New Dehli, Lapan6online.com : Konflik dengan China memicu India memborong banyak jet tempur. Langkah ini guna menandingi superioritas jet tempur China, Shenyang J-16 yang disebut dikembangkan dari basis jet tempur Sukhoi miliknya. Dengan penyempurnaan itu, J-16 juga berjuluk pembom karena kemampuannya mengangkut 12 ton misil dan bom.
Sebelumnya, Militer India disebut-sebut tengah memborong jet tempur Amerika Serikat dengan nama F-21. Diketahui, jet tempur ini masih keluarga besar F-16 supercharged yang dirancang khusus oleh Lockheed Martin. Mereka menyebutnya dengan nama F-21 yang merupakan hasil renovasi F-16 dengan menggabungkan beberapa teknologi spesifik ke India.
F-21 pasti dapat memiliki dampak strategis pada persaingan India dengan China karena pesawat Gen-4 canggih masih cukup layak mengingat serangkaian perubahan. India dipastikan akan mendapatkan F-21 dalam jangka waktu cepat. Namun tidak dijelaskan berapa banyak F-21 yang dipesan India ini. Kendati demikian, dalam skala superioritas, pesawat F-21 disebut masih kalah saing dengan pesawat siluman China J-20 atau J-31 5th-Gen China.
Barangkali itu yang mendasari India untuk secepatnya mendatangkan jet tempur asal Rusia seperti jet tempur MiG-29 (21 unit) dan Sukhoi Su-30MKI (12 unit), dimana MiG-29 akan didatangkan langsung dari Rusia, sementara Su-30MKI akan dirakit di India.
Pengadaan lewat jalur ekspres ini dimaksudkan untuk mengisi ‘kekosongan’ pada komposisi jet tempur AU India. Padahal India sudah memiliki jet tempur Rafale dan Mirage-2000. Lantas dimanakah kedua jenis jet tempur tersebut?
Belum Bisa Andalkan Rafale dan Mirage
Mengutip artikel Haryo Adjie dari Indomiliter, disebutkan, ‘Kepanikan’ New Delhi untuk memborong jet tempur asal Rusia lewat jalur cepat, bisa dimaklumi, betapa tidak, Negeri Anak Benua punya potensi besar untuk menghadapi konfrontasi di dua front sekaligus.
Selain dengan Cina, India pun punya peluang berperang dengan sekutu Cina, yaitu Pakistan. Dalam konteks menghadapi ancaman peperangan dari dua negara, komposisi Su-30MKI (272 unit), MiG-29 UPG (65 unit), MiG-21 Bison (60 unit), Hal Tejas (18 unit), Mirage-2000 (49 unit) dam jet tempur lawas Specat Jaguar (110 unit), dipadang tak memadai.
Tanpa mengecilkan kualitas jet tempur produksi Rusia, namun, sejatinya daya deterens AU India terletak pada kombinasi Mirage-2000 dan Rafale. Sementara Su-30MKI, meski disebut sebagai salah satu varian Su-30 tercanggih, tetap saja seluk beluk dan karakteristiknya sudah dikenali oleh Beijing, lantaran Cina juga mengoperasikan Su-30, bahkan memproduksi jiplakan-nya yang kondang disebut Shenyang J-11.
Mirage-2000, meski usianya tak lagi muda, tapi jet tempur yang juga diandalkan Taiwan ini punya reputasi yang battle proven. Yang lebih penting, tak begitu ‘dikenali’ oleh pilot jet tempur Cina. Namun, kuantitas armada yang terbatas, menjadikan Mirage-2000 tak lagi jadi pemain utama yang dijagokan. Dan bisa ditebak, justru yang bisa membuat Cina ketar-ketir adalah Dassault Rafale yang diakuisisi ‘hanya’ 36 unit oleh India.
Tapi sayangnya, Rafale tidak dalam kondisi siap tempur untuk saat ini, pasalnya dari 36 unit yang dipesan pada September 2016, saat ini baru tiba dalam batch pertama, yaitu tiga unit Rafale telah tiba pada Mei 2020 lalu. Meski industri pertahanan Perancis beberapa waktu lalu sempat terganggu akibat wabah Covid-19, namun, Duta Besar Prancis untuk India, Emmanuel Lenain memastikan, bahwa tidak akan ada keterlambatan pengiriman 36 unit Rafale.
Komposisi 36 unit Rafale pesanan India terdiri dari 28 unit Rafale EH (single seat) dan 8 unit Rafale DH (tandem seat). Secara keseluruhan, pesanan Rafale India baru akan tuntas dikirim pada tahun 2025.
Solusi Pengadaan Ekspres
Kontrak akuisisi 36 unit Rafale India terbilang fantastis, yaitu US$8,7 miliar, atau harga per unit pesawat sekitar US$242 juta. Harga per unit Rafale India terbilang sangat tinggi, pun jika dibandingkan dengan harga per unit F-35A Lightning II dan F-15QA.
Meski terasa mahal, di dalam kontrak US$242 juta, disebut-sebut sudah termasuk offset sebesar 50 persen dan paket persenjataan beyond visual range air-to-air missile (rudal Meteor) dan rudal jelajah Scalp yang dikembangkan oleh MBDA. Tidak itu saja, Rafale pesanan India ternyata juga dikustom secara khusus, diantaranya adopsi helmet-mounted display buatan Israel, radar warning receivers, low band jammers, 10-hour flight data recording, serta infra-red search and tracking (IRST) systems.
Ada dua skadron yang dibentuk untuk Rafale, skadron pertama akan ditempatkan di Lanud Ambala, yang dianggap sebagai salah satu pangkalan udara yang paling strategis, dimana jarak perbatasan India-Pakistan hanya berjarak 220 km dari sana. Skadron kedua Rafale akan ditempatkan di Lanud Hasimara di Benggala Barat, yang ini lokasinya tak jauh dengan front perbatasan India-Cina “Line of Actual Control” di Himalaya.
Lepas dari segala kecanggihan dan reputasi Rafale, sayangnya jet tempur dengan biaya operasional per jam US$16.500 ini, belum bisa jadi andalan India dalam merespon potensi konflik dengan Cina dan Pakistan. Maka dari itu, tak heran bila India butuh solusi pengadaan ekspres atas stok jet tempur Rusia yang available untuk dibeli dan tentunya punya compatibility dengan armada serta logistik jet tempur India saat ini.
Respon China
Merespon eskalasi pasukan darat India dan kehadiran Sukhoi Su-30MKI, militer China bergerak, mengirim pembom terbaru jet tempur Shenyang J-16 yang disebut dikembangkan dari basis jet tempur Sukhoi.
J-16 adalah pesawat tempur buatan dalam negeri yang mengkloning dari jet tempur Su-30 Flanker milik Rusia yang merupakan lawan seimbang bagi F-15 Strike Eagle Amerika. Angkatan Udara dan Angkatan Laut China juga mengoperasikan Su-30.
(*/RedHuge/Lapan6online)