“Memimpikan hidup sejahtera di bawah sistem kapitalisme atau mengharapkan kesejahteraan dalam sistem serakah bagaikan ampas angan-angan kosong,”
Oleh : Miranthi Faizaqil Karima
AWAL 2021 ditandai dengan mogoknya ratusan ribu perajin tahu dan tempe yang tersebar di seluruh Indonesia. Mogok produksi itu disebabkan tingginya harga kedelai sebagai bahan baku tahu dan tempe.
Harga kedelai memang mengalami lonjakan drastis selama pandemi Covid-19. Selain itu, terjadi kenaikan harga kedelai di pasar global yang disebabkan oleh kebutuhan kedelai Cina selama pandemi 2020 melonjak tajam.
Persentase kedelai impor Indonesia memang terbilang sangat tinggi dibandingkan dengan kedelai lokal. Indonesia Country Director Consultant to U.S. Soybean Export Council Ibnu Eddy Wiyono mengatakan bahwa 90 persen pasar Indonesia dipenuhi oleh kedelai impor dan 10 persen kedelai lokal.
Harga kedelai impor selama ini berkisar antara Rp 6.500 sampai Rp 7.000 per kilogram. Tiba-tiba akhir 2020 melonjak menjadi Rp 9.200 sampai dengan Rp 10.000 per kilogram. Kemungkinan besar harga ini masih akan terus naik.
Meski ada subsidi dan kemudahan dari pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai lokal, upaya swasembada kedelai ini selalu gagal. Selain belum maksimalnya dukungan Pemerintah dalam ketahanan pangan kedelai lokal, kartel importir kedelai tidak akan rela Indonesia swasembada. Dengan berbagai cara, mereka akan menutup celah agar ketergantungan impor kedelai berlangsung terus.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin kepada detikcom (2/1/2021) mengatakan, mekanisme perdagangan bebas saat inilah yang membuat harga kedelai naik. “Nah kenaikan ini diakibatkan daripada perdagangan kedelai dengan sistem perdagangan bebas di dunia. Maka ini tidak bisa ditahan oleh Indonesia. Untuk itu perajin tempe dan tahu ingin menaikkan harga,” tutur Aip.
Ia menjelaskan, sebelumnya para produsen sudah berupaya menaikkan harga jual tahu-tempe secara individual ketika dijual ke pedagang pasar atau ke konsumen langsung. Namun, praktiknya di lapangan tak berjalan mulus.
Tempe dan tahu adalah makanan berprotein murah meriah bagi masyarakat Indonesia. Wajar saja kalau dua lauk ini paling dicari di pasaran. Apalagi untuk masyarakat kelas menengah ke bawah, tempe dan tahu merupakan lauk wajib setiap hari.
Masyarakat menengah ke bawah yang hidup pas-pasan dengan pendapatan kecil, harus memenuhi sandang, pangan, papan dan pendidikan keluarga. Bahkan tidak jarang yang harus mengambil utang untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Apalagi yang tidak memiliki perkerjaan tetap seperti buruh tani atau kuli bangunan. Bagaimana mereka bisa makan sehat, jika protein nabati saja tidak dapat? Pantas saja jika stunting mengintai anak-anak Indonesia.
Memimpikan hidup sejahtera di bawah sistem kapitalisme atau mengharapkan kesejahteraan dalam sistem serakah bagaikan ampas angan-angan kosong. Kapitalisme yang mengagungkan kebebasan kepemilikan membuat orang berlomba-lomba menumpuk kekayaan.
Mereka menghalalkan segala cara untuk memenuhi nafsunya dalam menyejahterakan diri, keluarga dan segelintir kerabatnya. Akhirnya yang punya modal akan tambah kaya, sedangkan yang miskin tak mampu berbuat apa-apa. Gap ekonomi antara si miskin dan si kaya pun semakin membesar.
Tidak adanya jaminan negara atas sandang, pangan, papan, keamanan, kesehatan, termasuk pendidikan oleh negara, membuat rakyat harus memikirkan sendiri cara memenuhi kebutuhannya. Sedangkan para kapitalis yang menguasai distribusi barang akan senantiasa mencari keuntungan sebesar-besarnya. Bahkan mereka bisa melakukan penimbunan.
Ketiadaan atau kelangkaan barang di pasaran akan membuat harga menjadi naik. Naiknya harga barang terutama sembilan kebutuhan pokok otomatis akan membuat rakyat kesulitan memenuhi kebutuhannya. Sudah pendapatan tetap, keperluan hidup meningkat. Dari mana kesejahteraan bisa didapat?
Di mana peran negara? Dalam sistem kapitalisme, negara hanya berperan sebagai fasilitator saja. Negara akan menyelesaikan masalah saat ada individu yang merasa kepentingannya terganggu. Apalagi kalau yang terganggu adalah para kapitalis, yang telah berjasa memenangkan pemilihan ataupun yang memiliki modal dan wewenang, kesengsaraan rakyat pun akan dinomorduakan.
Satu-satunya sistem yang dapat memberikan kesejahteraan secara merata, bahkan mementingkan rakyat kecil hanyalah sistem Islam. Sistem dengan akidah Islam sebagai landasannya dan syariat Islam yang telah diajarkan Rasulullah SAW diberlakukan secara menyeluruh.
Semua aturan dibuat sesuai Al-Qur’an dan Sunah. Khalifah sebagai pemimpinnya akan berusaha memenuhi tugas itu dengan baik, karena jabatannya merupakan sebuah amanah. Amanah yang nanti akan diminta pertanggungjawaban di akhirat.
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.” (HR Bukhari)
Di bawah sistem ini, akan dijamin pemenuhan sandang, pangan dan papan, baik secara langsung maupun tidak langsung oleh negara melalui baitul maal.
Khilafah memiliki kebijakan yang menyeluruh, mmeliputi pemastian tersedianya lapangan pekerjaan terutama bagi para ayah yang merupakan pencari nafkah keluarga.
Jika ada kepala keluarga yang enggan dan malas, tidak mau bekerja dan bertanggung jawab terhadap keluarganya, negara akan memaksanya untuk bekerja. Bahkan jika perlu akan memberinya sanksi hingga jera.
Selain itu, negara akan memastikan harga kebutuhan pokok tersebut terjangkau rakyat. Jika terjadi kenaikan harga pangan misalnya, negara akan langsung menambah pasokan dari daerah lain, tanpa mematok harga yang itu diharamkan dalam Islam.
Akan dipastikan berjalannya mekanisme berjenjang pada keluarga besar terkait tanggung jawab memberikan nafkah dalam lingkup keluarga.
Terkait pangan, negara dengan kebijakan politik agraria akan senantiasa mendorong masyarakat untuk menggarap tanah mereka agar produktif dan melarang menyia-nyiakan tanah selama tiga tahun berturut-turut. Dengan demikian tidak ada tanah menganggur, semua produktif. Negara juga akan mendorong penelitian-penelitian yang dapat meningkatkan penemuan bibit varietas unggul sehingga hasil panen akan melimpah.
Sistem kepemimpinan khilafah dapat langsung memberikan bantuan tanpa imbalan pada kepala keluarga yang membutuhkan modal kerja. Baik berupa tanah, peralatan ataupun dana, secara langsung. Jika ada kepala keluarga yang tidak mampu bekerja karena sebab syar’i dan tidak memiliki keluarga besar untuk membantu penafkahan/kurang, negara dapat langsung memberikan hibah dan subsidi langsung pada mereka, dalam hal pemenuhan sandang, pangan, dan papan.
Distribusi zakat akan berjalan sesuai ketentuan syariat, yakni peruntukan pada delapan ashnaf (orang yang berhak menerima zakat) termasuk di antaranya fakir miskin. Negara akan senantiasa mendorong individu-individu kaya untuk berlomba-lomba memperbanyak sedekah untuk membantu warga yang membutuhkan. Bantuan ini boleh ditujukan untuk warga negara Muslim maupun non-Muslim. Kecuali zakat yang diberikan kepada Muslim saja.
Begitu lengkapnya kepengurusan kesejahteraan masyarakat dalam sistem khilafah. Menjadi sebuah pertanyaan besar jika seorang Muslim masih masih ragu untuk memakainya. Bukankah melaksanakan aturan Islam secara kaffah adalah kewajiban? [*]
*Penulis Adalah Alumni Manajemen Komunikasi Universitas Padjadjaran