Karut Marut BUMN

0
16
Siti Noerhajar Istiqomah/Foto : Ist.

OPINI

“Kecacatan tata kelola BUMN, sehingga menyebabkan kerugian yang berkelanjutan dan tingginya nilai utang. Jika hal ini terus berlanjut maka akan mungkin negara mengalami kebangkrutan,”

Oleh : Siti Noerhajar Istiqomah

TINGGINYA angka penyebaran covid-19 membuat dunia internasional melakukan ragam upaya agar dapat menangani pandemi. Di Indonesia sendiri pemerintah membuat berbagai kebijakan baru demi menekan pertumbuhan korban dari virus ini, mulai dari membentuk Gugus Tugas dan Satgas Covid, menerapkan Protokol Kesehatan, PSBB (Pembatasan Sosial berskala Besar), PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang berjilid-jilid, serta Vaksinasi covid-19.

Upaya-upaya tersebut memberi dampak besar yang dirasakan di bidang ekonomi baik ekonomi mikro maupun makro. Sejak pandemi, ekonomi Indonesia terjun bebas berada di zona negatif. Yaitu level pertumbuhan terendah sejak 20 tahun terakhir.

Hal ini karena turunnya mobilitas ekonomi masyarakat, perkantoran, industri dan bertambahnya angka pengagguran secara drastis. Angka kemiskinan pun melonjak.

Karena itu pemerintah dituntut untuk membuat strategi memulihkan ekonomi nasional agar roda ekonomi RI dapat terus berjalan dan pulih kembali.Selain dibuatnya beberapa Perpu baru dan ragam rancangan program perekonomian dalam upaya pemulihan ekonomi, pengelolaan sumber daya juga berperan penting bagi keberlangsungan ekonomi ini.

Karena hasil dari pengelolaan sumber daya tersebut berfungsi sebagai sumber pendapatan atau devisa negara. Adapun pengelolanya disebut BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sebagai mana namanya badan usaha ini memiliki peran sebagai perwujudan pemerintah dalam berperan sebagai pelaku ekonomi. Dalam UU No. 19 tahun 2003 pasal 1 disebutkan bahwa badan usaha milik negara merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh pemerintah

Sayangnya, Menteri BUMN Erick Thohir, salah satu badan usaha milik negara PLN memiliki utang 500T.(detikfinance,4/6/21). Wakil Menteri BUMN Kartika Wirijoatmojo juga mengungkapkan bahwa Maskapai Penerbangaan Garuda menanggung rugi sampai 100 juta USD atau sekitar Rp1,43 Triliun per bulan karena pendapatan yang diterima tidak sebanding dengan biaya pengeluarannya.

Hal ini menunjukan adanya kecacatan tata kelola BUMN. Sehingga menyebabkan kerugian yang berkelanjutan dan tingginya nilai utang. Jika hal ini terus berlanjut maka akan mungkin negara mengalami kebangkrutan, maka sangat diperlukan upaya normalisasi dalam tubuh BUMN.

Salah satu hal yang membuat ini terjadi adalah membudayanya korupsi dalam tubuh pemerintah dan tumpulnya hukuman bagi para koruptor sehingga tidak membuat efek jera bagi pelakunya.

Ketidakbecusan pengelolaan BUMN juga tidak terlepas dari penyamaan pandangan dimana BUMN disamakan dengan korporasi swasta dimana penilaiannya dari hasil keuntungan, dan terlalu berpihaknya pembangunan infrastruktur sesuai kaum kapital, sehingga banyak pembangunan yang salah sasaran dan malah merugikan BUMN dan rakyat itu sendiri padahal idealnya segala proyek yang di prakarsai pemerintah dalam hal ini BUMN tujuannya adalah untuk memberikan pelayanan dan sarana bagi keberlangsungan aktivitas masyarakat dan berbagai bidang bukan karena asas proyek kapital.

BUMN sendiri sebagai korporasi milik negara dituntut untuk menghasilkan keuntungan dari modal yang telah dikeluarkan, privatisasi aset negara, serta di bukanya keran investasi membuktikan bahwa pengelolaan harta negara menggunakan prinsip kapitalis neo-liberal dimana kebebasan kepemilikan dalam demokrasi membuka kesempatan bagi siapa saja yang memiliki modal untuk berkuasa dan negara hanya menjadi penghubung jalannya.

Sedangkan masyarakat harus membeli dari negara/korporasi pemilik aset tersebut. Parahnya lagi pengelolaan BUMN ini di pegang oleh orang-orang yang berpihak pada rezim saat ini tanpa mempertimbangkan keahlian dan latar belakang individunya.

Padahal dalam Islam, negara tidak dapat sewenang-wenang dalam memanfaatkan sumber daya yang bersifat umum baik dalam eksploitasi maupun pengelolaan. Hasilnya pun harus dikembalikan pada Baitul Mal dan akan di kemanakan harta ini maka sesuai instruksi Khalifah sebagai kepala negara yang mengatur dan harus demi kepentingan umum kembali.

Ini jugalah yang menjadi salah satu sumber pendapatan negara selain dari ghanimah, kharaj, status tanah, jizyah, fai, dan dharibah (pajak) jika perlu. Berbanding terbalik dengan kita saat ini pajak dan hasil pemanfaatan harta kepemilikan umum yang di jual kembali pada rakyat serta cukai menjadi salah-satu pemasukan yang diandalkan oleh negara.

Inilah mengapa perubahan sistem Islam sangat diperlukan saat ini. Karena terbukti kapitalisme tidak dapat memberikan solusi dan kedamaian malah menyebabkan berbagai nestapa dan kedzaliman. Bukan hanya dalam satu sisi tapi seluruh aspek kehidupan.

Dalam islam, seluruh amanah dan aspek kehidupan amat sangat di perhatikan. Maka setiap orang yang ditujuk dalam memikul amanah pun akan diseleksi sesuai kemampuannya dan tidak asal-asalan. Sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku, hukum yang tegas dan keimanan yang kuat mengokohkan kesadaran individunya akan hubungannya dengan sang pencipta.

Sehingga akan terjalin etos kerja dan lingkungan kerja yang harmoni dengan iman. Hal ini tidak dapat diwujudkan apabila kita masih terus berada dalam kungkungan demokrasi kapitalis.

Untuk itu masyarakat dan negara harus berkerjasama dalam melepaskan jerat setan demokrasi kapitalis dan kembali pada fitrah kita sebagai makhluk yaitu melaksanakan dan menerapkan perintah serta larangan Al-Khaliq Allah SWT, dengan menerapkan kembali sistem islam kaffah yang sudah terbukti membawa kejayaan selama lebih dari 13 abad lamanya. [*]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini