Distrik Pupun-Myanmar | Lapan6online : Serangan udara junta militer Myanmar di desa-desa wilayah perbatasan yang diklaim junta militer sebagai basis milisi bersenjata Karen National Union (KNU) dengan sayap militernya Tentara Pembebasan Nasional Karen (KNLA) meng-kisahkan tragedi memilukan bagi anak-anak di wilayah itu.
Organisasi pembebasan nasional Karen (KNU) merupakan etnis di Myanmar yang paling lama berseteru dengan junta militer. Mereka mendiami wilayah perbatasan dengan Thailand yang dibombardir jet tempur junta militer.
Akibatnya, sejumlah anak di Myanmar, termasuk balita, bersembunyi di lubang-lubang tanah di sebuah hutan dengan ketakutan. Mereka bersembunyi setelah bom-bom militer dijatuhkan dari pesawat ke desa-desa mereka, memaksa mereka keluar untuk menyelamatkan diri.
Ekspresi memilukan anak-anak itu terekam dalam berbagai foto yang diterima AFP. Mereka menjadi korban meningkatnya kekerasan antara milisi etnis Karen dengan pasukan junta militer Myanmar.
Foto anak-anak itu diambil di distrik Pupun, Myanmar, di dekat perbatasan dengan Thailand selama akhir pekan lalu. Mereka terlihat merunduk di lubang tanah untuk berlindung sementara seorang balita terlihat tertekan.
Menurut laporan AFP, seperti dilansir Sindonews.com, Selasa (6/4/2021), anak-anak itu melarikan diri dari serangan udara militer Myanmar di desa asal mereka. Mereka juga diduga ditolak masuk ke wilayah Thailand oleh tentara negeri Gajah Putih tersebut.
Orang dewasa dan anak-anak etnis Karen menggali tempat perlindungan di hutan setelah kekerasan antara kelompok bersenjata etnis Karen National Union (KNU) dan militer Myanmar meluas selama akhir pekan.
Sebelunya, KNU merebut pangkalan militer di negara bagian Karen timur, menewaskan 10 perwira militer. Junta militer Myanmar membalas dengan serangan udara dan KNU mengatakan sekitar 12.000 orang telah mengungsi.
Sekitar 2.780 warga sipil melarikan diri melintasi perbatasan tetapi pemerintah Thailand mengatakan mayoritas sekarang telah kembali ke Myanmar—sekitar 200 orang menerima perawatan medis di Thailand pada akhir pekan lalu.
Anak-anak semakin menjadi sasaran serangan mematikan dari pasukan keamanan di Myanmar, yang telah diguncang oleh kekerasan lebih dari dua bulan sejak militer mengambil alih kekuasaan dari pemerintah sipil pimpinan Aung San Suu Kyi.
Kemarin, seorang ayah berbicara tentang momen mengerikan ketika dia menemukan putrinya telah ditembak mati oleh anggota pasukan keamanan saat korban bermain di rumah.
Setidaknya 43 anak telah tewas oleh angkatan bersenjata Myanmar, menurut organisasi Save the Children.
Kelompok itu mengatakan negara Asia Tenggara tersebut berada dalam “situasi mimpi buruk”, dengan korban termuda yang diketahui baru berusia enam tahun.
“Ini adalah skenario mimpi buruk yang sedang berlangsung,” kata kelompok itu. “Anak-anak yang tidak bersalah memiliki masa depan mereka secara brutal.”
“Keluarga yang berduka—di antara mereka adalah anak-anak kecil yang telah melihat saudara kandung meninggal—menderita kehilangan dan rasa sakit yang tak terbayangkan,” imbuh kelompok tersebut.
Lebih dari 2.500 orang telah ditahan sejak kudeta militer, menurut kelompok pemantau lokal; Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).
Kelompok pemantau itu juga mencatat korban tewas sebanyak 564 hingga hari Minggu, karena pasukan keamanan terus menggunakan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa antikudeta.
Imbas dari kekerasan brutal junta militer dibalas dengan seruan perlawanan dari milisi-milisi bersenjata di Myanmar dan KNU menjadi basis milisi terkuat yang tengah menyiapkan serangan balasan. Situasi ke depan bisa lebih membahayakan anak-anak Myanmar. (*/RED)