Soal Kasus Asabari, Muslim Arbi : Kenapa Hakimnya itu-itu juga, Emang Stok Hakim Sudah Defisit?”

0
108
Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan/Foto : Ist.
“Kalau formasi hakimnya sama, maka jangan salahkan pengamat jika menduga bahwa sidang ini patut diduga adalah pesanan,”

Lapan6Online | JAKARTA : Sebelumnya Pengamat dan Aktivis Petisi 28 Haris Rusly Moti menyayangkan jalannya persidangan pada kasus dugaan korupsi PT ASABRI di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pasalnya formasi Majelis Hakim pada persidangan ASABRI sama dengan formasi Majelis Hakim pada sidang di kasus JIWASRAYA.

Menurut Eks Ketua PRD itu, Majelis hakim yang menyidangkan kasus Asabri seharusnya jangan sama dengan yang menyidangkan kasus Jiwasraya. Hal ini untuk mencegah terjadinya pesanan, menurutnya, Majelis Hakim seharusnya dikocok ulang.

Merespon hal itu, Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi mengatakan, kalau formasi hakimnya sama, maka jangan salahkan pengamat jika menduga bahwa sidang ini patut diduga adalah pesanan.

“Kalau formasi Hakim ASABRI masih sama dengan Hakim yang tangani Jiwasraya. (Maka) jangan salahkan pengamat kalau sidang ini bisa di katakan sidang pesanan. Kalau tidak, kata Muslim Arbi dalam keterangan resminya kepada redaksi Lapan6online.com, pada Jumat (1/10/2021) kemarin.

Menurutnya, aneh kalau alasan efisiensi? Jangan sampai komposisi hakim seperti ini perkuat tudingan ini sidang pesanan.

“Masa sidang kasus korupsi koq seperti permudah PH bela kliennya?” sindirnya.

Ia pun menduga bisa jadi sidang bongkar kasus korupsi seperti yang dijalankan Ketua Majelis Halim ini seolah perlihatkan kerjasama antara Hakim dan PH terdakwa. Lalu bagaimana hakim menggali lebih dalam keterlibatan terdakwa dalam Mega Korupsi ASABRI ini?

Jika jalannya persidangan pada kasus ini seperti model yang di pimpin oleh Hakim Ketua Eko Purwanto, kata Muslim Arbi, pasti menambah kecurigaan pengunjung dan publik bahwa pesanan sangat beralasan. Ia memperkirakan, bisa jadi tudingan main mata antara Majelis Hakim dan JPU semakin kuat.

“(Patut diduga) bisa jadi ini semacam tumbal saja kalau asetnya cuma Rp 13 Triliun.. koq di korupsi sampai Rp 22,7 Triliun. Bisa saja kasus ini dianggap sebagai dendam politik, dan para terdakwa hanya sebagai tumbal.” terangnya.

“Jika demikian persidangan kasus korupsi ini dapat dianggap sandiwara belaka. Sidang tidak akan mengadili tuntas kerugian negara 22,7 Triliun itu,” tandasnya. (*Red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini