“Karena para pasangan calon yang kalah itu, sudah dipastikan melakukan intrik-intrik politik lewat partai yang diusungnya,“
Lapan6Online | Malut : Pilkada serentak yang di ikuti 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota yang sudah berakhir pada 9 desember 2020 lalu.
Namun, Para pasangan calon kepala daerah yang tidak meraup suara rakyat (surya) ini, selalu melakukan manuver politik dan upayah hukum.
Mahkamah Konsititusi (MK) yang mengadili sengketa pilkada ini, selalu menjadi sasaran utama para paslon kepala daerah yang tidak merasa puas dengan hasil putusan KPUD nya, hal ini diungkapkan oleh pengamat politik nasional, Muslim Arbi, via whastappnya kepada Lapan6online.com, pada Senin (04/01/2021) kemarin.
Kata Muslim, “Sebanyak 135 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang sudah terdaftar ke Mahkamah Kontitusi (MK) hingga Selasa, 29 Desember 2020 lalu. Jumlah tersebut di dominasi PHPU tingkat pemilihan bupati (pilbup) sebanyak 114 gugatan. Disusul pemilihan wali kota (pilwalkot) sebanyak 14 dan pemilihan gubernur (pilgub) sebanyak tujuh gugatan, “ ucapnya.
“Dari 135 yang bersengketa, menurut muslim, maka bisa dipastikan paslon yang berlebel moncong putih itu memiliki kans besar untuk menang di Mahkamah Kontitusi nanti,” imbuhnya.
Muslim mengatakan, “Sembilan orang hakim konstitusi diisi oleh calon yang dipilih oleh 3 lembaga, yaitu 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 3 (tiga) orang oleh Presiden, dan 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung,” terang Muslim.
“Dalam farmasi sembilan orang hakim kontitusi itu, ada dugaan kuat akan terjadinya transaksional politik di lembaga yang terhormat (MK-red) ini. Karena para pasangan calon yang kalah itu, sudah dipastikan melakukan intrik-intrik politik lewat partai yang diusungnya, “ beber Muslim.
Lanjut Koordinator Garpu, “Walaupun KPK juga mengawasi Mahkamah Kontitusi (MK-red) dalam hal ini yang menangani sengketa pilkada 2020. Akan tetapi, muslim juga mengajak semua elemen bangsa untuk mengawal jalannya tahapan persidangan nanti,” pinta Muslim.
Muslim menambahkan, “Perkara- perkara yang diadili di Mahkamah Konstitusi pada umumnya menyangkut persoalan- persoalan kelembagaan negara atau institusi politik yang menyangkut kepentingan umum yang luas ataupun berkenaan dengan pengujian terhadap norma-norma hukum yang bersifat umum dan abstrak, bukan urusan orang per orang atau kasus demi kasus ketidak- adilan secara individuil dan konkrit,” tambahnya.
Masih Muslim”Sebagai organ kekuasaan kehakiman yang menjalankan fungsi kehakiman, Mahkamah Konstitusi bersifat independen, baik secara struktural maupun fungsional. Untuk mendukung independensinya, berdasarkan ketentuan Undang-Undang,” harapnya. (Ota)