OPINI
“Maka para nasabah Jiwasraya menyatakan diri untuk tidak rela, tidak ikhlas, dan tidak ridho dijadikan korban dari kebijakan ngawur Restrukturisasi Polis Konsumen Jiwasraya,”
Oleh : Latin, SE
LAGI, program restrukturisasi polis konsumen Jiwasraya benar-benar tidak berdasarkan prinsip asas keadilan dan mengabaikan hak-hak 5,3 juta rakyat Indonesia pemegang polis Jiwasraya yang selama puluhan tahun telah ikut berjuang membesarkan perusahaan asuransi milik negara itu. (kutipan kalimat terakhir artikel bagian 2)
Nasabah Jiwasraya Menggugat
Sebagaimana sudah dijelaskan di bagian terdahulu bahwa perusahaan asuransi IFG Life belum memiliki rekam jejak dan pengalaman dalam mengelola bisnis asuransi jiwa. Hal ini menjadi faktor penyebab ketidakpercayaan seluruh pemegang polis Jiwasraya untuk menyetujui proposal pembayaran cicilan uang klaim asuransi.
Jiwasraya yang telah memiliki jam terbang lebih dari 150 tahun di dunia asuransi, saat ini tidak mampu menjalankan kewajiban terhadap nasabahnya sendiri. Bagaimana mungkin perusahaan baru dengan pengalaman minus, dapat dipercaya mampu mengemban tanggung jawab membayar pertanggungan terhadap nasabah asuransi pihak lain?
Selain ketidakpercayaan terhadap new company IFG Life, melalui program restrukturisasi polis konsumen tersebut, para nasabah dipastikan akan kehilangan manfaat uang pertanggungan asuransi polis yang dimiliki sebelumnya.
Tidak hanya itu, besaran biaya administrasi yang mencapai rerata 30 persen dari nilai polis yang dibebankan kepada pemegang polis merupakan bentuk kesewenang-wenangan majanemen perusahaan Jiwaswara untuk menguasai dana nasabahnya. Modus pengemplangan dana nasabah Jiwasraya ini patut diduga masuk ke dalam ranah tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebagaimana dimaksud oleh pasal 376 KHUPidana.
Banyak pihak menduga bahwa saat ini sedang terjadi tindak kejahatan korporasi yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di tubuh perusahaan Jiwasraya. Hal ini sesuai dengan closing statement yang disampaikan oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN-RI) pada pertemuan audiensi Forum Nasabah Korban Jiwasraya (FNKJ) dengan BKPN-RI tanggal 4 Februari 2021 di kantor BPKN Jakarta.
Implementasi program restrukturisasi polis konsumen Jiwasraya berpotensi menimbulkan kerugian keuangan perusahaan yang cukup besar yang berdampak pada kerugian keuangan negara.
Potensi kerugian tersebut sangat rawan terjadi, terutama dikaitkan dengan tindakan bail-in yang sudah disetujui DPR RI sebesar 22-26 triliyun rupiah yang diambil dari dana APBN tahun 2021.
Padahal, perhitungan kerugian yang sedang dihadapi Jiwasraya saat ini, berdasaran hasil audit resmi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) hanya sebesar 16,8 triliyun rupiah.
Dengan pelaksanaan program restrukturisasi polis konsumen yang diagung-agungkan itu, seolah-olah kerugian perseroan Jiwasraya dibebankan dan harus ditanggung oleh konsumen asuransi Jiwasraya, bukan dari dana APBN.
Potensi terjadinya korupsi dalam konspirasi para pemain yang mengendalikan Jiwasraya itu terlalu mudah untuk dianalisis dan dipahami publik. Rakyat, terutama para nasabah Jiwasraya, dapat dengan mudah melihat adanya dugaan praktek korupsi berjamaah untuk memperkaya diri dan pihak tertentu melalui pemotongan-pemotongan biaya siluman atas simpanan dana polis milik konsumen Jiwasraya. Pola korupsi berjamaah itu dilakukan secara terang-terangan tanpa rasa malu, dengan besaran dana yang sangat fantastis!
Sebagai contoh sederhana, dari saluran distribusi bancassurance terdapat 17.459 peserta dengan total premi pertanggungan yang diterima perseroan Jiwasraya sebesar 16,8 triliun rupiah yang menjadi liabilitas Jiwasraya di masa depan. Katakanlah semua nasabah bancassurance setuju polis lamanya ditukar-guling dengan polis baru melalui proses membeli polis baru dengan menggunakan uang dana polis sebelumnya untuk pertanggungan baru pada perusahaan asuransi yang sama.
Dalam dunia asuransi, pola tukar-guling polis seperti ini disebut praktek pemasaran asuransi jiwa dengan menggunakan metode Churning (New Agreement Policy). IFG Life mencoba menerapkan pola ini melalui tindakan merekayasa polis para nasabah Jiwasraya, dengan segala konsekuensinya di kemudian hari.
Selanjutnya, mari kita hitung potensi jumlah dana yang akan terkumpul melalui program restrukturisasi polis konsumen dari jalur distribusi bancassurance, yang total premi pertanggungannya sebesar 16,8 triliyun rupiah tadi. Biaya administrasi pemberlakukan polis baru sebagaimana digambarkan di atas, dengan durasi pilihan pembayaran klaim terpendek dicicil selama 5 tahun, adalah 31%. Artinya, dana nasabah akan dipotong sebagai biaya administrasi tukar-guling (churning) polis konsumen dari polis lama (Jiwasraya) ke polis baru (IFG Life) sebesar 31 persen.
Dengan demikian, program restrukturisasi polis nasabah Jiwasraya akan menghasilkan dana segar bagi para pengelola perusahaan negara itu sebesar 31% x 16,8 triliyun, yakni total sekitar 5,2 triliyun rupiah. Ini berarti, konsumen Jiwasraya disasar untuk dirugikan sebesar 5,2 triliun rupiah.
Melalui penjelasan ini, maka dapat disimpulkan bahwa program restrukturisasi polis konsumen itu tidak lain adalah modus perampokan uang milik konsumen Jiwasraya. Dana yang diperoleh dari potongan uang nasabah yang dilakukan tanpa dasar pijakan hukum yang benar ini hampir dapat dipastikan akan menguap dan hilang entah kemana tanpa meninggalkan jejak sama sekali.
Dalam hal kerugian perseroan Jiwasraya akibat aksi bisnisnya di masa lalu merupakan bagian daripada resiko operasional bisnis perusahaan Jiwasraya yang menjadi tanggung jawab para pemegang saham, atau dalam hal ini para pengendalinya. Termasuk juga perilaku koruptif para petinggi Jiwasraya yang saat ini sedang ditangani Kejaksaan Agung Republik Indonesia, ini merupakan bagian dari tanggung jawab para pemegang saham.
Adalah sesuatu yang tidak beradab dan tidak bermoral bagi para pihak yang mengendalikan perseroan Jiwasraya ketika di setiap akhir tahun tutup buku mereka menerima keuntungan (dividen) dari perseroan, namun tatkala perusahaan mengalami kerugian mereka lepas tangan dan membebankan segala kerugian itu kepada para nasabah/konsumennya.
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, pada pasal 15 disebutkan bahwa “Pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh Pihak dalam pengendaliannya”. Berdasarkan ketentuan perundangan ini, Pemerintah Republik Indonesia sebagai pemilik dan pengendali BUMN PT. Asuransi Jiwasraya wajib bertanggung jawab atas seluruh kerugian perusahaan yang disebabkan oleh para pihak yang mengendalikan perusahaan itu.
Pembebanan kerugian perusahaan kepada nasabah Jiwasraya, yang bukan disebabkan oleh kesalahan nasabah, merupakan penghianatan dan/atau pelanggaran terhadap UU Nomor 40 tahun 2014 itu.
Berdasarkan seluruh uraian dan penjelasan dalam tulisan 3 berseri ini, dan disingkronisasikan dengan peraturan perundangan yang ada, maka para nasabah Jiwasraya menyatakan diri untuk tidak rela, tidak ikhlas, dan tidak ridho dijadikan korban dari kebijakan ngawur Restrukturisasi Polis Konsumen Jiwasraya.
Untuk itu, dengan ini kami para nasabah Jiwasraya, khususnya yang tergabung dalam Forum Nasabah Korban Jiwasraya (FNKJ) dan Nasabah Korban Asuransi Jiwasraya (NK-AJS) menyatakan MENOLAK KERAS program restrukturisasi polis konsumen yang dijalankan secara parallel dengan pengalihan pertanggungan ke new company IFG Life.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, kami berkomitment untuk mengawal kasus ini dan menggugat para pihak yang bertanggung jawab atas program perampokan BUMN PT. Asuransi Jiwasraya dimaksud. Kami meminta kepada Yth. Bapak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, untuk turun tangan memperhatikan nasib jutaan rakyatnya. Kami memohon ketegasan Bapak Presiden untuk membatalkan program restrukturisasi polis nasabah Jiwasrawa, dan mengembalikannya kepada kontrak perjanjian awal s ebagaimana tertera pada polis yang dipegang masing-masing nasabah. (*)
*Penulis Adalah Sekjend FNKJ (Forum Nasabah Korban Jiwasraya), pemegang polis Jiwasraya, anggota Persatuan Pewarta Warga Indonesia