“Kasus perdagangan anak di bawah umur ini harus diusut tuntas. Saya yakin bila dikembangkan pasti ada tersangka lain. Hal ini tergantung niat dari aparat kepolisian itu sendiri,”
Lapan6Online | SEMARANG : Pemerhati tempat hiburan malam (THM), S. Tete Marthadilaga mengapresiasi atas kinerja Subdit Renata Ditreskrimum Polda Jawa Tengah (Jateng), yang berhasil mengungkap kasus perdagangan anak di bawah umur yang dipekerjakan menjadi pemandu lagu dan dijadikan budak seks komersil di tempat hiburan Ping Karaoke di Kota Tegal Jateng.
Dalam operasinya itu, Subdit Renata Ditreskrimum Polda Jateng, telah menyelamatkan tiga perempuan masih di bawah umur, dimana selain dipekerjakan menjadi pemandu lagu di Karaoke juga dikomersilkan menjadi budak seks kaum hidung belang di hotel. Ketiga korban diketahui berasal dari daerah Bandung dan Cianjur Jawa Barat. Bahkan, satu diantara korban masih berusia 14 tahun.
Dirreskrimum Polda Jateng, Kombes Pol Djuhandani Rahardjo dalam konferensi Pers di Semarang, Jumat (10/09/2021) kemarin menerangkan bahwa kasus perdagangan anak di bawah umur tersebut diungkap pada pada 7 September 2021, sekira pukul 23.00 WIB., Adapun lokasi Tempat Kejadian Perkara (TKP) di THM Ping Karaoke di Kota Tegal.
Sedangkan untuk para pelaku, Ditreskrimum Polda Jateng sementara sudah menetapkan tiga orang tersangka, yaitu, SAN, Ade dan IS. Masih ada kemungkinan tersangka lain dalam kasus ini. Tersangka SAN, disebut sebagai mami yang bertugas melakukan perekrutan pemandu lagu terhadap korban melalui via Chat Wasthaap dan juga membuatkan dokumen palsu kepada para korban.
Terhadap pelaku Ade, sebagai pemilik Ping Karaoke, dimana Pelaku ini memiliki kesepakatan terhadap SAN, dengan memberikan uang sewa sebesar Rp 60 juta per tahun, untuk mencari korban yang masih di bawah umur untuk berkerja di karaoke miliknya. Sedangkan tersangka IS, sebagai pengelola karaoke, dimana pelaku mengetahui ada anak di bawah umur yang dipekerjakan di karaoke yang dikelolanya tersebut sebagai LC. Ketiga pelaku ini memiliki peran masing-masing.
Menurut Pemerhati THM, S. Tete Marthadilaga yang biasa disapa Mastete Martha, para pelaku bisa dikenakan pasal berlapis. Selain dikenakan Undang-undang perlindungan anak, para pelaku juga bisa dijerat pasal perdagangan orang. Bukan itu saja, karena dalam kasus ini juga ada pemalsuan dokumen penduduk terhadap para korban. Biasanya umur dimudakan atau bahkan menggunakan nama lain.
“Kasus perdagangan anak di bawah umur ini harus diusut tuntas. Saya yakin bila dikembangkan pasti ada tersangka lain. Hal ini tergantung niat dari aparat kepolisian itu sendiri,” ujar Mastete, Minggu (12/09/2021) malam.
Penyiidikan kasus Ping Karaoke Kota Tegal, Subdit Renata Polda Jateng menjerat ketiga pelaku dengan pasal 76 jo pasal 88 UUD RI no 35 tahun 2014 tentang perubahan UUD RI no 23 2002 tentang perlindungan anak, serta junto pasal 17 no 21 tahun 2007 tentang perdagangan orang dengan ancaman hukum 15 tahun penjara dengan denda Rp 120 Juta.
Namun demikian, lanjut Mastete, perekrutan gadis-gadis atau wanita untuk dipekerjakan di THM yang nota bene juga sebagai pemuas napsu seks komersial bagi para tamu pemburu kenikmatan duniawi. Para korban biasaanya diketahui atau malah mendapat restu dari orangtuanya. Sang anak boleh dibawa kemana pun dengan syarat “mahar” Rp 10 juta.
Bukan saja wanita yang berstatus lajang atau janda direkrut untuk dipekerjakan sebagai wanita penghibur di THM, dan bahkan wanita yang masih resmi bersuami hidup satu atap bisa juga direkrut. Untuk yang berstatus berkeluaarga, biasanya sang suami memberikan surat izin tertulis bermeterai yang mengizinkan istrinya bekerja.
Selain dari pada itu, Subdit Renata Polda Jateng juga bisa bekerja sama dengan Satgas Covid-19 Provinsi Jateng ataupun Satgas Covid-19 Kota Tegal, untuk mengetahui apakah ada pelanggaran protokol kesehatan (Prokes) atau ada pelanggaran peraturan daerah (Perda) Kota Tegal.
Untuk lebih detailnya, Kota Tegal saat ini sudah masuk zona kuning atau masih merah dan PPKM-nya level 4 atau 3. Sedangkan untuk operasional THM seperti karaoke sudah diizinkan atau belum. Hal ini tentu akan memudahkan penyidikan aparat yang berwenang.
Polda Jateng, masih kata Mastete, dalam hal ini Subdit Renata, dalam melakukan penegakan hukum yakni proses penyidikan dalam kasus ini jangan sampai terkesan tebang pilih. Sebab, praktik yang sama bukan saja terjadi di Ping Karaoke Kota Tegal, tapi masih banyak bertebaran di wilayah Jateng. Bisa jadi penyidikan kasus ini dijadikan acuan polda yang lain. (*Bams)