Membumikan Al-Qur’an Melangitkan Perempuan

0
85
Dskusi publik yang diselenggarakan oleh One Day One Juz (ODOJ) Medan dengan tema “Membumikan Al-Qur’an Melangitkan Perempuan”./Foto : Istimewa
“Penting bagi kita sebagai muslimah untuk memahami makna yang benar dari istilah-istilah tersebut agar tidak terjadi gagal paham sehingga berakhir pada pola pikir dan pola sikap yang salah,”

Oleh : Rahmah Khairani, S.Pd

Lapan6Online | Jakarta : Telah berlangsung diskusi publik yang diselenggarakan oleh One Day One Juz (ODOJ) Medan dengan tema “Membumikan Al-Qur’an Melangitkan Perempuan.

Acara dibuka dengan eksplorasi pemahamam para peserta dengan menyajikan beberapa pertanyaan berkaitan dengan istilah-istilah populer seperti feminisme, Islam feminis dan RUU PKS.

Penting bagi kita sebagai muslimah untuk memahami makna yang benar dari istilah-istilah tersebut agar tidak terjadi gagal paham sehingga berakhir pada pola pikir dan pola sikap yang salah. Justru hal tersebut dapat menjauhkan muslimah dari pemahaman syari’at Islam yang sebenanrnya.

Ustadzah Mahmudah S.Ag selaku aktivis intelektual muslimah memaparkan berbagai fakta paham feminisme yang kian merebak di kalangan aktivis pergerakan wanita, tidak terkecuali di kalangan aktivis muslimahnya.

Hal tersebut bisa jadi dikarenakan para muslimah belum mengetahui secara utuh latar belakang dari feminisme itu sendiri. Bahwa sebenarnya paham feminis tidaklah berasal dari ajaran Islam melainkan berasal dari peradaban sekuler Barat yang memposisikan wanita sebagai makhluk kelas dua di bawah dominasi kaum lelaki.

Sehingga muncullah gerakan kebangkitan kaum wanita yang menuntut persamaan hak atas laki-laki dan perempuan dalam segala aspek kehidupan.

Mirisnya, problematikan peradaban barat tersebut diadopsi oleh para muslimah di negeri-negerinya. Dengan kata lain, mereka menganggap bahwa masalah perempuan di Barat adalah masalah mereka juga.

Mereka mengumpulkan fakta-fakta ketertindasan kaum wanita atas laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya dalam hal kepemimpinan dalam rumah tangga, pekerjaan, dan hak menyatakan pendapat.

Namun ketika Islam menjawab persoalan tersebut dengan dalil-dalil nash syara’, malah Islamlah yang dituduh sebagai sumber permasalahannya. Sebagai contoh, di dalam QS. An-Nisa’: 34 Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberi nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)….”.

Dalil tersebut menerangkan kepada kita bahwa Allah melebihkan laki-laki atas perempuan karena tanggung jawabnya yang wajib memberi nafkah untuk perempuan.

Namun ayat ini ditafsirkan berbeda oleh kaum feminism dengan anggapan bahwa pemberian nafkah yang dilakukan oleh laki-laki adalah ‘illat (sebab hukum) lebihnya kedudukan laki-laki atas perempuan, sehingga jika keadaannya dibalik bahwa perempuan yang mencari nafkah maka kondisinya sesuai ayat ini, maka perempuan juga berhak untuk menjadi kepala rumah tangga sebagaimana laki-laki bisa.

Inilah tafsiran ngawur yang dilakukan oleh kaum feminis yang berusaha menarik Islam agar sesuai dengan kehendak hawa nafsu mereka sebagai pembenaran.

Selanjutnya Ustadzah Hj. Chairunnisa Rahmawati, S.Pd selaku Aktivis Pemerhati Generasi memaparkan pandangan-pandangan Islam terkait peran wanita dalam kehidupan. Ternyata dapat dilihat dari nash-nash syara’ bahwa kedudukan antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan di sisi Allah ta’ala, keduanya memiliki kewajiban yang sama dalam kepatuhan terhadap aturan-aturan agama.

Hanya saja perbedaan dalam hal fisik antara laki-laki dan perempuan adalah sebuah keniscayaan sehingga dari perbedaan tersebut Allah memiliki aturan-aturan khusus. Misalnya laki-laki wajib mencari nafkah dan perempuan wajib menjaga harta saat suaminya tidak berada di rumah. Ini adalah aturan yang sesuai dengan fitrah masing-masing dan tidak bersifat diskrimintatif sebagaimana yang kaum feminis tuduhkan.

Adapun kisah bahwa seorang shabiyah bernama Ummu Salamah yang pernah mempertanyakan kemuliaan peran laki-laki di dalam Islam seperti berjihad dan mencari nafkah yang diganjar pahala yang sangat besar sehingga dirinya sebagai muslimah juga menginginkan kemuliaan yang sama sebukanlah pandangan menuntut kesetaraan melainkan mencoba mencari tahu, peran apa yang dapat seorang muslimah lakukan agar kemuliaan tersebut juga mereka peroleh. Kemudian Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjawab bahwa wanita dalam Islam juga memiliki peran luar biasa dengan ganjaran kemuliaan yang sama.

Melakukan aktifitas Ummu wa Robbatul Bait adalah medan jihad kaum wanita. Disinilah Allah yang Maha Pengasih dan Maha Adil telah menetapkan posisi yang tepat bagi laki-laki maupun perempuan. Satu kalipun syari’at Islam tidak pernah mendzalimi satu pihak dan mengangkat pihak lain. Namun manusialah yang mendzalimi diri mereka sendiri.

Adapun dalam pandangan politiknya, Ustadzah Linda Wulandari, S.Pt sebagai Aktivis Pemerhati Kebijakan Publik memberikan pandangannya. Bahwa maraknya gerakan kesetaraan gender di masyarakat disebabkan oleh kegagalan sistem sekuler-demokrasi dalam melindungi kaum wanita.

Berkaitan dengan hal itu, beliau membahas bagaimana RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang merupakan produk dari sistem sekuler-demokrasi harus ditolak karena memuat materi-materi yang tidak sesuai dengan syari’at Islam.

Kebanyakan dari isinya memuat semangat kebebasan bertingkah laku seperti kumpul kebo, bolehnya memiliki kelainan orientasi seksual, pidana bagi yang melarangnya dan sebagainya, padahal poin-poin tersebut merupakan keharaman di dalam Islam.

Sehingga sebenarnya antara tujuan untuk memuliakan perempuan dengan pasal-pasal yang ada di dalamnya nyatanya jauh panggang dari api. Perempuan akan semakin menjadi pihak yang direndahkan tanpa mereka sadari.

Diskusi semakin seru dengan antusiasme para peserta yang mengajukan pertanyaan. Karena keterbatasan waktu, pertanyaan dibatasi hanya untuk dua penanya saja.

Namun karena para peserta menyimak dengan baik paparan materi dari awal hingga akhir, pertanyaan-pertanyaan tersebut cukup menjadi pelengkap poin-poin penting yang harus tersampaikan kepada publik. Pertanyaan pertama yang diajukan adalah keterkaitan antara feminisme dengan emansipasi, latar belakang terbentuknya. Kemudian pertanyaan kedua yang diajukan mempertanyakan bagaimana cara membentengi generasi dari pemikiran-pemikiran rusak yang berasal dari barat termasuk ide-ide feminis ini. Maka langsung saja para pemateri menjawab secara singkat dan padat kedua pertanyaan ini.

Acara dilanjutkan dengan testimoni dari salah satu peserta dispub yang menunjukkan antusiasnya pada acara tersebut dan merasa bersyukur karena kini pandangannya telah banyak berubah terkait kedudukan antara laki-laki dan perempuan yang semuanya harus dikembalikan kepada timbangan syari’at.

Acara ditutup dengan mengadakan polling berupa beberapa pertanyaan yang diajukan kembali kepada peserta berkaitan dengan materi-materi yang sudah dibahas. Salah satu pertanyaannya adalah “Setujukah Anda bahwa feminisme bukan berasal dari Islam”? tampak dari hasil polling hampir semua peserta telah memahami dengan benar bahwa permasalahan sesungguhnya adalah sistem demokrasi-sekuler yang diterapkan hari ini dan hanya ada satu solusi bagi permasalahan perempuan yakni ditegakkannya sayari’at Islam.

Terakhir, moderator Siti Balqis Dongoran, S.Si mengajak seluruh peserta untuk meyatukan langkah bersama dalam upaya untuk membumikan Al-Qur’an dan melangitkan perempuan agar cita-cita Islam yang mulia dapat segera terwujud. Wallahu’alam bishshowab. (*)

*Penulis Adalah Pendidik dan Aktivis Muslimah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini