“Karena itu saya meminta agar yang mengusir awak media dapat mempelajari pasal-pasal dan sejumlah ayat yang mengikat nilai hukum bagi kemerdekaan wartawan. Sebab, siapapun dia, ketika mengusir dan mencoba menghalang-halangi tugas wartawan, berarti dia telah melanggar hukum,”
Malut | Lapan6Online : Oknum anggota polisi yang mengusir awak media di lantai 2 kantor Walikota Ternate, Provinsi Maluku Utara adalah suatu yang tidak beretika. Sikap seperti itu adalah melanggar Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999.
Koordinator Gerakan Perubahan (Garpu), Muslim Arbi mengatakan etika terhadap pers harus muncul dari masyarakat. Sebab pers merupakan sarana untuk memperjuangkan kemerdekaan hidup berdemokrasi di Indonesia.
“Sebaiknya lakukan dengan cara-cara yang baik dan tidak melakukan pengusiran terhadap wartawan. Sebab etika bangsa kita ini selalu menghargai orang lain. Dalam berdemokrasi yang baik, menghargai orang yang datang dengan tujuan yang baik, harusnya dihargai dengan kebaikan pula,” ujar Muslim saat dikonfirmasi Lapan6online, lewat WhatsAppnya, pada Rabu (21/10/2020).
Menurut dia, pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 40/1999, disebutkan kemerdekaan pers merupakan wujud kedaulatan rakyat yang berasas prinsip-prinsip berdemokrasi, keadilan dan supremasi hukum.
Jika dalam praktiknya di lapangan ada pihak tertentu yang mengusir wartawan ketika ada kegiatan, maka pihak tersebut telah melanggar hukum. Pada Pasal 4 ayat 1 disebutkan, kemerdekan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
“Karena itu saya meminta agar yang mengusir awak media dapat mempelajari pasal-pasal dan sejumlah ayat yang mengikat nilai hukum bagi kemerdekaan wartawan. Sebab, siapapun dia, ketika mengusir dan mencoba menghalang-halangi tugas wartawan, berarti dia telah melanggar hukum,” kata aktivis 98 ini.
Lanjut dia, jika awak media mengadukan ikhwalnya ke pihak berwajib, maka nilai hukum akan dijatuhkan ke pihak pengusir awak media. Dalam pasal 18 UU No. 40/1999 disebutkan, bagi mereka yang melakukan pengusiran dan pemukulan terhadap wartawan, yang bersangkutan (si pengusir) dapat dikenakan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 500 juta. “Ini ketentuan. Sebaiknya awak media mengadukan persoalannya ke polisi atau ke Dewan Pers,” ujar Muslim. (Ota-red)