“Saya tidak pernah berinteraksi dengan beliau untuk meminta proyek. Kalau berinteraksi dengan beliau untuk membicarakan soal kepemudaan sering pak, karena beliau orang cerdas dan selalu jadi panutan kami. Saya tidak pernah membahas soal proyek kalau ketemu dengan beliau (NA),”
Lapan6OnlineSulSel | Makassar : Sejumlah saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Sulsel non aktif Prof H. M Nurdin Abdullah (NA) di Pengadilan Negeri Makassar, pada Kamis (16/09/2021) kembali diperiksa.
Salah satu saksi kunci yang diperiksa adalah Agung Sucipto (AS) yang diketahui sebagai pemberi suap kepada Eks Sekretaris Dinas PUPR Pemprov Sulsel Edy Rahmat (ER), yang kemudian berujung dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam keterangannya, AS menegaskan bahwa NA sama sekali tidak terlibat dengan kasus penyuapan yang berujung dengan OTT KPK.
“Saya tidak pernah janjian dan tidak pernah beritahu gubernur. Saya hubungi Pak Edy, sanggup membantu. Saya juga sampaikan ke Pak Edy kalau ada yang minta tolong proposalnya disampaikan ke Pak Gub,” kata Agung Sucipto.
Penasehat Hukum NA, Arman Hanis menanggapi hal itu, kembali mempertegas, jika uang OTT senilai Rp2,5 miliar adalah hasil komunikasi antara AS dan ER. Artinya, NA tidak terlibat dalam peristiwa yang berujung OTT tersebut.
“Faktanya Pak Agung menyampaikan bahwa uang OTT adalah komunikasi antara Agung dengan Edy. Pak Nurdin sama sekali tidak mengetahui, tidak ada komunikasi sama sekali,” tegasnya.
Terkait dakwaan JPU KPK soal fee proyek, menurut Arman Hanis, Pak Nurdin Abdullah tak pernah meminta, namun Agung Sucipto yang menghitung sendiri persentase fee proyek.
“Itu hitungan dia sendiri dan dijelasin Pak Nurdin tidak pernah meminta. Kami berdoa sidang kedepan fakta semakin terbuka. Saya tidak menyampaikan apakah NA bersalah atau tidak tetapi saya berharap ini akan membuka fakta yang sebenarnya. Kami harap hasilnya yang terbaik,” kuncinya.
Sekadar diketahui, proses persidangan pada Kamis (16/9/2021) berlangsung selama kurang lebih 14 jam. Menghadirkan delapan saksi yakni Agung Sucipto, Andi Sukri Sappewali, Rudi Ramlan, Andi Gunawan, Andi Makkasau alias Kr Lompo, Harry Samsuddin, St Abidah, dan Raymond Ferdinan.
Sementara itu, saksi atas nama Raymond Ferdinan, yang merupakan asisten AS sekaligus Direktur di perusahaan milik kontraktor AS mengaku, selama dirinya mencatat apa yang disampaikan AS memang sering ada nama Eks Sekertaris Dinas PUPR Pemprov Sulsel Edy Rahmat (ER), sementara nama lain seperti NA sama sekali tidak ada.
“Tidak ada sama sekali pak. Tidak pernah sama sekali pak,” ungkap Raymond Ferdinan. saat ditanya oleh Penasehat Hukum (PH) NA.
Sementara itu, saksi atas nama Gunawan yang juga Direktur perusahaan infrastruktur milik AS mengaku, memang sering bertemu dengan NA sejak menjabat sebagai Bupati Bantaeng sampai saat menjadi Gubernur Sulsel.
“Saya tidak pernah berinteraksi dengan beliau untuk meminta proyek. Kalau berinteraksi dengan beliau untuk membicarakan soal kepemudaan sering pak, karena beliau orang cerdas dan selalu jadi panutan kami. Saya tidak pernah membahas soal proyek kalau ketemu dengan beliau (NA),” jelasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bulukumba, Rudy Rahmat mengaku, selama NA menjabat sebagai Bupati di Bantaeng tidak pernah mendengar langsung atau informasi bahwa NA meminta uang kepada kontraktor. “Setahu saya tidak pernah sama sekali,” singkatnya.
Sedangkan, Mantan Bupati Bulukumba, Andi Sukri Sappewali menjelaskan, selama dirinya menjadi Bupati Bulukumba belum pernah mendengar atau mendapat permintaan dari NA agar memenangkan salah satu perusahaan di pekerjaan infrastruktur di Bulukumba.
“Pak AS pernah menyampaikan ke saya akan membantu (Pasangan Tomy-Kr Lompo di Pilkada Bulukumba 2020), selanjutnya saya tidak tahu karena saya tidak mau tahu soal itu,” jelasnya.
“Pak NA kalau di saya, tidak pernah mengirimkan orang untuk memenangkan tender, walaupun ada anggaran Rp 60 miliar (Bantuan keuangan daerah),” tambahnya. (*Kop/Mas Te)