“Kalau pak Jokowi bilang, Hukum sebagai Panglima Tertinggi, Kok.. dicoreng ini. Ini jelas pengangkangan hukum dan pencorengan.”
Jakarta | Lapan6Online : Sidang eksekusi perkara nomor: 294/G/2018/PTUN.JKT yang sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht) kembali digelar Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Sidang ini merupakan sidang ketiga yang pernah digelar PTUN Jakarta. Sebelumnya dalam sidang eksekusi pertama dan kedua, amar putusan dalam perkara 294 itu juga belum dilaksanakan oleh pihak tergugat.
Perkara nomor 294/G/2018/PTUN.JKT adalah perkara antara Eks Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Surabaya, Drs Sapari Apt Mkes yang menggugat SK Pemberhentian jabatannya sebagai Kepala BBPOM di Surabaya yang dibuat oleh Kepala Badan POM (BPOM), tanpa alasan yang jelas.
Perkara ini dimenangkan Sapari sampai di tingkat Mahkamah Agung dan telah berkekuatan hukum tetap. Terdapat 5 poin (diktum) putusan yang dibuat oleh majelis Hakim PTUN. Dimana di diktum Ke-3 putusan 294 itu menyebutkan:
“Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : KP 05.02.1.242.09.4592 tanggal 19 September 2018 Tentang Memberhentikan Dengan Hormat Pegawai Negeri Sipil Atas Nama Drs.Sapari, Apt. M.Kes. Nip: 19590815 199303 1 001 Pangkat/Gol, Pembina Tk.I (IV/b) dari jabatan Kepala Balai Besar POM di Surabaya beserta lampirannya.”
Sedangkan pengembalian jabatan Sapari sebagai kepala BBPOM di Surabaya tertuang dalam diktum nomor 4 yang menyebutkan:
“Mewajibkan kepada Tergugat untuk merehabilitasi Penggugat berupa pemulihan hak Penggugat dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya seperti seperti semula sebagai Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya.”
Pengangkangan Hukum
Namun begitu, hingga sidang ketiga ini digelar, Badan POM belum juga melaksanakan putusan tersebut.
Penasehat Hukum Sapari dari Gerai Hukum Arthur dan Rekan kecewa dengan pembangkangan hukum yang dilakukan Badan POM. Pada sidang ketiga ini, hakim juga membacakan noktulensi sidang-sidang sebelumnya.
“BPOM tidak melaksanakan apa yang telah menjadi keputusan hukum yang sudah berkuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde),” kata Arthur Noija, Ketua Tim Penasehat Hukum Sapari seusai sidang eksekusi yang digelar, Selasa (19/1/2021), dikutip situs nasional, Kamis (21/1/2021).
Padahal, kata Arthur, pihaknya dipanggil oleh Pengadilan atas putusan No. 294, dan yang dibacakan itu adalah putusan yang sudah inkracht, (sidang pertama) 17 September tergugat (BPOM) tidak melaksanakan.
“(sidang eksekusi kedua) November dipanggil lagi untuk dilaksanakan, namun lagi-lagi BPOM belum melaksanakan putusan itu.” kata Arthur.
Padahal, dalam sidang sebelumnya, Badan POM, kata Arthur menyatakan siap menjalankan putusan 294. “Di dalam sidang tadi, noktulen sidang itu dibacakan, memang dia (BPOM) akan menjalankan. Namun secara sukrela kan dibilang, dalam putusan juga tadikan masih berdebat. Akhirnya kami minta dibuka. Setelah kami minta dibuka, ya memang…jelas lah permainan ini,” urai Arthur.
Hukum sebagai Panglima Tertinggi
Arthur pun menyinggung soal Kepatuhan hukum yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo sebagai pimpinan tertinggi dari badan negara seperti Badan POM. Presiden Jokowi telah menyatakan bahwa hukum adalah Panglima Tertinggi.
Namun dengan tidak dilaksanakannya putusan PTUN, maka seolah BPOM kedudukannya lebih tinggi dibandingkan Presiden Jokowi yang patuh terhadap hukum dengan melaksanakan perintah pengadilan dalam perkara gugatan pejabat Komisioner KPU yang dicopot oleh Jokowi.
Namun setelah penggugat menang, Jokowi pun melaksanakan putusan pengadilan itu dengan mengembalikan jabatan pejabat KPU yang sebelumnya dicopot.
“Jadi (seolah) dia (BPOM) lebih tinggi dari pak Jokowi. Pak Jokowi-kan jelas (Patuh pada hukum), Pejabat KPU kan bisa dilaksanakan.” sindir Arthur.
“Sedangkan putusan (sidang eksekusi kedua) 11 November itu sudah inkracht. Nah, di dalam peraturan, apabila itu memang sudah inkracht yaa harus dijalankan,” tandasnya.
Belum Ada Kepastian Hukum
Saat ditanyakan apakah alasan BPOM belum melaksanakan Putusan PTUN karena menunggu proses kasasi MA dalam perkara gugatan SK Pensiun Sapari? Menurut Arthur, itu dua perkara yang berbeda.
“Kalau dia (BPOM) bicara kasasi (gugatan SK Pensiun) kan bukan persoalan disini (sidang eksekusi 294). Ini persoalan yang sudah inkracht loh..” kata Arthur.
Pimpinan Gerai Hukum Art & Rekan ini pun mempertanyakan apakah PTUN ini bisa menjadi garda penegak hukum? Sebut menurut Arthur, dengan perkara yang sudah inkracht, namun masih belum ada kepastian hukum.
“Belum ada kepastian hukum. Yaa, secara eksplisit, berarti kan putusan yang sudah inkracht itu terkesan diabaikan karena ada kasasi? Yaahh, (Seharusnya) jalanin dulu, karena kan 11 November 2020 kan BPOM menyatakan bahwasannya BPOM akan menjalankan dengan sukarela.. yaa sukarela,” kata Arthur
“Kita harus cermat melihat ini. Hari ini pak Sapari yang diginiin. Besok-besok siapa-siapa lagi pejabat yang seperti ini?” tegasnya.
“Kalau pak Jokowi bilang, Hukum sebagai Panglima Tertinggi, Kok.. dicoreng ini. Ini jelas pengangkangan hukum dan pencorengan.” tandas Arthur.
Gaji Sapari Nihil?
Kekecewaan juga dilontarkan Sapari selaku penggugat yang menang dalam perkara 294 ini. 27 bulan Sapari bertarung menegakkan kembali marwah dirinya sebagai Pejabat yang berintegrasi tinggi dengan raihan penghargaan sebagai Kepala BBPOM terbaik se-Indonesia, yang diberhentikan dari jabatannya dengan cara yang kemudian terbukti salah.
Pengadilan pun telah memerintahkan Badan POM untuk memulihkan hak Penggugat dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya seperti seperti semula sebagai Kepala BBPOM di Surabaya. Diktum keempat putusan PTUN tegas menyatakan hal itu.
Namun sayangnya, fakta yang menyakitkan kembali terjadi di sidang eksekusi. Gaji yang selama ini menjadi hak-nya disebut-sebut nihil.
Diketahui, sejak diberhentikan dari jabatannya sebagai Kepala BBPOM di Surabaya tanggal 19 September 2018, Sapari sudah tidak lagi menerima gaji yang menjadi hak-nya sebagai PNS. Ironisnya, dalam sidang eksekusi, gajinya malah disebut nihil?
“Saya sempat kaget, BPOM berkordinasi dengan Kementerian keuangan, bla..bla..bla.., katanya gaji saya nihil,” kata Sapari. “Kalau nihil, terus bagaimana dengan gaji saya, selama 27 Bulan tidak terima gaji? Bagaimana perhitungannya?” geram Sapari.
“Masa eksekusi sampai tiga kali nggak kelar-kelar,” pungkasnya.
Kuasa Hukum BPOM Tak Mau Berkomentar
usai sidang eksekusi, awak media sempat meminta tanggapan dari kuasa hukum BPOM di tempat yang sama. Namun kuasa hukum BPOM tidak mau berkomentar.
(Red/Lapan6online)