“Revolusi mental harus diterjemahkan dengan baik, jangan sedikit- sedikit bahkan salah kaprah dan dianggap melanggar HAM, melanggar SARA, mana ada agama yang mengajarkan boleh mengumbar aurat,”
Lapan6Online | Jakarta : Presiden Majelis Dzikir RI-1 Advokat Habib Salim Jindan Baharun ST SH, menanggapi dengan tegas Kuasa Hukum orang tua siswi SMK N 2 Padang Surati Presiden dengan segala rahasia surat Al Zal zalah bumi digoncangkan dengan kegoncangan yang dasyat kepada pihak yang keberatan, bahwa sekolah di Padang yang menghimbau siswinya memakai jilbab tidak mencoreng dunia pendidikan, namun justru mendidik mental anak bangsa menjadi lebih baik.
Pemakaian jilbab di sekolah untuk mendidik sedini mungkin agar anak-anak tidak mengumbar aurat. Jangan terjebak dengan pola pikir kita yang picik, terjebak jilbab identitas muslim, atau kita jangan kejebak Undang-undang yang ada, dengan memvonis Intoleransi dan sebagainya, karena prinsip revolusi mental Intruksi Presiden RI sudah cukup jelas membangun mental anak bangsa yang lebih baik, sejalan dengan prinsip aturan jilbab.
Gerakan nasional revolusi mental harus kita gaungkan terus dan sedini mungkin. Kita harus melihat semua aturan dengan iman, justru harus bangga melihat anak-anak berpakaian santun menjaga aurat, menjaga pandangan mata yang melihat. Dan suatu hal yang wajar, sekolah ini mayoritas muslim.
“Untuk kasus sekolah di Padang yang menghimbau siswinya memakai jilbab, menurut kami tidak ada pelanggaran HAM, hal ini justru kita harus berterima kasih pada sekolah yang menerapkan peraturan berbusana sopan dan tertutup, termasuk non muslim. Karena pakaian sekolah pada umumnya masih sexy yang menampakkan aurat justru akan memicu terjadinya pelecehan sexual dan pemerkosaan, permasalahannya tinggal dikomunikasikan dan disesuaikan. Intinya kita tidak perlu berlebihan menyikapi persoalan- persoalan bangsa dengan berlebihan, apalagi saling menuntut atau melaporkan,” ujar Habib Salim Jindan Baharun pada media di Jakarta, pada Sabtu (30/01/2021).
“Kita harus kesampingkan Jilbab sebagai identitas muslim, karena menutup aurat adalah agar laki- laki siapa saja dapat menjaga pandangannya baik siswa maupun guru. Prinsip yang diterapkan di sekolah sudah istimewa dan kita sebenarnya patut bangga pada sekolah itu. Revolusi mental harus diterjemahkan dengan baik, jangan sedikit- sedikit bahkan salah kaprah dan dianggap melanggar HAM, melanggar SARA, mana ada agama yang mengajarkan boleh mengumbar aurat. Dalam agama non muslimpun wanita pakai pakaian panjang dan menutup kepala seperti para suster dan biarawati,” imbuhnya.
“Kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, kami dari Majelis Dzikir RI 1 menegaskan kembali bahwa peraturan yang telah dibuat oleh sekolah di Padang sama sekali tidak mencoreng Pancasila, bahkan sesuai dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, dan tidak ada yang melukai dunia pendidikan, pokoknya kami ingatkan jangan terlalu berlebihan. Apalagi sampai harus proses hukum, memberi sanksi dan sebagainya, dan kami minta belajarlah jadi Pemimpin yang arif dan bijaksana. Peraturan yang dibuat oleh sekolah bukanlah intoleransi melainkan pikiran kita sendiri yang Intoleransi. Dalam masalah ini pemerintah seharusnya tegas, karena pendidikan akhlak harus dimulai sejak dini. Kami dari Majelis Dzikir RI 1 merasa sedih dan prihatin atas kasus ini, karena aturan sekolah dianggap intoleransi dan melanggar pancasila,” tegas Bib Salim.
“Untuk para lawyer yang telah mengajukan surat keberatan kepada Presiden RI, DPR RI, Komnas HAM semoga Allah SWT membuka mata hatinya agar sadar bahwa pemakaian jilbab justru membawa kebaikan karena menjaga anak- anak didik dari pelecehan sexual dan pemerkosaan, tentunya hal ini sesuai dengan pancasila. Mari dibicarakan dengan baik kalau dirasa ada masalah, tidak perlu saling menghujat, menuntut memberi sanksi atau memecat. Jika hal ini berlarut- larut, kapan Indonesia bisa tenang, negara kita ditimpa bencana bertubi- tubi, virus Covid -19 juga belum reda. Marilah menyelesaikan masalah dengan Iman dengan kepala dingin tidak usah ada yang merasa paling Jago atau paling berkuasa, karena tindakan yang diambil bukan menyelesaikan masalah justru menambah ruwet masalah, termasuk Para Dewan jadi Perwakilan Rakyat Orang tua yang yang baik, arif dan bijaksana, tidak usah ikut terkesan memperkeruh suasana, “ ungkap kesal Bib Salim.
“Kami dari Majelis Dzikir RI-1 sekaligus sebagai Pengacara — Pimpinan Pusat Kantor Advokad Salim Group Majelis Dzikir RI-1 akan siap memberikan pendampingan hukum jika masalah ini akan dibawa kepengadilan atau dibesar-besarkan, karena masalah ini bukan intoleransi, tidak melanggar Undang-undang dan pancasila. Pokoknya Jangan terlalu berlebihan mengambil keputusan dan salah persepsi karena akan menambah persoalan baru. Marilah kita lakukan komunikasi dialog yang baik damai untuk menjaga persatuan dan kesatuan NKRI. Kalau terlalu berlebihan mencari- cari kesalahan adalah hal mudah, karena manusia tempatnya salah, tempatnya lalai. Mari kita banyak mohon ampun kepada Tuhan, atas musibah Corona yang tidak kunjung berakhir, hidup mati kita tidak ada yang tau, selalu hadirkan iman sebarkan iman, hadirkan cinta kasih sebarkan cinta kasih, hidup di dunia sementara akhirat selama-lamanya, La ilaha illaAllah,” pungkas Bib Salim. (fri/M.Tasya/Ipul)