“Pembudidayaan lobster juga semakin sulit dilakukan oleh rakyat kecil sebab harus berkompetisi dengan korporasi bermodal besar. Monopoli ekspor tak terhindarkan.”
Oleh : Adira, S.Si
JAKARTA | Lapan6Online : Baby lobster atau benur memang selalu menjadi incaran. Bisnis lobster bisa mendulang untung hingga ratusan juta hanya dengan sekali panen. Tentu saja ini menggiurkan para pengusaha bermodal.
Susi Pujiastuti saat menjabat sebagai menteri kelautan mengeluarkan keputusan pelarangan ekspor benih lobster melalui Permen KP 56/2016. Benih lobster yang belum mencapai 200 gram tidak bisa diekspor. Sayangnya, Edhy Prabowo merombak kebijakan ekspor yang tadinya dilarang menjadi terbuka. Melalui Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020.
Koalisi Rakyat untuk Keadilan (KIARA) meminta siapapun nanti yang menggantikan posisi Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan (KPP) untuk berani mencabut regulasi terkait ekspor benih lobster. KIARA juga menyebut bahwa Menteri KP yang baru wajib untuk tidak memiliki konflik kepentingan dengan institusi yang lainnya, sekaligus memiliki keberanian untuk menolak UU Ciptakerja dan berdiri bersama rakyat (Cnnindonesia.com, 28/11/2020).
Kebijakan tak Berpihak Rakyat
Setelah pelegalan, lonjakan ekpor benih lobster meningkat tajam. Meskipun, dinyatakan bahwa hal itu meningkatkan devisa negara, tapi faktanya negara bukan untung namun buntung.
Eksploitasi laut terjadi secara besar-besaran untuk mensuplai benih lobster ke berbagai negara. Akibatnya, terjadi kerusakan dan ketidak – seimbangan ekosistem laut.
Penangkapan lobster secara terus menerus menyebabkan lobster dan biota laut lain yang memakan lobster terancam punah. Diperkirakan ada 14 jenis ikan yang kerap memakan lobster. Keuntungan sesaat ini berimbas pada kerugian yang berkepanjangan.
Pukulan telak pun kembali menampar rakyat. Para nelayan akan semakin sulit mencari ikan di masa datang.
Pembudidayaan lobster juga semakin sulit dilakukan oleh rakyat kecil sebab harus berkompetisi dengan korporasi bermodal besar. Monopoli ekspor tak terhindarkan. Kongkalikong pemodal dan pejabat bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.
Kasus suap ekspor lobster yang terungkap juga menunjukkan bahwa negeri ini memang tidak mampu keluar dari gurita korupsi di tingkat elit.
Sistem demokrasi yang berbiaya tinggi untuk menaikkan pejabat menjadi faktor pemicu terjadinya korupsi pejabat.
Pengurusan izin ekspor menjadi celah untuk mendapatkan keuntungan. Dalam kasus ini Edhy Prabowo diduga menerima Rp 3,4 miliar dan 100.000 dollar AS dari pihak Aero Citra Kargo.
Tatanan Kehidupan Terbaik
Potensi sumber daya perairan di Indonesia adalah kekayaan tak ternilai yang dianugerahkan Allah SWT.
“Dan Dialah Allah SWT yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS An Nahl:14)
Pengelolaan sumber daya perairan boleh dimanfaatkan oleh setiap individu untuk diambil sesuai dengan keperluan hidup. Namun, ekploitasi besar-besaran oleh satu individu atau sekelompok orang tidak dibenarkan – sebab, laut dan seluruh yang ada di dalamnya terkategori sebagai kepemilikan umum.
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api“(HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Indonesia memiliki luas total laut sekitar 81% dari luas keseluruhan wilayah Indonesia dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Potensi ini jika dikelola secara baik oleh negara maka akan berkolerasi lansung dengan peningkatan taraf hidup nelyan.
Sayangnya, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sampai pada tahun 2018 setidaknya 20 sampai 48 persen nelayan dan 10 hingga 30 persen pembudidaya tergolong miskin.
Kemiskinan nelayan terjadi akibat pengaturan yang buruk terhadap tata kelolah perairan Indonesia. Kasus korupsi yang menyeret Edhy Prabowo, menggambarkan bahwa pengelolaan sumber daya perairan kita telah diekploitasi secara tidak bertanggung jawab oleh para pemilik modal yang bermain mata dengan penguasa.
Penguasa dalam Islam adalah penguasa yang memberikan kepemimpinan terbaik. Posisi sebagai pemimpin bukan dianggap hadiah yang disambut gembira, melainkan sebuah amananah yang harus dijalankan. Para pemimpin dalam Islam adalah pemimpin yang memiliki rasa takut yang besar kepada Allah SWT.
Khalifah Umar, ra sangat berhati-hati memanfaatkan harta milik umat di masa kepemimpinannya. Umar melarang puteranya menggembalakan kambing di padang rumput yang menjadi milik baitul mal. Kewaraan khalifah bukan kali itu saja, tetapi dalam peristiwa lain, Umar memilih tidak menggunakan lampu milik negara untuk kepentingan pribadi.
Celah korupsi juga tidak akan terbuka lebar seperti dalam sistem demokrasi. Sebab, pejabat dalam islam diberikan kewenangan yang terbatas dan terus dikontrol oleh khalifah. Khalifah secara periodik akan meminta laporan dari para muawin dan para wali yang bertugas di perwaliannya untuk memastikan pelaksanaan urusan umat terlaksana dengan baik. Khalifah tak segan-segan memecat pejabat negara yang melakukan korupsi dan menyalahgunakan jabatan yang diamanahkan kepadanya. [*]
*Penulis Adalah Praktisi pendidikan