“Organisasi kejaksaan harus bergerak secara dinamis, selalu lakukan pembaharuan dan inovasi dalam penanganan perkara tindak pidana umum, untuk dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat,”
Lapan6Online | Jakarta : Dalam menjalankan tugasnya seorang jaksa harus profesional, integritas dan berhatinurani. Jangan jadikan perkara perdata menjadi perkara pidana karena adanya pesanan. Jaksa jangan menjadi buldoser orang lain. Pelajari dengan cermat dan teliti berkas perkara.
Demikian dikatakan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Fadil Zumhana, dalam pengarahannya kepada jajaran pidana umum kejaksaan di seluruh Indonesia yang diselenggarakan secara virtual, pada Jumat (24/09/2021).
Dia juga meminta jajaran Pidum se Indonesia bersikap tegas tanpa pilih kasih, namun dengan tetap mengedepankan hati nurani dalam penegakan hukum.
Bila perkara tidak bisa dinyatakan lengkap, harus tetap tegas menyatakan perkara tersebut tidak bisa dinyatakan lengkap. Begitu pun sebaliknya, bila memang harus dikembalikan dan diberi petunjuk, beri petunjuk P.18 dan P.19.
“Laksanakan Pedoman 3 Tahun 2019 secara komperehensif dan profesional,” kata Fadil Zumhana.
Mantan Deputi Hukum dan HAM Kantor Menko Polhukam ini minta para jaksa selalu menjaga profesionalisme dan integritas.
“Jangan jadikan perkara sebagai komoditas dagangan, jangan jual kehormatan harga diri demi uang,” tegas Fadil.
Dia minta para Direktur, Kajati (Kepala Kejaksaan Tinggi) dan Kajari (Kepala Kejaksaan Negeri) memperhatikan manajemen penanganan perkara secara profesional.
“Juga berpegang pada SOP yang sudah ditetapkan. Seluruh penanganan perkara agar selalu berpedoman pada Standar Operasional Prosedur (SOP),” mintanya.
Kajati, Wakil Kajati (Wakajati), Aspidum, Kajari dan Kasi Pidum harus menjadi role model, yang melaksanakan SOP sesuai tupoksinya masing-masing.
“Berikan contoh perilaku yang baik dan tidak transaksional dalam penanganan perkara, dalam bentuk apapun.”
Organisasi kejaksaan harus bergerak secara dinamis, selalu lakukan pembaharuan dan inovasi dalam penanganan perkara tindak pidana umum, untuk dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Pendelegasian wewenang penanganan perkara oleh Kepala Kejaksaan Tinggi kepada Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi bukan berarti pendelegasian tanggung jawab.
“Bila ada permasalahan dalam penanganan perkara tindak pidana umum, tetap tanggung jawab ada pada Kajati,” kembali tegasnya.
Terkait penggunaan mekanisme penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif (RJ), lagi dia minta dilakukan secara profesional sesuai pedoman yang ada.
Para Kajari agar secara aktif mendorong perkara yang tidak layak disidangkan berdasarkan hati nurani untuk dihentikan melalui keadilan restoratif.
“Jaga integritas dan nama baik institusi, keluarga dan diri pribadi,” tandas Fadil Zumhana. *Syamsuri/Mas Te