Jakarta, Lapan6online.com : Meski sudah merdekal selama hampir 75 tahun, namun banyaknya tenaga kerja asing (TKA) yang bebas masuk ke Tanah Air serasa Indonesia kembali ke masa penjajahan.
Demikian disampaikan gurubesar ekonomi Universitas Indonesia (UI), Prof Dr. Sri Edi Swasono saat menjadi narasumber di Bravos Radio Indonesia. Menurut Prof Sri Edi, saat ini Indonesia sudah mengabaikan gerbang dari rasa nasionalisme, yakni kewaspadaan terhadap ancaman dari luar.
“Kewaspadaan adalah harga dari nasionalisme, maka dan kita harus siap membayarnya itu. Kita tidak terlalu waspada,” ujar Prof Sri Edi seperti yang dikutip di akun YouTube Bravos Radio Indonesia, Jumat (31/7/2020).
Menantu Proklamator Mohammad Hatta itu pun menyinggung di era pemerintahan Joko Widodo sempat muncul kabar pembahasan mengenai undang-undang tentang dwi kewarganegaraan di mana hal itu tidak pernah diakui di Indonesia.
“Ada apa ini? Karena Bhinneka Tunggal Ika, Tanhana Dharmma Mangrva. Kata Tanhana Dharmma Mangrva adalah diktumnya Lemhannas. Artinya, tidak ada kewajiban yang ganda, mendua. Jadi kita hanya mengakui satu warga negara, yaitu cinta pada satu Ibu Pertiwi,” jelas Prof Sri Edi.
“Jadi kalau UU dwi kewarganegaraan sampai diterima, sampai berjalan, itu Lemhannas harus dihapuskan dong atau harus ganti diktumnya,” kritiknya.
Selain itu, adanya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 16/2015 yang tidak ada syarat bagi TKA untuk berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia juga menjadi sorotan.
Belum lagi visa on arrival yang merupakan dokumen izin masuk seseorang ke suatu negara yang bisa diperoleh langsung di perbatasan antarnegara atau bandara.
“Mereka datang tanpa visa, coba kita pergi ke China, wah ngurus visanya susah. Kita pergi ke negara lain mengurus visanya susah, (tapi) kita menggunakan bebas visa on arrival dan banyak yang masuk Indonesia kemudian tidak pulang. Jadi orang berbondong-bondong datang ke sini semaunya belum tentu pulang,” tutur Sri Edi.
“Jadi saya rasa invasi sudah berjalan, invasi terhadap Indonesia. Selama ini yang belum dibicarakan adalah bahwa invasi itu sudah terjadi di Indonesia,” pungkasnya. (Gelora.co)