“Kasus mega korups Asabri semakin mencuat, ketika prosesi persidangan banyak kejanggalan dan keganjilan. Publik pun bertanya-tanya, apakah gerangan yang terjadi didalam prosesi persidangan tersebut?”
Lapan6Online | Jakarta : Geliat dan gelagat sidang kasus Asabri akhirnya menjadi sorotan publik, bahkan Jampidum Kejagung mempertegas agar memproses siapapun yang terlibat didalamnya.
Tak hanya itu saja, berbagai kalangan pun angkat bicara terkait “misteri” sidang kasus Asabri. Diantaranya Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, Ketua Umum PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia,red). Kepada awak media, pada Senin (27/09/2021) malam ia memberikan beberapa uraian menyangkut hal tersebut.
“Yang saya pelajari kan kasus Jiwasraya, dua-duanya ini kan BUMN. Kalau Asabri itu khusus TNI di dalamnya, kalau Jiwasraya kan umum, kedua perusahaan negara yang dirampok oleh oknum elit itu sendiri, baik itu elit pemerintah yang berselingkuh dengan pengusaha atau sebaliknya. Pengusaha berselingkuh dengan penguasa, mengambil keuntungan secara ilegal terhadap kedua BUMN ini. Sangat kita sayangkan ya, Lebih khusus kepada Asabri karena tempat menitipkan masa depan dari aparat (prajurit), dengan harapan ketika mereka sudah purnabakti ya adalah jaminan hidup di hari tua mereka,” urainya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa,”Mereka percayakan kepada sebuah perusahaan di bawah kendali pemerintah, tapi sayang sekali mereka dalam hal ini, BUMN menghianati kepercayaan yang diberikan oleh aparat nya sendiri. Selama hidup mereka pengabdian mereka, kan untuk bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi maupun keluarganya sendiri,” jelasnya.
Nah, kenapa BPK baru mengungkap di tahun 2021? Apakah ini objektif gak? Wilson mengatakan bahwa,”Saya agak sulit untuk menjawab pertanyaan yang terlalu teknis begitu, karena memang harus kita pelajari secara detail, di mana kasus itu terjadi. Seperti yang saya bilang tadi bahwa saya tidak terlalu mendalami bagaimana kasus Asabri, yang sedang saya tangani betul dan saya dalami adalah jiwasraya. Sehingga stateman saya tadi adalah lebih kepada pernyataan umum bahwa kita sangat prihatin, Karena sebenarnya ini kedua perusahaan BUMN yang secara singkat dirampok lah, dirampok oleh sebuah kelompok perselingkuhan antara penguasa dengan pengusaha atau sebaliknya,”tuturnya.
Lanjut Wilson bahwa,”Dalam hal ini BUMN untuk mengambil manfaat dari kedua perusahaan itu, Nah kalau sudah demikian berarti di hulunya sudah bobrok ya tentu hilirnya juga kabur, termasuk kenapa pertanyaan tadi itu kenapa BPK baru memprosesnya di 2021, karena itu tadi perselingkuhan yang terjadi antara penguasa dengan pengusaha sehingga semua akhirnya memang sudah disetting sedemikian rupa, untuk Apa tujuan apa seperti sekarang kok ribut-ribut, ya untuk mengelabui lagi, mengelabui publik? Oh iya BPK bekerja, ya BPK sedang mengaudit, oh iya BPK menemukan ini itu, oh iya BPK benar-benar peduli dengan rakyat. Tapi semuakan hanya pemanis saja supaya kita jangan bergejolak,” ujarnya.
Kembali Wilson menegaskan bahwa,”Saya tadi mengatakan bahwa prihatin soal Asabri itu karena dibandingkan dengan asuransi asuransi yang lain, Asabri itu kan tempatnya para aparat polisi maupun TNI untuk menyimpan masa depan mereka, ketika sudah purnabakti. Tapi kenyataannya, saat mereka sudah pensiun, mana uangnya enggak bisa diambil atau malah hilang, jadi negara sebenarnya menurut saya zolim terutama BUMN terhadap kasus Asabri. Karena selama hidupnya para abdi negara itu terutama aparat TNI-POLRI, mengabdikan diri sepenuhnya di atas kepentingan kepentingan yang lain, termasuk kepentingan diri sendiri maupun keluarga, untuk membela untuk memberikan pemikiran, jiwa raga, waktu mereka, bahkan uang mereka, perasaan mereka hanya untuk negara. Tetapi ketika selesai pekerjaan mereka masa tugasnya, ternyata mereka dapat perlakuan yang sangat keji, sangat zolim. Kalau jiwasraya mungkin karena ini swasta, masyarakat umum, masyarakat sipil yang menyimpan duit nya disana, ya walaupun tidak juga dibenarkan, karena ada 5 juta lebih nasabahnya yang akhirnya terkatung-katung hidupnya,” tegasnya.
Saat ditanya profesionalisme kinerja BPK Terus sekarang mereka baru menyatakan ada penggelembungan dana Asabri ini bagaimana nih? Wilson mengatakan bahwa,”BPK itu kan bukan lembaga yang orangnya sama terus dari awal sampai akhirnya, memang begitu juga salah satu kelemahan dari sistem kita, ketika kita tanya itu kan dari 2012 berarti sudah 9 tahun yang lalu, tapi 9 tahun yang lalu kan orang BPK-nya bukan. Kalau yang lalu itu mungkin bisa Kongkalikong, bisa tutup mata dan sebagainya, mungkin yang sekarang baru bisa buka mata. jadi menurut saya apabila Memang mereka serius yang saat ini mengelola atau memeriksa atau mengolah kesalahan ini dengan baik dan mengungkapkan ke publik secara jujur, dengan niatan yang benar saya kira itu sudah hal yang bagus,” tegas Wilson.
Lalu jadi pejabat BPK yang lalu itu ada kongkalingkong ya? Wilson memberikan tanggapan bahwa,”Ya bisa kita duga begitu, kenapa sampe sekarang baru muncul karena petugas yang sekarang kan beda sama yang lalu. mungkin mereka yang saat ini integritasnya lebih bagus, lebih baik dibandingkan yang lalu kan gitu, atau mungkin mereka lebih profesional, lebih berpengetahuan lebih pintar, lebih cerdas menganalisa satu masalah dibandingkan yang lalu, bisa saja dari latar belakang pendidikan juga kan boleh, kalau yang lalu mungkin akuntansi nya lebih rendah, dan yang sekarang mungkin nilai akuntasinya lebih tinggi, sehingga saat menganalisis buku akuntansi yang digunakan dalam perusahaan Asabri, kemudian yang lain dan lain sebagainya. Tetapi kalau memang Sekali lagi saya katakan kalau memang mereka benar-benar bekerja sesuai dengan hati nurani dengan panggilan jiwa untuk membantu menolong menyelesaikan persoalan agar para anggota atau nasabah Asabri itu tidak dirugikan, saya kira itu suatu hal yang bagus, kita apresiasilah dan kita dukung. mudah-mudahan mereka juga bisa memberikan akses kepada media untuk terus memantau mengawal, sehingga Proses ini berjalan sesuai dengan harapan kita, terutama harapan para korban,” bebernya.
Nah, ini kan dari tahun 2012 hingga 2021 terjadi dari pihak Kejaksaan Agung menetapkan delapan Tersangka dalam kasus Asabri sehingga mereka mempunyai nomor perkara yang berbeda. Namun dipersidangan mereka itu dijadikan satu, padahal itu Sisi dari sangkaan atau dakwaan itu kan jelas berbeda ini menurut pandangan Anda seperti apa? “Kalau itu sudah masuk pada teknis persidangan ya, jadi agak rancu kalau nanti kita berikan pandangan opini, karena biasnya terlalu tinggi ketika kita tidak paham secara teknis persidangannya seperti apa, namun bahwasanya ada semacam upaya untuk persidangan yang mudah, yang sederhana, yang mempercepat saya pikir itu menjadi pertimbangan Hakim di pengadilan, yang paling penting Sebenarnya bukan soal dijadikan satu menjadi beberapa persidangan, tapi apakah di dalam persidangan itu benar benar benar fire, benar benar sesuai dengan kaidah hukum, terutama juga memperhatikan hukum acara, prosedur persidangan dan lain sebagainya, semua pihak mendapatkan waktu yang cukup untuk berdebat menyajikan data-data fakta dan berargumentasi di Persidangan, itu saya pikir lebih penting. Kalau itu bisa terpenuhi, mau disatukan atau dipisah-pisah itu sama saja menurut saya, yang paling penting adalah bahwa semua pihak yang disidangkan atau persidangan itu sendiri berlangsung adil, terbuka kemudian semua pihak mendapatkan porsi waktu untuk menyampaikan entah itu saksi atau fakta-fakta persidangan yang lain, kata-kata dan sebagainya sehingga tidak ada yang dirugikan,” urai Wilson.
Kemudian, terkait indepedensi ketika di suatu persidangan terdakwa belum tentu dia bersalah ya di sini ada statement bahwasanya majelis hakim dari sisi etika publik nya mengatakan bahwasanya saya tidak bisa diintervensi saya tidak akan menerima anggaran dari pihak manapun. Apakah itu pantas untuk diucapkan? “Menurut saya pantas-pantas saja. Kenapa? karena mungkin hakim ingin menunjukkan bahwa dia punya sikap pendirian yang jelas terhadap satu masalah. Jadi dia ingin mempertegas posisi dia dalam persoalan-persoalan yang melingkupinya termasuk soal suap menyuap. Mungkin akan terasa janggal ketika dia itu justru pelaku dalam kasus seperti yang disangkakan tadi itu, kemungkinan ada yang bisa bermain belakang dan sebagainya, kan bukan rahasia umum lagi, para hakim itu ya, ya agak sulit kita mencari Hakim seperti artijo. Tapi kalau dia memang mengatakan seperti itu, saya pikir syah syah saja, bagi saya biasa saja, semua orang bisa berpendapat, semua orang bisa ngomong, semua orang bisa bicara apa saja melalui cara apapun, Apakah dia mau tulis di koran, media online Atau mungkin divideo kan atau dia ngomong didepan publik, ya macam macam cara orang tapi itu adalah sebuah kebebasan berekspresi yang harus dihargai, terlepas dari itu orang senang atau tidak orang pandang itu sebagai sesuatu yang beretika atau tidak karena itu sangat subjektif,” pungkasny. (*Red)