Kapitalisme Penumbuh Subur Diskriminasi Rasial

0
157
Ilustrasi/Net
“Warga kulit hitam sering dicap sebagai pelaku kejahatan dan mengalami perlakuan sadis oleh polisi. Menurut sebuah laporan yang dirilis oleh situs Pundit Fact AS pada 26 Agustus 2014 oleh Katie Sanders, rata-rata 36 jam pada 2012 dan 28 jam di tahun 2013,”

Oleh : Pungky Widodo

Jakarta | Lapan6Online : Mengapa di Amerika Serikat yang terkenal sebagai negara kampiun demokrasi seringkali terjadi konflik rasial yang berulang?

Pertanyaan tersebut dijawab oleh Gunnar Myrdal, dalam bukunya berjudul: An American Dilemma. Dalam buku tersebut, dia menyinggung bahwa diskriminasi rasial dan kesenjangan ekonomi telah menjadi cacat bawaan demokrasi Amerika. Diskriminasi rasial tak bisa dilepaskan dari mulai masuknya orang-orang Eropa ke Benua Amerika dan berdirinya negara Amerika Serikat. Mereka berkulit putih. Mereka mengklaim sebagai ras superior. Mereka lalu melakukan berbagai aksi kekejaman terhadap penduduk asli Amerika.

Pungky Widodo/Foto : Ist.

Berdirinya Negara Amerika telah meningkatkan diskriminasi rasial secara legal. Amerika memperluas perbudakan atas ribuan orang kulit hitam Afrika. Mereka didatangkan ke Amerika untuk dipekerjakan secara paksa pada ladang dan tambang baru.

Memang perbudakan berakhir dengan Amandemen Ketigabelas Konstitusi AS pada tahun 1865. Namun, rasisme tidak hilang dari masyarakat Amerika. Lalu dibuatlah Undang-Undang Hak Sipil tahun 1964. Itu pun karena desakan gerakan perjuangan warga kulit hitam Amerika yang menuntut hak-hak sipil mereka. Namun, secara praktis diskriminasi terhadap warga kulit hitam di tengah masyarakat Amerika terus berlangsung. Bahkan tokoh gerakan kulit hitam, yaitu Malcolm X dan Dr Martin Luther King, menjadi korban pembunuhan.

Warga kulit hitam sering dicap sebagai pelaku kejahatan dan mengalami perlakuan sadis oleh polisi. Menurut sebuah laporan yang dirilis oleh situs Pundit Fact AS pada 26 Agustus 2014 oleh Katie Sanders, rata-rata 36 jam pada 2012 dan 28 jam di tahun 2013, warga kulit hitam terbunuh oleh polisi Amerika.

Banyak orang kulit hitam terus hidup dalam kemiskinan dan marjinalisasi. Menurut Laporan Deutsche Welle, dari tahun 1974 hingga 2018, pendapatan rata-rata orang kulit hitam pada tahun-tahun tersebut masih termasuk yang terendah di Amerika. Menurut laporan yang sama, pendapatan rata-rata orang Amerika adalah sekitar $ 26.000 pertahun, sedangkan rata-rata orang kulit hitam (Afro-Amerika) hanya berpenghasilan sekitar $ 17.000 pertahun.

Kondisi politik, ekonomi dan pengadilan yang tidak adil di AS selama beberapa dekade terakhir telah menyebabkan sedikitnya lima puluh persen anak-anak kulit hitam hidup dalam kemiskinan.

Menurut statistik resmi, tingkat pengangguran di antara orang kulit hitam jauh lebih tinggi daripada orang kulit putih. Pendapatan yang diperoleh orang kulit hitam jauh lebih rendah. Bahkan dalam beberapa kasus separuh dari kulit putih.

Dari berbagai keterangan di atas tampak jelas bahwa deskriminasi rasial dan kesenjangan ekonomi berjalan secara sistemik. Telah berlangsung berabad-abad dan menghasilkan persoalan yang tak berkesudahan.

Demokrasi di Amerika yang menghasilkan kebebasan dalam memiliki akhirnya melahirkan sistem kapitalisme. Kapitalisme telah melahirkan ketimpangan ekonomi dan sosial yang menimpa banyak warga kulit hitam. Akhirnya, sampai kapan pun konflik rasial di Amerika tak akan pernah hilang.

Saat ini pemicunya adalah kematian George Floyd dan viralnya perlakuan sadis polisi. Pada masa depan, kasus-kasus serupa lainnya juga dapat kembali memicu ledakan konflik rasial yang bisa lebih parah. Seperti api dalam sekam. Dapat terbakar kapan saja. Inilah alasan kuat bahwa demokrasi sering menumbuhsuburkan diskriminasi, termasuk diskriminasi rasial (rasisme).

Islam memposisikan keberagaman bahasa dan warna kulit sebagai fitrah alami manusia, sekaligus membuktikan kekuasaan Allah SWT. “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan langit dan bumi serta ragam bahasa dan warna kulit kalian. Sungguh pada yang demikan benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.”

Dalam perjalanan sejarah Islam, saat diterapkan dalam sistem Khilafah, terbukti telah berhasil menyatukan manusia dari berbagai ras, warna kulit dan suku-bangsa hampir 2/3 dunia selama lebih dari 10 abad. Wilayah-wilayah yang dibebaskan oleh Khilafah Islam diperlakukan secara adil. Mereka tidak dieksploitasi seperti yang dilakukan oleh negara-negara imperialis pengemban peradaban demokrasi-kapitalisme. Dakwah Islam oleh Khilafah dilakukan tanpa memaksa non-Muslim untuk memeluk Islam. Islam hadir untuk memberikan rahmat untuk alam semesta, bukan hanya manusia. Islam mampu menyatukan umat manusia dari berbagai ras, warna kulit, suku bangsa maupun latar belakang agama menjadi sebuah masyarakat yang khas. ****

*Penulis Adalah Pemerhati Politik

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini