIP) ini menurut saya sebuah kejahatan, ada maksud merubah falsafah dasar negara dan ini bisa dipidana 20 tahun sesuai dengan peraturan tentang pembentukan perundang-undangan. Orang yang berfikir untuk merubah Pancasila harus dibawa ke meja hijau,” kata dia.
(*/RedHuge/Lapan6online)