“Kenapa media online lain tidak menaikkan apalagi menyangkut salah satu figur, mungkin mereka realistis, menjunjung tinggi kode etik jurnalistik dan menilai ini orderan, pembunuhan karakter atau bahkan ini ga ada feenya,”
Surabaya | Lapan6Online : Sejak Indonesia Police Watch (IPW) menghembuskan nama-nama jenderal yang masuk ke dalam bursa calon Kapolri selanjutnya pengganti Jenderal Idham Aziz, saat ini di media dan media sosial terus menjadi perbincangan.
Dari pendataan IPW kedelapan nama itu, terdiri dari lima jenderal bintang tiga (Komjen) dan tiga bintang dua (Irjen). Kedelapan nama ini mulai dari lulusan Akademi Kepolisian tahun 1988 A hingga lulusan tahun 1991.
Mereka adalah Komjen Rico (Kabaintelkam), Komjen Agus (Kabaharkam), Komjen Boy Rafly (Kepala BNPT), Komjen Sigit (Kabareskrim), dan Komjen Gatot (Wakapolri), sedangkan untuk bintang dua ada Irjen Nana (Kapolda Metro Jaya), Irjen Lufti (Kapolda Jateng), dan Irjen Fadil (Kapolda Jatim) kata Neta dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Namun aroma persaingan tidak sehat mulai kelihatan di ranah media dan media sosial, hal ini diungkap oleh pengamat media sekaligus pakar SEO dan publisher Indonesia Toni Romanzah, pada Sabtu (20/06/2020) kemarin.
Kepada awak media Toni mengatakan bahwa masyarakat Indonesia tau bahwa jabatan Kapolri itu domainnya Presiden, bukan domainnya LSM, Aliansi-aliansi, Partai dan sayap-sayap partai.
“Ini saya melihat ada media yang menjelek-jelekkan 1 calon, tapi menyanjung-nyanjung 7 calon lainnya”, ujar Pria yang belasan tahun menjadi publisher google ini.
Lebih lanjut Toni mengamati berita-berita yang menjelekkan salah satu kandidat malah hanya tayang di media itu aja dan kelihatan seperti pesanan.
“Kalau dilihat terkait dinamika calon Kapolri saya lihat begitu”, ujar pria yang saat ini sibuk menaikkan SEO website para penggiat UMKM.
Pria yang juga berpengalaman di dunia pemograman Website dan SEO ini juga mengatakan bahwa saat ini kita harus jeli melihat media-media yang menjadi alat framing.
“Kalau di Komunitas Publisher Indonesia, gampang sekali menilai suatu kredibilitas media atau website, misal hanya di media itu saja tayang, tp media lain tidak itu indikasi nya media “bodrex” kalau istilah kawan-kawan wartawan, walaupun media yang sudah besar sekalipun”, ujar Toni.
Masih lanjut Toni, logikanya sebuah rilis berita pasti ratusan atau ribuan media yang akan menerbitkan, apalagi kan sesama jurnalis byk komunitas dan paguyuban.
Kalau menjelek-jelekkan seseorang hanya tayang di satu media, sementara ribuan media lainnya ga ada, its bodrex, bisa saja karena terima fee rilis sementara media lain tidak menaikkan.
“Kenapa media online lain tidak menaikkan apalagi menyangkut salah satu figur, mungkin mereka realistis, menjunjung tinggi kode etik jurnalistik dan menilai ini orderan, pembunuhan karakter atau bahkan ini ga ada feenya”, tutur Toni.
Toni juga menghimbau kepada masyarakat untuk benar-benar melek saat ini apalagi di jaman arus informasi yang begitu kencang saat ini, hoax juga sering kita jumpai dimana-mana.
“Harus melek dan silakan manfaatkan media dan media sosial dengan baik dan bijak, potensi besar juga karena tidak sedikit yang sukses menjadi publisher google baik itu youtube, web, aplikasi dan ppc lain serta teranyar facebook yang saat ini sudah dibisa di monetize”, tutup Toni. Maste